More Than Silent

2.7K 255 46
                                    

Sasuke memandang lokernya dalam diam. Beberapa siswa yang lewat di belakangnya melirik sambil bisik-bisik miris, kasihan dengan apa yang dialami pemuda cantik itu. Ada juga beberapa yang cekikikan menikmati apa yang mereka lihat.

Tangan Sasuke terulur mengambil buku paket tebalnya. Setelah menaruhnya di lantai, tanganya kembali menggapai beberapa barang lain yang selamat dari bekas air tanah yang entah sejak kapan sudah membasahi isi lokernya.

Tak mempedulikan bel masuk yang sejak tadi berbunyi nyaring, Sasuke dengan tenang membersihkan lokernya dengan kain yang memang sudah ia sediakan di tasnya.

"Sasuke-kun, apa yang kau lakukan disini? "

Suara lembut seorang wanita mengalihkan atensi Sasuke. Beberapa meter dari tempatnya berada, seorang wanita berpakaian resmi dengan rambut terikat rapi di belakang berdiri dengan anggun. Satu tanganya mendekap 2 buku besar, sedangkan yang satunya menenteng tas laptop yang tampak berat.

Sasuke menunduk hormat pada gurunya itu. Wanita itu tersenyum lembut mendekati Sasuke.

"Mereka mengganggumu lagi? "

Sasuke mengangguk mengiyakan.

"Perlu ku bantu?"

Sasuke kali ini menggeleng. Tanganya menunjuk loker yang kini sudah bersih. Hanya tinggal memasukkan barang-barangnya saja. Selanjutnya, ia mulai memasukkan beberapa buku, seragam, dan sepatu miliknya ke dalam sana. Ia juga memasang gembok.

"Sudah? Ayo, sensei akan menemanimu masuk kelas. Tentu kau tak ingin guru mapelmu pagi ini menghukummu karena terlambat, bukan? "

Sasuke lagi-lagi mengangguk lalu berjalan berdampingan dengannya.

" Sasu!! " teriakan Naruto menghentikan langkah kaki mereka.

"Ara-ra, Naruto-kun, jangan berlari di lorong," nasihat wanita itu, Sabaku Temari(?).

"Hehe, gomen sensei. Aku mencari Sasu dari tadi... "

"Kau sudah melihatnya sekarang. Lebih baik kalian ke kelas, ayo cepat!"

###

Krak

"Aarggghhh!! "

Anak kecil berambut raven itu mrmejamkan matanya kala teriakan itu terdengar nyaring di telinganya. Tubuhnya gemetar hebat merasakan takut yang meresap ke hatinya. Di depan sana, sekumpulan pria terlihat memukuli tubuh kurus seorang anak kecil. Sedangkan sasaran mereka itu telah terkapar tak berdaya dengan darah yang mulai menggenang di bawah tubuhnya.

Ingin rasanya si raven menolong, namun apa daya. Tubuhnya pegal karena terlalu lama terikat di kursi besi tempatnya kini berada. Ia ingin berteriak menyuruh mereka berhenti memukuli sepupunya itu.

Air matanya mengalir deras. Hatinya berteriak pilu melihat adegan di sana.

HUG IN SILENCE (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang