Bab 3

41 7 2
                                    

Peter membawa Rena ke ruang penuh berkas, majalah dinding, print, dan peralatan publish lain. Ruang klub ekstrakurikuler Jurnalistik. Peter mendudukan Rena di bangku dan menaruh nampan di pangkuannya. 

"Tunggu di sini, ya." Peter berkata membuat Rena terbangun dari lamunannya. 

Peter keluar ruangan entah ke mana. Rena menatap makanan Peter, kemudian mendengus. Ia menutup matanya sebentar sebelum mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Di taruhnya nampan di kursi sementara ia bangkit, berkeliling melihat-lihat ruangan itu. Rena belum pernah ikut ekstrakurikuler sebelumnya. Melihat ruangan berantakan ini berhasil mengalihkannya dari insiden. Tumpukan majalah sekolah tidak sengaja tersenggol saat Rena lewat. Ia membuka majalah terbitan tahun lalu. Satu judul sajak menarik perhatiannya. Judul sajak itu "Siapa yang Pantas?" ditulis oleh Peter Holder. Rena mengernyitkan dahi karena melihat nama belakang Peter yang sama dengan nama perusahaan Holder.CO.

"Aku harap kamu nggak baca. Itu sangat memalukan hahahaha." Peter tiba-tiba muncul membawa P3K, dua botol Milo, dan handuk kecil.

Rena tersenyum. "Kamu berbakat sekali. Apakah terlambat kalau aku masuk ekstrakurikuler jurnalistik sekarang?"

"Yakin? Kita sudah kelas 12, dan lagi.. memang kamu tertarik?" Peter menarik tangan kanan Rena dan gadis itu mengernyit kesakitan. Ada goresan luka di siku yang tidak bisa dianggap sepele.

"Hmm kan ada kamu yang bisa ajari. Buat sajak? Pantun? Puisi?" Ucap Rena sesekali mengaduh karena lukanya diberi alkohol.

"Baru juga kenal sehari, banyak mau," Peter memberikan handuk kecil pada Rena yang tengah menatapnya sambil berkedip menggoda. Tentu saja Peter tidak bisa tidak tersenyum. "oke, santai. Asal kamu aman dari Billy."

Rena berkacak pinggang tidak terima. "Aku bisa jaga diriku sendiri, please." 

"Jaga diri hanya berdiri mandangin cowok itu. Ngaco. Di keroyok teman sekafetaria mah iya." Peter kembali menarik lengan Rena dan memasang plester.

Detik berikutnya sedikit membuat Peter gelisah karena gadis itu hanya diam saja tanpa menyergah kalimatnya seperti yang sudah-sudah. Ia mendorong kaleng milo dan membuka miliknya sendiri.

"Billy, dia itu siapa sih?" Rena akhirnya bertanya.

"Hmm.. ahli waris yang belum sah dari Holder.CO." Ucap Peter. Pandangannya menerawang, tidak fokus.

"Pemilik sekolah ini?"

Peter mengangguk singkat dan menyesap milonya.

Bel berdering menandakan jam pelajaran selanjutnya dimulai. Peter menaruh nampan yang masuk penuh makanan di atas sembarang meja di kafetaria.

Botol kaleng milo Peter sudah kosong sementara Rena berusaha menghabiskan miliknya sebelum masuk kelas. Tentu, cowok gentleman itu mengantar hingga Rena masuk kelas. Jangan tanya bagaimana siswa lain yang melihat mereka terutama cewek-cewek. Iri.

Putri menunggu di depan kelas Rena saat pulang sekolah. Sungguh, Rena benar-benar akan berkata bahwa ini pertama kalinya ia berjalan bersampingan dengan gadis berperawakan anggun nan cantik seperti Putri. Masih belum bisa terbiasa dengan orang-orang kelas atas yang pasti pergi perawatan di klinik mahal untuk mendapat wajah sebagus itu.

"Aku tahu aku cantik, oke." Putri berhenti berjalan dan menoleh ke arah Rena. Ia tersenyum. Kesan sadis yang ia tunjukkan saat makan siang benar-benar tidak ada di wajahnya. "Ayo, teman sekamar! Aku akan mengantarmu tour dan ke kamar tepat sebelum waktu mandi dan makan malam." Ia melirik jam di tangannya. Saat ini pukul 15.00.

Putri menggandeng tangan Rena. Mereka menuju beberapa kelas rolling, beberapa klub ekstrakurikuler, ruang kepala sekolah, ruang guru, dan tata usaha. Juga jalan menuju asrama perempuan yang seperti istana lengkap dengan satu menara.

"Biasanya sebagian besar dari kami akan ke puncak menara setiap malam. Di sana tempat gosip dan segala macam cerita yang ingin kau dengar berkumpul." Gadis itu menatap menara dengan beberapa jendela terbuka, terlihat tangga spiral memutar ke bawah.

