Sekarang aku sedang memandangi kak Tristan yang sedang duduk sambil melamun di samping ragaku dengan tatapan mata begitu sendu. Tangannya secara perlahan mengelus pipiku, hingga aku melihat sebutir air mata jatuh dari sudut matanya.
Ia menangis? Tapi kenapa? Bahkan selama ini ia tidak pernah membelaku di depan ayah dan ibu.
Aku tiba-tiba tersentuh oleh perlakuan lembutnya, sejak dulu aku sangat mengimpikan disayang kakak. Tapi aku juga tak ingin menangis, maka itu aku menengadahkan kepala, pantang bagi seorang Jayden mengeluarkan air mata. Apalagi aku sekarang bukan lah manusia, aku hanya bayangan yang entah kenapa tidak bisa kembali ke tubuhku dan tidak bisa pergi seutuhnya.
Jadi aku ini apa? Hantu gentayangan kah? Aku terlalu ganteng untuk disebut hantu.
Hatiku semakin tergerak saat ia menggenggam tanganku sambil terisak, punggung tanganku diciuminya, sepertinya ada penyesalan di sana.
Tak lama berselang, kini dua orang parubaya juga memasuki kamar itu. Aku mengenalinya, mereka ayah dan ibuku.
Peduli apa mereka? Bukankah ini keinginannya? Atau mereka datang untuk mencabut selang-selang yang melekat oada tubuhku. Tapi aku belum siap, aku belum menemukan adikku dan aku tidak ingin dilempar ke neraka.
Ibu mendekat dan membelai rambutku yang telah memanjang, rambut yang menutupi keningku disibakkannya ke samping telinga.
"Kapan kamu bangun nak? Jangan buat ibu terlalu lama larut dalam penyesalan. Kamu tidak kangen kami semua? Ayo kita mulai semuanya dari awal"
Kalimat itu adalah bisikan dari bibir ibu. Aku tidak tahu kenapa aku bisa mendengarnya padahal jarak kami terlalu jauh. Tapi ada kepalsuan di sana. Ibu tidak tulus dalam ucapannya.
Kini, giliran ayah yang mendekati telingaku, sepertinya akan ikutan berbicara di samping telingaku.
"Hey jagoan ayah... Caramu menghukum ayah terlalu berlebihan, dua tahun menatap tubuhmu yang tidak bergerak membuat dada ayah selalu terasa nyerih. Belum cukupkah semua itu untuk bisa memaafkan ayah? Ayah rindu Jeyden kecil yang selalu merengek di belikan es krim, ayah rindu Jeyden yang selalu menatap ayah penuh amarah saat ayah memarahimu padahal kamu tidak salah, ayah rindu Jeyden yang selalu tersenyum saat ayah memukulnya, ayah rindu menatap mata Jeyden."
Ku lihat ayah menghapus air matanya saat kalimatnya berakhir, air mataku ikutan turun tanpa permisi. Aku tau, aku bisa merasakan bahwa ayah tulus.
Aku benci air mata, aku benci kesedihan, aku benci dikasihani, aku benci semuanya, iya semuanya, termasuk belas kasihan yang kudapat setelah aku dalam kondisi seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Done
FanficBahkan saat di ambang maut pun, aku masih harus berjuang untuk mendapatkan kebahagianku. Berjuang mencari adikku yang sudah lama hilang. Akankah aku berhasil? Atau kah aku akan mati sia-sia dan dilemparkan ke dalam kobaran api neraka.