and who i've been is with you on these beaches
your venice bitch, your die-hard, your weakness
maybe i could save you from your sins [ultraviolence]Mencium aromanya dari kejauhan sebelum dia datang, aku sungguh merasa terselamatkan.
Dan kehadirannya yang begitu nyata nyaris menarik rongga dadaku keluar tak percaya. Senyumku langsung tersungging haru, memeluk situasi dan tahu lagi kalau pria-ku tampan sekali malam ini. "Aku kemari untuk menemuimu."
Garis yang menunjukkan kalau dia tak suka lalu muncul di seluruh area wajahnya. Bahkan, bahunya kelihatan mengeras seolah siap memukulku saat ini juga.
"Bagaimana bisa?!" keluhnya langsung. Sambil membanting ransel yang berada dalam genggaman tangannya, Taehyung lalu duduk dengan membuat kursi harus menjerit menyakiti telingaku. "Merayunya?"
Pada detik itu. Pengandaian yang kubayangkan ternyata tak memiliki ketepatan yang sama. Pelurunya melesat ke tempat yang tak kujangkau, dan aku lalu berakhir mendapatkan bom yang meledak pada tanganku. "Kau tidak tahu aku, atau aku yang tidak tahu dirimu?"
"Pulanglah." jelasnya, menendang ke meja dengan keras. Ketika tangannya hendak memukul ke bagian pundakku, dia berhenti dan mendesis, "Sial!"
"Apa yang membuatmu mengurungkan pukulanmu itu?"
"Perjanjiannya adalah kau tak boleh kusentuh, atau kupukul sekali pun."
Sekelebat aku dilanda sakit lagi pada bagian hatiku, ringisannya sampai menendang ke tempurung kepala yang seakan lepas dan otakku terbawa keluar; terbang bersama angin.
Namun, ketika melihat bagian yang memancar dari mata Taehyung, aku tahu kalau dia adalah hidupku. Udara yang kutemui, dan napas terakhir yang kuhembus.
Pilihanku adalah langsung menunduk menyaksikan kedua ibu jemariku yang saling beradu bergetar gugup. "Aku akan pulang kalau kau minta. Tapi," Kupaksa diriku untuk menghadapi kemungkinan buruk untuk mendapatkan yang lebih baik.
Setelah menarik napas, kemudian kulanjutkan ucapan menggantungku. "Aku mau tahu apa yang kaulakukan di sini. Entah itu pekerjaanmu, kehidupanmu, dan mungkin... wanita?"
Sebelum suara dari tenggorokannya yang kudengar, telingaku menerima jenis benturan keras benda yang cukup berat ke atas meja. Refleks, aku menoleh ke sana. "Kurasa dengan menengoknya sebentar, kau akan tahu apa jawabannya."
Aku menyipitkan mata kala Taehyung-ku menyimpan kedua tangannya tepat di pinggang, namun arah pandangnya ke lain tempat.
Lalu kutarik ranselnya, dan melihat apa yang terisi di dalamnya.
Sebuah kotak misterius yang dilapisi kertas dan dilindungi oleh perekat plastik, dan di bagian atas terdapat coretan spidol yang terlihat asal.
Ketika aku cuma berhenti berpikir, dan tak mau ambil pusing. Pada saat yang sama setelah aku memutuskan hal tersebut, aku mendengar ilham turun ke telingaku. Berbisik, supaya jantungku harus berdetak cepat dan kekhawatiranku hidup. Petunjuknya beriringan satu persatu; berkumpul di hadapanku layaknya benda-benda logam yang ditarik oleh kekuatan magnet tepat di titik tengah. Tidak mungkin!
"I-ini... tidak benar, kan?"
Taehyung cuma menatapku dengan penolakan yang jelas. Seolah mengiyakan ketakutanku, dan membantah pertanyaanku. Terdapat kebuasan di sana, namun kelamnya nyaris sama dengan malam yang tengah berdiri di sampingku sambil lalu melantunkan lagu dari lampu-lampu di seluruh wilayah Florida yang sengaja dinyalakkan sebagai pelengkap.
Ringisan terlihat melewati mataku; melalui celah dari sinar rembulan buat menyayat hatiku yang mempersiapkan diri untuk dibantai seliar-liarnya. "Pulanglah,"
Dari posisi duduk, aku langsung bangkit "Apa yang kau lakukan?!" Dan mendadak marah. Tidak terima. Dan takut dia pergi diringkus polisi; atau berisiko kehilangan dirinya untuk selama-lamanya. "Ayo pulanglah. Uang tidak berarti untukku. Yang kumau hanya dirimu."
Aku refleks mencengkeram tangannya. Menahan segala kemungkinan buruk yang bisa saja menghanyutkan tubuh kami berdua; memisahkan raga kami di benua yang berlainan. Namun, Taehyung mengeraskan rahangnya dan menghempas tanganku.
Sambil kucoba untuk menghirup aroma sakit yang dia salurkan melalui cara matanya menatapku, dia berucap, "Tapi uang adalah segalanya bagiku. Bukan diriku, kepentinganku, apalagi dirimu."
***
Florida hijau di mataku. Dan kuning di pikiranku. Namun, sebetulnya begitu biru dan juga sendu.
Aku dengan keringat yang menguasai seluruh tubuhku, terduduk di teras depan. Menghadap ke matahari yang memancar sempurna seakan dirinya merupakan dewa yang tak kenal lelah. Yang pada akhirnya, kekuatan sebesar itu tetap bisa tumbang oleh kelembutan rembulan yang memukau.
Kata Taehyung, aku adalah racunnya. Bukan sebagian gula pada mulutnya. Meskipun, begitu, aku masih tetap memercayai kenyataan tentang nilaiku yang teramat besar dalam separuh hidupnya. Aku tetaplah satu-satunya penyelamatnya.
"Berdirilah," Tuan Min memintaku untuk bangkit.
Meskipun aku takut padanya, dan mau sekali kabur darinya, aku harus tetap bertahan karena Taehyung yang memintaku.
Penampakan dari tubuh gempal dan menggelikan itu sering kali membuatku ingin menjerit; kalau perlu terjun dari balkon tak peduli harus mendarat seperti apa dan ke mana.
"Luka-lukamu sudah sembuh, kan?"
Aku mengamatinya dengan baik. Meneguk ludah, sebisa mungkin, dan bernapas. "Aku mendengarmu. Tapi tidak semua lukanya pudar dengan cepat." Padahal aku belum pernah mencoba untuk berusaha menghilangkannya, sebab itu adalah salah satu kenangan termanis yang sempat Taehyung beri untukku.
Semalam, bahkan, dia enggan menyentuhku sedikit saja. Kalau tidak aku yang nekat, mungkin saja aku tidak akan pergi meninggalkannya dengan perih hati melalui sebuah kecupan di bibir kami. Dan, aku menyesal telah melakukan itu. Efeknya, aku semakin tidak bisa melupakannya.
Tuan Min melangkah menuju meja kecil untuk menuangkan brendinya ke dalam gelas berisi es yang telah mencair. "Belajarlah buat memudarkannya dengan kosmetik. Bisa, kan?"
"Kalau luka-lukaku ini mengganggumu, kenapa tidak kau mencari wanita lain yang lebih baik daripadaku?"
Tuan Min tertawa menggunakan tenggorokannya, sehingga suara terasa jauh lebih menggema. Itu sedikit menyeramkan bagiku. "Siapa bilang kau akan dihidangkan cuma untukku?"
"Dihidangkan?" Aku mengerutkan kening.
"Kau kubeli dengan harga yang tidak murah. Maka... bukankah aku harus mendapatkan keuntungan dari semua yang telah kukorbankan?"
"Kau... akan menjualku maksudmu?"
"Tidak menjualmu. Menyewakanmu lebih tepatnya." Di antara aku yang mulai gusar serta kacau. Kulihat dia meneguk brendi cepat. "Dan, sesuai kesepakatan dengan pacarmu. Aku hanya akan menyewakanmu kepada setiap wanita lesbian, bukan pria mana pun di pelosok bumi ini."
Taehyung... Kim Taehyung. Kenapa kau melakukan ini semua padaku?
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Better Sick : To Forget
ФанфикLuka masa lalu, hari ini, dan yang akan datang. "Aku terlambat menyadari kalau separuh diriku yang kutemukan dari dirimu ternyata tidaklah tepat."