"Tipikal cewek. Kamu harus ajak aku kalau ke atas." 

Putri tertawa dan mengangguk, menarik Rena masuk asrama menuju kamar 255.  Barang-barang Rena sudah ada di dalam, dekat ranjang single jumbo yang belum diberi alas seprai.

"Oh iya, sebaiknya kamu ambil dulu pakaian untuk mandi. Kamu tahu, setelah kegiatan ekstrakurikuler berakhir dan jam bermain habis, biasanya pada rebutan untuk mandi." Putri berkata sambil menaruh tas dan membuka lemari, mengambil beberapa helai baju. "Lalu aku bantu kamu beberes sambil menunggu makan malam."

Benar kata Putri. Ia dan Putri baru saja selesai mandi dan sedang menata baju serta peralatan lain ke lemari yang tersedia, koridor dipenuhi suara teriakan saling berebut siapa yang pertama harus mandi.

Tuk! Tuk! Tuk!

Suara ketukan terdengar. Putri membuka pintu dan terlihat gadis dengan rambut di-highlight putih yang sekelas dengan Renaberdiri di ambang pintu.

"Putri, kamu di cariin. Biasa.."

Putri menghela nafas dan mengangguk. "Thanks, Ghea. Maaf banget kamu jadi repot."

Gadis bernama Ghea itu hanya mengedik bahu, cuek.

"Rena, setelah beberes, langsung ke kafetaria ya. Aku perlu mengurus sesuatu, kita ketemu di sana."

Rena yang masih terduduk di lantai tengah melipat kardus mengangguk sambil tersenyum. Putri menutup pintu di belakangnya. Pikiran Rena penuh pertanyaan ke mana Putri pergi tapi tentu ia harus menghentikan itu karena bukan bagian dari urusannya. Ia ikat rambut dan kembali meneruskan pekerjaannya.

Perjalanan menuju kafetaria cukup menyeramkan jika sendiri karena penerangan hanya ada di jalan setapak menuju kafetaria sementara di samping kanan kiri hanya ada lampu taman dan lampu ruang dari koridor kelas yang temaram. Rena sebisa mungkin berjalan di belakang gerombolan gadis-gadis, masih belum terbiasa dengan lingkungan baru yang seram ini. Di pertigaan jalan, cowok-cowok mulai bermunculan dari arah asrama. 

"Wah, anak baru ini." Pekik salah seorang teman Billy yang tadi pagi Rena lihat. Cowok itu kini sedang menghadangnya bersama beberapa cowok lain. "Kamu anak beasiswa atau gimana sih? Masuk sekolah waktu mendekati lulus lagi! Udah gitu berani banget manggil-manggil Billy tadi." Cowok itu mendorong-dorong bahu Rena hingga ia tersungkur di bebatuan jalan.

Rena menahan geram dan berdiri. Saat berikutnya, ia mengambil ancang-ancang lari memutar keluar dari jalan setapak secepat mungkin masuk ke barisan di kafetaria. Matanya menelusur mencari keberadaan Putri atau Peter di tengah ruangan yang berdesak. Itu Putri!

"Putri! Astaga! Aku dikejar temannya Billy. Entah apa salahku." Rena mendekat ingin sekali minta tolong, namun niatnya ia urungkan saat melihat Putri yang makan dengan santai di samping Billy. Billy menatapnya tidak suka. 

Billy mengusap ujung mulutnya. Ia baru saja ingin menikmati makan malamnya. Baru satu suap. "Siapa sih, ini orang?" Billy berdiri namun ditahan Putri.

Pada saat bersamaan teman-teman Billy mendekati Rena entah ingin melakukan apa. Sepertinya bukan sesuatu yang bagus. Putri terlihat diam menatap Billy sambil menggeleng pelan. Ia sama sekali tak melihat Rena. 

"Kau!" Billy mencengkeram leher baju Rena. "Hari ini aman kamu, tapi lihat aja lain kali. Jangan sampai ketemu aku atau teman-temanku." Di dorongnya Rena hingga terjatuh, menabrak beberapa anak lain yang lalu lalang membawa nampan. 

Satu.. tidak.. dua nampan jatuh di dekatnya, bahkan ada yang tumpah tepat di kepalanya. 

Putri hanya memalingkan wajah menunduk. Dalam keadaan kotor, Rena berlari keluar kafetaria. Ada perasaan tidak menyenangkan yang ia coba pahami. Sedih, kah?

Haiii!! Bab III ada perubahan nih. Maafkan author jarang update, tapi mengusahakan yang terbaik yaa! Jangan lupa tinggalkan Jejak. Semoga suka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DisorientedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang