Aku menatap Andra dengan sinis, dia datang di tengah curhatan hangat antara aku dengan Tasya. Andra nyengir ketika melihat wajah ku yang seakan siap untuk mengeluarkan sejuta makian kepadanya.
"Apaan sih lo, Dra? Si Bella mau nginep disini. Lo nggak usah maksa dong!" Tasya yang memulai obrolan diantara kami, seolah dia sudah tau maksud dari kedatangan Andra.
"Sori. Tapi beneran kondisi nya nggak bagus buat bocah ini kabur-kaburan."
"Kenapa?" Tanyaku mencoba untuk tenang, di saat seperti aku kesulitan untuk mengontrol amarahku.
"Pulang, Dara." Andra tak menjelaskan apa-apa, dia menatap ku dengan wajah serius.
"Aku tanya ada apa, Andra?"
"Dar, plis kamu harus pulang sekarang!" Andra mencoba untuk menggenggam tangan ku, namun aku menghindarinya. Aku menatap Andra bingung, Andra biasa nya tidak pernah melarangku untuk menginap di rumah Tasya saat suasana rumah sedang tidak nyaman.
"Kenapa sih? Biasa nya lo nggak pernah rewel kalau Bella nginep disini." TanyaTasya.
"Keadaan rumah lagi nggak baik-baik aja. Ayo pulang, Dar." Jawab Andra akhirnya. Tasya menatapku, akhirnya aku pun mengangguk dan berjalan menuju kamar Tasya untuk mengambil barang-barangku. Tasya mengikutiku, dia mengusap bahu ku, memelukku dan berucap, "Lo harus kuat, Bel. Ada adik lo yang harus lo lindungi." Aku mengangguk, meski Andra tak memberitahu keadaaan rumah , tapi aku dan Tasya tau apa yang sedang terjadi di rumah. "Iya, gue pulang ya, Sya. Bilangin ke Nenek kalau gue nggak jadi nginep." Tasya mengangguk, dia ikut mengantarkan ku ke depan.
"Kabarin gue ya," Ucap Tasya saat aku sudah naik motor Andra.
"Iya, gue pulang dulu. Lo masuk rumah aja. Assalamualaikum."
"Walaikumsalam."
*****
Selama perjalanan hanya keningan yang menemani perjalanan kami, aku tak tau apa yang terjadi pada Andra, biasa nya di saat seperti ini saat kami sedang bersama Andra selalu mengatakan banyak hal yang bisa menguatkan aku.
"Dra," Panggilku, aku mulai muak dengan keheningan ini. Perjalanan bersama Andra yang biasa nya aku nikmati, kini menjadi hal yang ingin segera aku akhiri.
"Kenapa, Dara?" Andra menoleh sambil tersenyum.
"Kenapa diam aja?"
"Dara lagi kesel, takut tambah kesel kalau Andra ngomong."
"Ya bujuk lah, biar nggak kesel lagi." Aku menepuk bahu Andra refleks.
"Tapi aku bukan ulat yang suka bujuk," Jawab Andra lesu.
"Apa urusan nya?" Tanyaku bingung.
"Maksud kamu yang gini kan bujuk...bujuk...bujuk."
Refleks aku memukul bahu Andra lagi ketika tahu maksud Andra, "Itu pucuk, Andra!" Ujarku.
Andra terkekeh, " Oh, salah ya?" Tanya nya dengan polos.
"Ya salah lah."
"Ya mangap, Dar."
"Maaf, Andra!" Koreksiku.
"Iya ngga apa-apa, Dar." Sahut Andra. Mataku membulat, mulutku sedikit membuka, di buat terkejut sampai terheran-heran.
"Ih Andra, ngapain jawab nya kaya gitu? Kan aku yang harus nya ngomong gitu," Sahutku setengah berteriak.
"Lah terus kamu ngapain minta maaf, Dar?"
"Siapa yang minta maaf? Aku tuh ngoreksi ucapan kamu yang harus nya bilang maaf, malah bilang mangap."
"Oh, beda ya?" Tanya Andra dia menoleh ke belakang, menunjukkan raut wajah polos nya.
"Ya beda lah. Beda jauh, Andra."
"Jangan jauh-jauh dong, Dar. Nanti aku kepikiran."
Aku menggeplak bahu Andra cukup keras, dia malah tertawa, tawa nya renyah sekali, membuat siapapun yang mendengar nya pasti akan ikutan tertawa. Iya, termasuk aku.
*****
Andra menepikan motor tepat di depan rumah ku, dia membantu ku melepaskan helm. Setelah itu, dia menggenggam tanganku, dia tersenyum, aku pun membalas senyum nya,
"Apapun yang ada di dalam di rumah, kamu harus kuat, jangan sama keras kepala nya, kamu harus tetap jadi obat penenang, jangan pendam rasa sakit kamu lagi, aku nggak suka. Jangan sampai benci orang tua kamu, kalau ada apa-apa langsung hubungin siapapun, di jam berapapun aku usahain ada buat kamu." Andra mengelus kepala ku, aku mengangguk dan mencoba menahan air mata ku, alasan ku tidak mau pulang itu ya karena aku serapuh ini, aku terlalu banyak menggunakan perasaan, sampai aku tidak bisa menganggap semua nya angin lalu, yang tak perlu aku pikirkan.
"Kamu kuat, aku yakin itu." Andra kembali menguatkan,
"Makasih ya, Dra. Kamu bukan sekedar penenang. Kamu juga selalu berusaha buat tetap tenang, meskipun aku sering banget buat kamu gila."
"Itu guna nya pasangan kan? Kalau aku ikut-ikutan gila, nanti kita sama-sama gila, aku nggak mau itu. Masuk gih, aku pulang ya?" andra pamit pulang dan mengatakan agar aku harus tetap tenang. Aku menarik nafas, mencoba menahan sesak dalam dada. Mengsugestikan bahwa aku bukan wanita lemah, aku kuat. Aku tidak akan menangis.
Memberanikan diri membuka pintu rumah, hal yang pertama kali aku lihat, adik ku yang menangis dengan tangan menutup telinga nya.
Hatiku mencelos seketika, bagaimana bisa aku mengatakan kalau orang tua ku egois, sedangkan aku juga begitu egois, hanya melarikan diri sendirian, melupakan adik ku yang masih kecil yang tak tau harus berbuat apa ketika situasi ini muncul kembali. Aku langsung berlari ke arahnya, memelukknya dan meminta maaf.
"Kaka, jangan pergi lagi." Ucap adikku lirih, aku mengangguk dan mempererat pelukan, mengecup kepalanya dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja.
PLAK!
"KAKA!"
****
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey You... I Miss You
Teen FictionDalam diamku ini aku mempunyai seberkas angan untuk mendapatkan tatapan itu kembali. Tatapan yang membuat jantung ini tak berirama. Tatapan yang membuat waktu tak rela untuk menunggu. Saat ini rinduku hanya berharap balas dari dirimu. Hey you... i...