Bagian 6

4 2 0
                                    

Aku menatap rumah Tasya yang terlihat sepi. Rumah Tasya memang selalu sepi, tapi tak pernah se sepi ini.

"Pada kemana, Sya?" Tanyaku.

"Di rumah bibi mungkin." Aku mengangguk. Entah kenapa, ketika dirinya ke rumah Tasya, rumah nya memang selalu se sepi ini, apa aura kedatangan ku sudah tercium ya? Sampai mereka takut dan mengungsi di tempat lain? Hmm. Lupakan diriku yang lebay ini.

"Eh ada nak Bella, mau nginep kan?" Seorang wanita paruh baya menghampiriku, Nenek Tasya.

"Iya, Nek. Boleh kan?" Tanyaku memastikan.

"Ko nanya nya gitu, ya jelas boleh, makan dulu ya?" Tawar nya.

"Hmmm, kita udah jajan tadi, Nek. Udah kenyang." Nenek Tasya mengangguk dan pamit untuk mencari adik nya Tasya mengingat hari sudah menjelang malam namun adik laki-laki Tasya masih belum pulang juga.

Aku menunggu Tasya yang tadi pamit mandi. Aku merogoh saku rok sekolahku, mengambil Handphone hampir seharian ini aku lupakan. Ternyata ada panggilan tak terjawab dari Ayah nya, ya mau bagaimana lagi kan? Hobi ku selalu lari dari masalah jika sudah menyangkut dengan Ibu. Aku hanya takut tak bisa mengontrol diri dan melukai perasaan Ibu, atau parah nya aku takut membenci Ibu. Handphone ku menyala, menampilkan nama seseorang yang sudah menghibur ku tadi.

"Hallo, Dra. Kenapa?" Serobotku langsung.

"Walaikum salam, Andara. Kebiasaan deh." Aku terkekeh mendengar omelan nya itu.

"Maaf. Assalamualaikum," ulangku.

"Walaikum salam, nah gitu dong. Biasain ah,"

"Iya, Andraku. Kenapa?"

"Ah, iya. Kamu dimana? Nggak pulang ya?"

"Tau darimana?" Tanyaku.

"Tadi Ares kesini, nanyain kamu. Orangtua kamu nyangka nya kamu lagi sama aku, kamu dimana, Dar?"

Aku menghembuskan nafas, lagi dan lagi aku salah mengambil langkah, pasti orang tua nya semakin berpikir negatif tentang Andra.

"Aku di rumah Tasya."

Aku mendengar Andra menghela nafas lega. "Syukur deh kalau kamu di rumah Tasya. Kamu nggak mau pulang, Dar?"

"Aku mau nginep, besok juga libur."

"Dar..."

"Hmmm, kenapa?"

"Kalau aku minta kamu pulang sekarang, kamu mau kan?" Aku terkejut mendengar permintaan dari Andra.

"Dra, kamu tau kan apa yang terjadi di rumah, Ayah bahkan ada di rumah, tapi nggak sedikit pun dia ngelerai aku sama Ibu, kamu tau se kecewa apa aku sama mereka. Dan kalau sekarang aku di suruh berhadapan sama mereka lagi, aku belum sanggup. Kamu tau kan ketakutan aku apa."

"Aku tau. Tapi kamu nggak bisa seenak nya pergi tanpa kabar gini, Ibu kamu nyariin kamu ke Sandra, dia jalan kaki ke rumah Sandra, kamu nggak mikir se khawatir apa mereka? Se kecewa apapun, tolong jangan egois."

"Dra, please aku cuma butuh ketenangan, aku cuma butuh tempat dimana aku nggak di tuntut hanya mengerti mereka, nggak harus mengalah di setiap hari nya."

Aku langsung mematikan telpon, dan mengaktifkan mode pesawat. Aku tak marah pada Andra. Hanya saja untuk saat ini aku tak terlalu menyukai sikap nya yang tidak tegaan itu. Dia pasti merasa tidak tega pada Ibu yang mencari ku dengan berjalan kaki.

"Dar, mandi sana!" Tasya datang dan langsung melemparkan handuk ke arahku, untung aku dengan sigap menangkap handuk itu sebelum handuk itu mendarat tepat di wajahku. Tanpa di suruh dua kali, aku pun langsung bergegas untuk mandi.

❤❤❤❤❤

"Bell, lo nggak mau ngeluh atau apa gitu? Gue siap dengerin kok," aku menoleh ke arah Tasya yang sedang menatap langit-langit kamar.

"Malu lha, ngapain gue harus ngeluh."

"Kenapa?" Tasya kini menatapku.

"Karena setiap gue mau ngeluh, gue malu sama lo. Gue masih punya orang tua lengkap, ngapain gue harus ngeluh?"

"Semua orang berhak buat ngeluh, Bella."

Aku tau, hanya saja ketika aku mulai mengeluhkan segala hal yang menyakitkan, aku selalu berharap semua orang mengerti akan sakitku, memahami setiap hal yang ku lakukan. Dan ketika kenyataan tak sesuai dengan harapanku, aku kembali terluka bukan?

"Sya, gue kaya orang yang kurang bersyukur banget kalau ngeluh di hadapan lo. Meskipun orang tua gue kaya gitu. Tapi gue harus bersyukur kan? Karena gue masih bisa ngelihat mereka, mereka juga nggak setiap hari kaya gitu. Meskipun sekali nya mereka ngelakuin itu, gue masih belum terbiasa. Tapi, ketika gue ngelihat lo, setiap gue ngerasa hidup gue terlalu menyedihkan, rasa nya gue langsung di tampar bolak-balik. Duka gue, nggak sebanding dengan duka yang lo tanggung setiap hari nya,"

"Gue kelihatan menyedihkan, ya?" Tanya Tasya dengan memalingkan wajahnya. Aku langsung memegang tangan nya.

"Bukan. Justru karena lo selalu kelihatan baik-baik aja dengan beban yang lo tanggung selama ini, jadi gue ngerasa malu. Lo orang nguatin gue, Sya. Orang yang selalu buat gue bersyukur."

"Tapi, sesekali lo juga harus ngeluh. Masa gue terus yang ngeluh."

"Gue ngeluh, kalau lo juga ngeluh ko."

"Nggak asik keluhan lo mah, gitu-gitu aja ngeluhin si Andra yang hobi nya naik turun truk mulu, si Angga juga kan sama. Jadi nggak greget keluhan lo tuh."

Hey You... I Miss YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang