CHAPTER 2

8 1 1
                                    

MAAF KAN DIRIKU YANG TELEDOR INI😭😭
ENTAH MENGAPA PART 2 NYA BISA HILANG... MAAFKAN ACUUUU. HIKS HIKS
JADI PUBLISH ULANG DEH.. SORRY😔😔😔

Sungguh ini pagi yang sangat menyebalkan.

berniat joging, sembari menikmati udara segar dipagi hari, dengan ekpetasi bisa mengistirahatkan dan meregangkan otot-otot setelah bekerja enam hari full.
berharap semuanya berjalan lancar dihari minggu yang indah ini.

namun ya ya ya mood ku hancur sebelum hariku dimulai.

gara-gara tali sepatu sialan ini.

"sial..."
aku mengupat lagi dan lagi... sungguh menyebalkan.

"Ayolah Ara, jangan hancurkan harimu gara-gara tali sepatu",

aku memberi semangat pada diriku sendiri sembari mengepalkan tangan dengan tatapan semangat yang ber api-api.

"Ayo ayo, genbate Ara, semangat".

Aku sering kali melakukan hal yang seperti sekarang ini kulakukan, menyemangati diriku sendiri, memberi sedikit kesan optimisme  dan ya biasanya berakhir dengan kepalan tangan serta bersorak-sorai kegirangan, tepatnya seperti orang gila, aneh bukan....?
Tapi ya begitulah diriku.

Umur...!

hahaha jangan bicarakan tentang umur.

Aku tau apa yang kalian pikirkan sekarang.
aku sudah tua.
ya memang aku sudah tua.
aku mengakuinya.
tapi tidak dengan dewasa, aku lebih mirip anak-anak ababil usia tujuhbelasan.hehehe

entahla terkadang sikap ku membuat orang-orang terdekatku geleng-gelang kepala.
Mereka sendiri kebingungan kenapa ada mahluk langkah aneh bin ajaib seperti diriku dikehidupan milenia seperti sekarang ini.

mereka sungguh menyayangkan tubuh indah ku tak beruntung jika harus disandingkan dengan sifat kekanak-kanakan yang melekat pada diriku, menurut mereka itu tak adil. Sementara aku, yang empuhnya badan tak memikirkan itu sama sekali.

Beberapa kali diriku mengikat dan membuat simpul pada tali sepatu pink kesayangan ku ini, namun beberapa langkah kaki ku berjalan ia sudah terlepas lagi dan lagi.

"Ya tuhan ayolah, sudah beberapa kali kau lepas hah", "tidak bisakah kau tetap berada dengan ikatan itu".

Aku berdiri dan berkacak pinggang dengan tatapan tak beralih pada sepatu pink ku itu, seolah-olah ia akan menjawab dan mengurangi kekesalan ku. namun tidak, aku hanya berbicara sendiri seperti orang gila.

Dan sudah ku pastikan,  aktifitas berdiskusi dengan sepatu ku ini membuat beberapa pasang mata menatap ke arah ku, tatapan yang tak bisa ku artikan, namun aku yakin mereka sedang membicarakan diriku.

Namun aku tak menyadari ada sepasang mata coklat sendu yang menatapku dari balik pohon pinus yang berada tak jauh dari tempat ku berdiri sekarang.

seseorang dengan tubuh atletis, menggunakan topi hitam yang menutupi seperempat dari bagian wajahnya sedang tersenyum simpul memperhatikan diriku, lebih tepatnya memperhatikan aktifitas gila ku.

" Awas..." Sebuah lengan kekar mencengkram lengan ku dan brukkk. Aku terjerembab. Aku tak tau apa yang terjadi, kejadiannya begitu cepat.

"Bisakah kau bangun nona, tidak kah kau terlalu lama mencari kesempatan untuk memelukku".

Yudha tertawa renyah disertai dengan tatapan jail yang ditujukan kepada ku.

Aku mencibir, memutar bola mata ku menatap yudha jengah.

"Maaf tuan Kapten Bramuyudha Genta, genta.......".

"Ah aku lupa nama panjangmu, Sudahla".

Aku mengibas-ngibaskan tangan didepan mukaku. Aku benar-benar tak ingat dengan nama panjang yudha, siapa suruh punya nama panjang sekali, pasti itu tak akan muat di ljk.

Ah, aku mulai lagi, aku memang seringakli berimajinasi, terkadang dalam situasi yang tidak tepat sama sekali, persis seperti saat ini.

Ehem,

yudha sedikit berdehem, aku tau dia sedikit canggung dengan situasi saat ini. Ok aku akan melanjutkannya, mata ku tak beralih menatap tajam ke arah yudha yang sedari tadi sudah terkikik kikik, entahla aku tak tau apa yang sedang pria ini pikirkan.

"Bagaimana saya bisa bangun tuan, tangan mu itu", aku menunjuk tangannya yang masih melingkar nyaman dipinggang ku. Aku menatap yudha dengan tatapan membunuh yang setengah dibuat-buat.

Tentu saja aku tidak benar-benar marah kepadanya, dia sahabatku. Aku tidak akan marah karena ia memelukku, dan pelukan ini pun tidak terjadi karena disengaja melainkan sebuah insiden.

Ia terperanjat, "ok ok baikla".

Aku bangun yang diikuti dengan yudha, ia langsung duduk disampingku.
aku meringis, merasa sedikit nyeri pada lengan kiriku.

Dan tiba-tiba Tak, aw"

aku mengernyitkan dahi ku atas perlakuan yudha kali ini.
Ih sakit tau, kenapa kau menjitak ku, aku menatap yudha tak terima, aku melayangkan tinjuku.
namun, ya tentu saja, bukan yudha namanya kalau ia tidak bisa menangkap tangan mungilku dengan sangat mudah.

"Berapa kali ku katakan, lihat keadaan sekitar, tidak bisakah kau memperhatikan keselamatan mu.
bagaimana kalaw sepeda tadi menabrakmu, bagaimana kalau kau terluka". Yudha mececarku, dengan penekanan yang diberikan pada setiap katanya, seolah-olah menegaskan maksud dari perkataan itu sendiri.

"Tapi,
tapi siapa suruh jalan nya sempit", jawab ku sekenanya.

"Dan siapa suruh kau mencak-mencak seperti orang gila ditengah jalan, tidak bisahkah kau menepi, setelah itu baru melanjutkan kegiatan gila mu itu tiara".

Yudha memang memanggilku tiara, katanya dia lebih suka tiara daripada harus memanggilku Ara.

Yudha membuang muka, ia tak ingin menatapku, yang menandakan ia tidak sedang bercanda dan ia benar-benar marah kali ini.

"Maaf",

lirih namun kalimat itu sukses keluar dari mulutku, membuat yudha menghembuskan nafas jengah.
dan aku bisa melihat air mukanya sedikit demi sedikit sudah berangsur tenang.

"Baik, jangan ulangi lagi", sembari iya membantuku berdiri.

"Ohoo sebentar".
Aku menjentikkan jari, menatap yudha dengan tatapan curiga.

"Kenapa kau disini, tidak biasanya".

Aku menyikut perut yudha, yang membuatnya melototkan mata indahnya itu menatapku.

"Heii ini taman, tempat umum, semua orang bebas berada di sini".
Yudha menjawabku malas.

"Benarkah".
Aku terus berupaya menggodanya.

Yudha mengambil langkah besar meninggalkan ku.

"yudha, tunggu".

"Sudahla mengaku saja, kau mengikuti ku bukan.."
setengah berteriak aku bicara dengan yudha mengingat sudah sedikit jauh jarak diantara kami, aku terus berusaha mengganggunya.

Aku benar-benar kesal kali ini, karena yang diganggu tak memberikan respon sama sekali.
"Ih dasar yudha. Yudha Tunggu"...

Penantian & PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang