Prolog

23 3 0
                                    

Sambil menunggu nasabah aku beralih dari komputer ke smartphone. Ku buka aplikasi yang selalu membuat ku candu. Ya, apalagi kalau bukan media sosial. Ku sentuh ikon aplikasi yang menggambarkan sebuah kamera dengan gradasi warna ungu,pink, & kuning tersebut.

"hufftt...ngak ada yang menarik!" aku meletakan lagi smartphone milikku.

Hari ini matahari terik sekali. Meskipun aku dalam ruangan rasanya terik itu menembus jendela-jendela kaca di kantorku.

Sudah beberapa hari terakhir aku merasa bosan dengan rutinitas. Tidak ada yang menarik.

Tanganku meraih smartphone, dan membuka lagi sebuah aplikasi berwarna hijau dengan ikon telepon. Aku membuka beberapa chat lama yang membuatku senyum-senyum sendiri ketika membacanya.

"permisi..." aku mendongak oh nasabah

"iya silahkan masuk, ada yang bisa saya bantu pak?" tanyaku

Dan mulailah aku melayani nasabahku itu. Aku bekerja di sebuah perusahaan cabang asuransi. Aku sudah bekerja di sini kurang lebih satu setengah tahun, eh belum sampai juga sih.

Pekerjaanku ini bergelut dengan proyek-proyek pembangunan daerah. Aku cukup menikmati walaupun sebenarnya aku lebih ingin masuk di dunia bisnis. Tapi bukankah pengalaman itu penting?

"baik, karena perusahaan baru saya membutuhkan company profile termasuk surat perijinan dan juga laporan keuangan selama dua tahun terakhir, ya pak."

"oh baik mba nanti saya kirimkan via email."

"oke, nanti dikabarin ya pak."

"baik. Terima kasih mba Melly."

"sama-sama, ada lagi yang bisa saya bantu pak?"

"tidak ada mba, mari.."

Aku hanya membalasnya dengan senyum. Oh tunggu aku lupa memberitahu kalian perkenalkan namaku Melly. Mellysa Ramadhani Sakhri. Sakhri itu di ambil dari nama kakekku sedangkan Ramadhani itu karena yah pasti sudah cukup familier bukan? Ya benar, karena aku lahir di bulan Ramadhan.

Aku anak pertama dari tujuh bersaudara. Waw! Hah serius? Banyak banget! atau Gila! itu beberapa reaksi setiap orang yang menanyakan. Apa kalian juga begitu? Ah sudahlah aku sudah cukup tau.

Menjadi anak pertama dari tujuh bersaudara itu seperti..? Emmm...kalian pernah naik Roaller Coaster yah seperti itu naik turun berputar dan penuh sensasi.

Aku juga sedang melanjutkan pendidikan di sebuah universitas. Beruntung bagiku bisa masuk di universitas ini karena apa? Karena aku bisa bekerja dan tidak perlu takut menggangu kelangsungan kuliahku karena dalam seminggu aku hanya perlu mendatangi dua kali pertemuan. Great! banget bukan.

Lagi karena ayahku itu seorang pedagang kaki lima sekarang, jadi malam hariku juga diisi dengan kesibukan berjualan.

Dari semua kegiatan itu ada satu pertanyaan yang selalu sukses membuatku jengkel. Kalian bisa tebak itu? Yup benar "pacar" entah kenapa kata itu horor sekali di teligaku.

Maaf bukannya aku ngak laku, tapi gini dari semua kesibukan itu mana sempat sih aku memikirkan kata subjek "pacar". Huh... aku selalu kesal dengan kata itu.

Jujur sebagai seorang wanita, aku juga mendambakan seorang pujaan hati. Tapi kalian tahu bukan real life itu tak se indah drama korea yang sering ku tonton.

Banyak sekali tuntutan pada sebuah hubungan. Ketimbang memenuhi tuntutan itu aku lebih ingin menjadi anak berbakti yang bisa membanggakan orang tua.

Usiaku kini sudah menduduki angka 19th. Dan selama itu aku sama sekali belum merasakan yang namanya PACARAN. Salah ngak sih? Bukannya pacaran itu memang dilarang?

Pertanyaanku itu mungkin bagi kalian...

