Fly #2

285 49 16
                                    

#2.

“Woohyun, apa kau yakin tidak akan menjalankan saran ku?” Ucap seorang dengan jas putih di hadapannya. Woohyun mengangguk yakin, kembali memamerkan senyum khasnya.

“Ne. Untuk apa? Lagi pula, jika sudah takdir ku seperti itu, aku tidak bisa merubah perkataan Tuhan. Urusan ku sudah selesai, aku akan pulang samchon.” Woohyun segera beranjak dari kursinya, meninggalkan ruang kerja adik ayahnya ini. Ayah Woohyun memang seorang dokter di rumah sakit ini. Bahkan dokter yang menangani penyakit yang sama dengan yang di idapnya. Tapi, ayahnya memilih lepas tangan dengan penyakitnya.

“Jika kamu berubah fikiran, Samchon akan segera urus semuanya.” Ucap Nam Jisuk saat Woohyun berada tepat di ambang pintu. Woohyun menoleh, membalikkan badannya dan mengusap wajahnya kasar.

“Aku sudah bilang, aku tidak akan melakukan terapi itu. Aku permisi.” Woohyun membuka kasar pintu ruangan itu. Menyusuri lorong rumah sakit ternama di kota ini yang mulai sepi karna waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam lebih. Decitan sneakers merahnya mengiringi tiap-tiap langkahnya. Dia berhenti melangkah, menghembuskan nafasnya dengan berat. Dadanya kembali sesak, tangannya semakin dingin seakan membeku dan susah di gerakkan. Dia terus berusaha merogoh sakunya. Memencet beberapa digit nomor pada handphonenya.

“Yeol, kau masih di parkirankan? Shh.. A-aku..u..” Woohyun sedikit tersenggal. Seorang dari balik telfon itu langsung menyambar perkataannya. Sungyeol memang mengantarkannya tadi, dan memilih menunggu di area parkir.

Woohyun ah? Gwaenchana? Aku akan kesana  sekarang. Tunggu sebentar.” Sungyeol.





***






“Kau memang kepala batu Hyun. Harusnya tadi malam kau tinggal di rumah sakit saja.”

Woohyun baru saja membuka matanya kira-kira dua menit yang lalu. Sungyeol yang sudah lengkap dengan seragam sekolahnya malah menyambutnya dengan kata kata yang lebih mirip dengan omelan. Woohyun sedikit terkekeh, kemudian membuka selang oksigennya.

“Karang. Yang tidak runtuh tergerus ombak. Haha..” Woohyun sedikit tertawa.

“Kau terlalu sok kuat Hyun. Tidak perlu ngedrama seperti itu, hidup mu sudah terlalu drama.” Sungyeol menalikan tali sepatunya. Semalam, dia menyempatkan untuk pulang kerumah untuk mengambil seragam dan alat sekolahnya dan menginap di rumah Woohyun demi sahabatnya ini.


“Kau mau kemana?” Ucap Sungyeol saat Woohyun mencabut selang infusnya kemudian mengambil plester di nakas hitamnya dan beranjak ke depan lemarinya dengan langkah goyah.

“Sekolah.” Jawab Woohyun singkat.

“Batu memang! Mau mu apa sih?” Sungyeol terlihat menahan emosinya, raut wajahnya sudah berubah menjadi seperti harimau yang siap menerkam siapapun di hadapannya. Sungyeol memang sosok yang emosional, tanpa banyak yang tahu, dibalik sifat choding nya, Sungyeol mempunya sifat yang dingin dan cenderung keras sangat bersambungan dengan sikap emosionalnya.

“Aku? Aku hanya ingin bahagia di sisa waktu ku. Apa itu salah?” Woohyun menarik sebuah handuk dari lemarinya. Kemudian masuk ke dalam kamar mandi di sudut kamarnya. Sementara Sungyeol terus mematung di tempatnya, berusaha mencerna perkataan Woohyun dan mencoba meredam emosinya. Selang beberapa saat, handphonenya berdenting. Sebuah pesan singkat tertera di layar touch screen smartphonenya.


From: Kim Jiyeon

Yeol, ini soal Woohyun.. Dia, menyembunyikan apa dari ku? Aku rasa ada hal besar yang dia sembunyikan dari ku.


FLY [√ COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang