Pikiran soal surat yang dimiliki Habara memenuhi kepalaku, sehingga begitu sampai di kelas, aku mengambil undangan milik kakak dari tas lalu berlari ke toilet untuk bersembunyi.
Setelah sampai di sana dan menutup pintu toilet, kubuka kedua undangan itu dan membandingkan keduanya. Jika dipikir-pikir, bukankah awalnya surat ini masih bagus? Tidak akan pula pihak kakak, Habara Ueno, atau pihak dalam Mochizuki Chouko bahkan punya niat untuk merusak kertas ini karena tidak ada gunanya juga.
Jika begitu, bagaimana kedua surat ini bisa sampai kusut?
Bel istirahat selesai berbunyi, aku buru-buru menyimpan undangan itu dan keluar dari toilet dengan perlahan. Setidaknya aku punya pegangan sekarang, kalau Habara dan kakakku sama-sama terkait dengan Insiden Kupu-kupu.
Setibanya di kelas, Ketua Kelas berseru padaku, "Dari mana kau, Ayase? Tadi ada orang yang mencarimu."
"Aku dari toilet." Kemudian aku menelengkan kepala karena mendengar kalimat keduanya. "Siapa yang mencariku?"
"Tidak tahu, sepertinya dia sangat tergesa-gesa. Tadi begitu kujawab kalau kau tidak ada, dia langsung berlari entah ke mana."
Siapa memangnya yang sebegitu terburu-burunya ingin bertemu denganku? Kupikir tidak ada. Aku hanya menaikkan bahuku dan tidak memikirkannya lagi.
Kuharap, dia bukan Habara. Itu saja
*****
Aku menghela napas, pelajaran hari ini selesai seperti biasanya. Kurenggangkan tubuhku,setelah itu menata mejaku yang permukaannya begitu berantakan. Aku ingin cepat pulang dan beristirahat.
Brak!
Jantungku meloncat, hingga tanganku yang sedang memegang buku melemparkannya entah ke mana. Mataku melotot pada orang yang menggebrak mejaku keras, sekarang nampak jelas di hadapanku.
"Kupikir kau menemukan sesuatu yang harusnya bukan milikmu ya?"
Gawat, dia yang tadi.
Aku menelan ludah, tanganku turun dari udara dan kusembunyikan di bawah meja. Rokku kuremas kuat, inikah yang namanya Habara dan apakah dia begitu marah kalau undangan itu ada di tanganku?
"A-ano ... apa yang kau maksudkan?"
"Hanya kau yang kutemui hari ini." ujarnya tajam, ia mengetuk-ngetuk mejaku. "Dan hanya kau yang bisa membuatku menjatuhkan barangku, kau harusnya tidak perlu menyembunyikannya."
"Tu-tunggu, biar kutanyakan ini dulu!" Aku menahannya dengan tanganku yang mengisyarakat untuk membuatnya tenang. "Apakah margamu Habara?"
Dia diam cukup lama, lalu mendecih. "Memang kenapa?"
"Jika itu benar, kau pasti tahu soal Insiden Kupu-kupu." kataku mencoba mencari petunjuk. "Jika itu benar lagi, bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?"
"Aku hanya ingin kertas itu kembali padaku, kau tidak perlu ikut campur masalahku."
"Tidak bisa begitu dong! Insiden Kupu-kupu sudah merenggut nyawa kakaku, mana bisa aku bisa peduli?"
Oh tidak, aku kelepasan.
Begitu sadar, aku langsung menutup mulutku sedangkan ekspresi kaget lelaki di depanku tdak seperti yang kubayangkan. Matanya hanya melebar, tangannya yang ada di atas meja tadi meluncur turun dan tidak berada di area terdekatku.
"M-maaf, aku kelepasan."
"Hmph, begitu kah?" Ia duduk di meja sebelah bangku yang kutempati. "Jika kujawab kalau memang aku bermarga Habara dan tahu masalah itu, kau mau tanya apa? Dan berikan kertasku itu sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly Kiss
Mystery / Thriller"Selama kupu-kupu itu masih berkeliaran, yang mendekati bunga tidak akan selamat. " Setelah kehilangan sang kakak, Hanabi mendapatkan benda kenangan dari kakaknya. Karena simbol kupu-kupu yang ada pada benda kenangan di tangan Hanabi, dia terhubung...