Dasar kuno! Hari gini jomblo! ngak laku lo ya?

Helllooo....harus gitu gue ngikutin omongan kalian hidup ini tuh gue yang jalanin. Jadi tolong cukup aku yang boleh mutusin yang mana yang terbaik buat aku.

***

Gabut banget! ngak tahu kenapa sifat jelekku ini muncul lagi. Cepet bosen, labil, dan gampang marah. Oh iya baru inget kalo aku lagi datang tamu bulanan. Duh bete banget.

"Melly, beliin ibu gula dulu ya di warung depan." pergi ngak ya malesin banget ini keluar rumah. Asli mager parah.

"Mel..." ck ibu mah pemaksaan banget. Aku berjalan keluar kamar dengan malas.

"ini paling harganya sekitar 16 atau 17 ribuan." ibuku memberikan selembar uang 20 ribuan yang ku terima dengan enggan.

Aku meraih jacket di balik pintu dan kunci motor di atas lemari sepatu. Kadang aku tuh kesel, ade banyak kenapa harus aku coba? ya udahlah resiko jadi kakak.Huffftt.

Sesampainya di warung. Aku tak sengaja melihat Iqbal yang sedang mengeluarkan mobil dari halaman rumahnya. Sepertinya dia ada kesibukan di luar.

Iqbal Rafadhani nama yang sangat akrab. Saat tak sengaja pandangan kami bertemu aku jadi salah tingkah. Tapi tidak dengannya. Kalian tahu apa responnya? Dia menjulurkan lidahnya dan membuat kedua bola matanya menjadi berada di titik ujung dekat hidung.

Seketika salting ku hilang dan berupah ingin mengeplak kepalanya. Perlu kalian tahu bahwa Iqbal adalah sosok lelaki pertama yang mampir dihatiku tapi aku tak pernah berani mengungkapkan rasa itu. Dan aku juga tidak tahu mengapa aku bisa tertarik dengan sosok seperti Iqbal.

Iqbal, Iqbal, dan Iqbal. Huh sampai di rumah aku mebanting tubuhku ditempat tidur. Oh tuhan ini sudah lima tahun sesudah kemunculan rasa itu. Tapi kenapa setiap aku melihatnya seperti serpihan rasa itu masih tertinggal. Duh jangan sampai aku mati karena cinta tak terbalas kan ngak lucu!

Okee selama ini aku tahu aku sudah banyak membohongi perasaanku, sehingga mungkin dia bosan dibohongi.

Sebenarnya aku sempat melupakan dia waktu di kelas 3 SMA. Karena waktu itu aku memiliki rasa pada seseorang dari kelas sebelah. Dia bernama Ahmad Riyadi biasa dipanggil Adi.

Aku suka Adi karena dia orang yang gampang. Maksudnya gampang ditebak. Dia lucu dan aku merasa nyaman bila bersamanya. Lain halnya dengan teman sebangku ku yang setiap hari membuatku selalu naik darah. Ia siapa lagi kalau bukan Rizal. Sumpah ya demi apa aku nyesel pernah kagum sama dia waktu awal semester kelas satu.

See. Kalian lihatkan dikehidupanku itu banyak sekali cowok tapi yah begitulah hanya sebatas rasa kagum yang terus tumbuh namun aku pendam dalam, sehingga hanya aku yang boleh tahu.

Aku terlalu takut untuk memulai hubungan PACARAN. Aku takut jika aku memulai hubungan itu. Aku dan orang yang aku kagumi itu jadi memiliki jarak jika kami nanti putus. Atau lebih tepatnya aku ngak siap ditolak.

Entah kenapa walaupun mungkin peluang ditolak itu kecil. Tapi tetap saja aku enggan dengan hubungan pacaran itu. Lalu menurut kalian bagaimana? Apakah aku termasuk pengidap philophobia?

Tbc
15 okt 2018

A.n
Assalamualaikum...
Hello 😀😄
Emm ngomong apa ya...bingung juga 😁😅
Semoga suka aja deh...iya udah gitu aja.

Oh iya inget jangan lupa klik bintang dibawah & comment 😊

Dadah sampai ketemu di next chapter. XOXO 💋💙

PHILOPHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang