Misi 2: Perjalanan menuju Benua Lawan

16 1 0
                                    

7 jam berlalu dari perjalananku, aku sudah dapat melihat pagar tinggi menjulang dengan tegangan listrik tinggi siap menyambut kami dan itu artinya sebentar lagi Aku akan tiba ke perbatasan Timur.

Perbatasan Timur memiliki jarak yang paling dekat dari perbatasan Utara, ya meskipun jaraknya hingga sampai beberapa ratus kilometer dari camp sementara perbatasan utara. Petinggi mengatakan Tak mungkin bagiku untuk melewati perbatasan Utara yang berada di dalam hiruk pikuk peperangan besar, itulah kata orang penjemputku.

Awalnya, aku berfikir kami akan menyeludup masuk paksa karena akan melewati perbatasan yang bisa di bilang cukup Tenang. Perbatasan Tenang diartikan sebagai perbatasan tanpa peperangan, dan umumnya penjagaan di perbatasan itu akan sangat ketat di bandingkan dengan perbatasan Siaga, perbatasan dengan peperangan.

Aku memang sudah tak memakai seragamku lagi, akan tetapi prajurit penjemputku masih menggunakan seragam lengkap dari benuaku, dan meskipun begitu yang hebatnya tak ada satupun prajurit penjaga menghadang kami.

Aku mencoba menggapai tas barang bawaan yang ku bawa dari Camp, letaknya berada tak jauh dari tempatku duduk kemudian mengambil dan membuka surat perintah yang di berikan padaku di Camp Sementara. aku membaca surat ini sekali lagi dan isinya memang hanya bertuliskan tentang apa yang harus aku kerjakan dan hanya itu, tak ada informasi mengenai keadaan ini.

Beberapa menit kemudian mobil yang aku tumpangi berhenti, aku telah tiba di perbatasan timur Benua AfyordGran pada malam hari. Aku melangkahkan kaki mengikuti orang-orang yang mengantarku, aku melihat dinding kawat yang memiliki tegangan listrik tinggi berdiri kokoh membatasi Benua AfyordGran dengan Armarkus, Benuaku yang menurutku dari pada di sebut perbatasan antar benua pagar itu lebih cocok disebut sebagai perbatasan binatang buas.

Dua puluh menit kami menempuh perjalanan kaki mengikuti arah timur pagar, aku melihat sesosok pria di bawah lampu pintu keluar masuk perbatasan berdiri menghadap ke arah kami, semakin dekat dan semakin jelas aku jadi semakin yakin bahwa pria itu adalah pria yang aku kenali "Marteen" Ucapku pelan.

Aku melihat sekeliling ketika jarakku dengan gerbang hanya tinggal beberapa meter, aku melihat penjaga gerbang Afyord tampak tak memperdulikan prajurit pengantarku yang mengenakan seragam Benua Armarkus. 'Musuh dalam selimut?' Batinku menyeringai.

Aku mendekati Marteen yang berada di bawah lampu itu, Marteen Broch menatapku dengan pandangan penuh hawa nafsu yang sudah lama menggangguku. Entah apa yang diinginkannya dariku.

Marteen memiliki rambut putih, tubuh yang sangat maskulin dan kekar serta wajah yang tegas, ia kini menggunakan pakaian kemeja liris merah yang kancingnya sepertinya sengaja di buka beberapa sehingga memperlihatkan dadanya yang bidang. Ia juga menggunakan rompi hitam serta menggunakan celana bahan. Sepatu pantofel yang menjadi ciri khasnya serta Pistol Caliber kesayangannya yang tak pernah sekalipun aku lihat lepas dari pinggulnya.

Di militer, Marteen adalah seorang ahli dalam menggunakan Belati dan senjata api, ia memiliki kemampuan bertarung yang luar biasa hebat meskipun dalam pertarungan tangan kosong sekalipun. Dan atas bakatnya itu, Marteen mendapat julukan God Hand dalam Dunia militer Benua Armarkus. Karena kemampuannya itu juga, Marteenpun di pekerjakan ayahku sebagai tangan kanannya.

Ketika aku berada di depannya, Marteen menyugihkan senyum liciknya kemudian menjulurkan lengannya kearahku "Selamat datang nona Duitch, apa kau siap untuk misi hebat mu?" Tanya Marteen dengan senyuman licik yang masih terlihat jelas diwajahnya.

Aku menepis uluran tangannya, kemudian menatap matanya "Cukup basa basinya, bagaimana dengan misiku?" Ucapku masih menatap Marteen tajam.

Marteen mengambil lengannya lagi kemudian tertawa kecil "Ada apa nona cantik? Apa kau tak merindukanku dan ingin bersenang senang sebentar? Bagaimana dengan beberapa Anggur mahal sebelum kau pergi?" Ucapnya sambil mencoba membelai pipiku dan tentu saja aku menepisnya lengannya lagi dan kali ini lebih keras. "Ah nona, jangan menjadi kasar kepada ajudanmu ini." Sambungnya kemudian sambil menatapku dengan tatapan nafsunya yang membuatku semakin ingin melempar belatih ke wajahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A (War)ning about RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang