Siapa yang menyukai sebuah perceraian? Tidak ada. Semua orang membenci perpisahan. Tidak ada yang bersyukur ketika dia harus berpisah dari pasangannya.
Well, terkecuali jika pasangannya bukan merupakan manusia normal pada umumnya dan sudah melakukan suatu kesalahan besar.
Ten mungkin tidak melakukan kesalahan. Akan tetapi, Ten tidak dapat disamakan dengan manusia normal pada umumnya. Ten berbeda. Ia tidak dapat memperlakukan Jennie sebagaimana seorang suami terhadap istrinya. Ia tidak dapat memberikan nafkah batin terhadap Jennie. Dan ia sadar diri akan hal tersebut.
Karena itu lah, Ten memutuskan untuk mundur bahkan sebelum berperang. Bukan berperang dengan Taeyong, melainkan berperang dengan dirinya sendiri.
Ten menundukkan wajahnya. Ia tidak mampu membalas tatapan Jennie pada sidang perceraian dirinya dengan Jennie. Ia juga tidak mampu untuk menoleh dan melihat bagaimana reaksi yang ditunjukkan oleh keluarga besarnya dan juga keluarga besar Jennie.
Ten tahu bahwa dirinya pasti akan dibenci. Ten tahu bahwa dirinya kini tidak lebih dari sosok pemuda brengsek yang tak hentinya menyakiti sang istri kemudian lebih memilih untuk membiarkan sang istri pergi ketimbang mempertahankan rumah tangganya yang selama ini mati-matian diperjuangkan oleh sang istri.
Selain merasa bersalah kepada Jennie, Ten juga merasa bersalah kepada Chungha. Ten tahu bahwa keluarga besar Jennie dan keluarga besar dirinya menyalahkan Chungha sebagai dalang dibalik runtuhnya mahligai rumah tangga Ten dan Jennie. Ten tidak mengerti mengapa keluarga besarnya dan keluarga besar Jennie dapat menarik kesimpulan seperti itu. Mereka bahkan tidak pernah mengetahui kondisi rumah tangga Ten dan Jennie yang sesungguhnya.
Ten bahkan memiliki pikiran yang buruk. Ia berpikir bahwa keluarga besarnya dan keluarga besar Jennie marah atas perceraiannya dengan Jennie bukan karena tidak ingin melihat Ten dan Jennie tersakiti, melainkan lebih kepada perasaan menyesal karena perceraian antara Ten dan Jennie dapat mengganggu hubungan bisnis mereka dan juga merusak citra mereka di masyarakat, mengingat bahwa Ten dan Jennie sama-sama berasal dari keluarga terpandang dan setara dengan kaum bangsawan.
Pernikahan atas dasar bisnis. Pernikahan tanpa cinta. Bukankah seharusnya keluarga besar Ten dan Jennie sudah memiliki firasat bahwa pernikahan kedua insan tersebut tidak akan bertahan lama? Pun jika Ten merupakan pemuda dengan orientasi seksual yang normal. Bukankah sebuah pernikahan tanpa dasar cinta selalu berakhir dengan petaka?
Ten tahu bahwa Jennie tidak juga berhenti menangisi dirinya. Ten tahu karena pemuda itu pun merasakan sakit yang dahsyat seperti Jennie. Ten tahu karena pemuda itu juga merasa perih di relung hatinya. Ten juga menangis, mengurung diri di dalam kamarnya dan enggan makan hingga membuat tubuhnya tampak kurus.
Kedua mata indah Ten kini tampak bengkak dan sayu. Ten tidak bisa tertidur dengan Ten. Benaknya selalu saja melanglang-buana membawa dirinya kepada bayang-bayang sang istri yang sebentar lagi akan terlepas dari genggamannya.
Ten tidak tahu harus bagaimana. Yang dia tahu, mungkin perceraian dapat menyelesaikan segalanya. Bukankah pilihan yang terbaik adalah melepaskan Jennie dari belenggu dirinya yang tidak normal dan membiarkan wanita itu menjalani hidup yang bahagia bersama dengan pemuda yang mencintai dirinya?
Sidang perceraian itu berlangsung selama tiga jam lamanya. Dan sidang itu akan dilanjutkan kepada sidang-sidang berikutnya. Sesungguhnya, seluruh orang yang hadir di sana sama sekali tidak mengerti dengan jalan yang sudah dipilih oleh Ten dan Jennie.
Keduanya tidak membenci satu sama lain tapi lebih memilih untuk berpisah. Bukankah hal tersebut terlihat konyol di mata orang lain?
Tidak cocok. Tidak ada lagi getar-getar cinta. Beribu alasan klise selalu Jennie ungkapkan kala dirinya ditanya mengenai penyebab perceraiannya dengan Ten.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Weddings & A Funeral (Jenyong)
Short StoryWould you stay with the one who doesn't love you back? Or would you have an affair with the one who loves you too much?