Seungcheol

71 6 2
                                    

"Bang, bangun dong, udah subuh tau," ujarku menyentuh lengannya yang masih memeluk pinggangku.

"Hmm," gumam Bang Seungcheol, tangannya masih tidak mau melepaskan pinggangku. "Bentar lagi, Dek."

Ya elah si abang, kerjaannya manja-manjaan kalau udah hari minggu. Memang sih, dia pasti lelah terus-terusan kerja, apalagi menjabat sebagai CEO di suatu perusahaan.

"Belum sholat, Bang. Sholat dulu yuk baru tidur lagi," bujukku mulai menyingkirkan tangannya.

Bang Seungcheol pun mau tak mau bangun dari tidurnya. Dia mendudukkan dirinya yang secara langsung menampilkan tubuhnya yang bertelanjang dada.

Masya Allah, indahnya ciptaanmu ya Allah.

Aku memperhatikan tubuh Bang Seungcheol dengan seksama. Padahal dia suamiku, aku sudah sering melihatnya seperti itu, tapi kenapa aku masih menatapi tubuhnya seperti orang mesum kayak gini sih?

"Dek, jangan liatin Abang kayak gitu dong, nanti Abang serang loh," ujar Bang Seungcheol tersenyum simpul lalu mendekatkan tubuhnya denganku.

Bisa berabe ini kalau tidak langsung bangkit dan mengambil wudhu.

"Apaan sih, Bang? Subuh-subuh udah mesum aja," ledekku lalu sedikit berlari ke kamar mandi. "Udah ah, Adek mau mandi sekalian ambil wudhu duluan!"

Aku mendengar Bang Seungcheol terkekeh kecil di belakangku. Si abang memang suka banget ngegoda aku, walaupun aku nggak keberatan digoda sih hehehe.

Kami pun melaksanakan sholat subuh berjamaah. Setelah itu Bang Seungcheol yang kantuknya sudah lenyap langsung pergi ke dapur untuk membuatkan sarapan.

Yah, kalian jangan bertanya-tanya. Seharusnya itu tugasku, kan? Nyatanya aku masih belum terbiasa berada di dapur, tapi belakangan ini aku mulai belajar sama Bang Seungcheol kok.

Bukannya aku tidak suka, hanya saja aku tidak bisa. Untungnya Bang Seungcheol mengerti dan mau mengajariku beberapa ilmunya.

Kuhampiri Bang Seungcheol yang sibuk membakar roti. Hmm, hari ini pasti sarapan telur goreng dan roti bakar.

"Bang, Adek aja yang goreng telurnya," tawarku sambil mengambil telur di kulkas.

Bang Seungcheol tersenyum kepadaku. "Tumben hari ini mau goreng telur, biasanya kamu tukang ngoles roti aja, takut kena letupan minyak."

"Adek mau belajar juga biar jago, Bang!" balasku sedikit cemberut.

"Iya deh, iya. Semoga cepat jago ya, Istriku," ujarnya sambil mengacak-acak rambut keritingku.

"Ih, Bang! Baru sisiran, udah tahu rambut Adek gampang berantakan."

"Nggak apa-apa, Dek. Kamu lucu kalo rambutnya berantakan gitu. Gemesin, hehe."

Si abang, jago amat buat anak gadis—eh wanita deng—ambyar.

Berniat untuk mengabaikan Bang Seungcheol, aku mulai memanaskan minyak di wajan lalu setelah panas kupecahkan dua telur yang kuambil tadi dan menggorengnya.

"Aw!" seruku ketika letupan minyak mengenai punggung tanganku.

Haish. Baru mulai udah kena minyak aja, kapan jagonya?

"Ya Allah, Dek. Kesiniin tanganmu," kata Bang Seungcheol meninggalkan roti yang sedang digorengnya lalu mengambil tanganku. "Udah Abang bilangin kan. Kamu ngoles roti aja sana."

"Halah, beginian aja nggak bisa mengalahkan semangat Adek, Bang," ujarku bersemangat. Kalau mau jago ya harus banyak latihannya.

Senyum Bang Seungcheol kembali mengembang, diciumnya tanganku yang tadi terkena letupan minyak. "Iya deh, lanjutin aja, tapi hati-hati ya, Sayang."

trouvaille | SEVENTEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang