Chapter 3 : Impossible!

14 3 0
                                    

Dirumah Sakit Venecia..
Kamar VVIP Anggrek no. 95

Author's POV

Devano memasuki ruangan yang sudah sangat ia kenal.
Ia membawa Sebuket mawar biru kesukaan adiknya.

Ia duduk di Sofa dan menatap Adiknya yang tertidur pulas diatas ranjang rumah sakit. Dgn seorang suster yang datang untuk mengontrol perkembangan Clara.

"Selamat Malam Tuan Devano." Sapanya saat Devano baru memasuki ruangan.

"Malam Sus. Oh ya Clara?"

"Nona Clara, baru saja tertidur pulas setelah makan dan minum obat." Jawabnya.

"Oh ya udah. Mama mana?" Tanya Devano lagi.

"Nyonya pergi keluar sebentar dgn Tuan."

"Loh, ada Papa juga? Sejak kapan?" Tanya nya.

"Sejak tadi siang Tuan."

"Apa ada yang bisa saya bantu lagi?" Tanya Suster itu.

Devano hanya menggeleng mewakili jawaban Tidak.

Akhirnya Suster itu keluar dari Ruangan Clara. Dan hal ini memudahkan Devano dengan leluasa melakukan apa yang ia mau.

"Kalau begitu, jika tidak ada kepentingan lagi, saya mohon permisi."

"Hmm.."

Setelah Suster tersebut benar benar keluar dari ruangan yg redup tersebut.

Devano bangkit dari duduk nya di Sofa, mengambil sebuar kursi dan duduk dihadapan ranjang Clara.

Menatapi muka pucat adiknya yg sedang tertidur pulas.
Ia menggenggam tangan kecil dan dingin itu. Dgn sesekali membelai rambut adiknya.

"Kakak kangen ajak jalan jalan kamu Vel. Kakak kangen dibuatin bekal sama kamu. Kakak kangen karena kamu nggak ada dirumah Vel." Batin nya dgn membelai rambut adiknya tersebut.

"Tetap bertahan Vel. Kamu kuat. Kamu bisa sembuh."

"Kakak tau hari ini kamu sedih banget. Walau kamu nggak pernah bilang. Kakak tau, Kamu kangen sama Nathaniel kan? Mungkin Nathaniel bisa membantumu sembuh. Tapi sayang, sebagai kakak aku sudah terlanjur janji padamu. Untuk tak memberitahu apapun tentangmu pada Nat."

Kemudian Devano bangkit mengambil sebuket mawar tadi. Lalu menatanya rapi kedalam Vas bunga diatas Nakas.

Setelah itu ia kembali duduk di sofa dan memutuskan untuk membiarkan adiknya tertidur lelap. Sedangkan ia akan mengerjakan tugas sekolahnya.

***

Disisi lain,

Sharelicya sedang bingung dikamarnya. Lantaran harus menelpon Devano, atau tidak.

"Telpon nggak ya? Kalo nggak diangkat gimana?"

"Ah Bodo, diangkat atau nggak urusan belakangan. Intinya kan aku udah coba. Toh, juga cuma buat ngucapin Terima kasih Doang."

Akhirnya ia memutuskan untuk menelpon Devano.

***

Devano yang sedang belajar awalnya tak mengerti, karena Ponsel nya di Mode Hening. Agar tidak menimbulkan suara yang mungkin bisa membuat Adiknya terbangun.

"Nih siapa juga. Telpon berulang ulang. Ganggu aja. Nomor nggak dikenal juga. Ah Bodo, Cuekin aja. Paling juga salah sambung." Batin Devano.

***

Sedangkan Sharel sangat kesal karena ia sudah berusaha berulang kali untuk menelpon Devano namun hingga kini belum juga diangkat.

"Yah kok nggak diangkat. Nih anak kok nggak pedulian banget sih. Nyeselin deh.
Coba terus aja sampe diangkat. Lagian cuma tinggal angkat aja apa susahnya sih?
Punya tangan nggak bersyukur." Umpat Sharel kesal.

SHEVANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang