Prolog

789 67 16
                                    

Cerita ini update setiap hari sabtu dan selasa.
Silahkan ditunggu ya
.
.
.

9 tahun yang lalu...

"Jangan saya mohon jangan siksa saya", pinta bocah kecil itu seraya mencium kaki lawan bicaranya.

"Hei, hei tenanglah saya tidak menyiksa kamu, saya hanya ingin menyampaikan rasa kasih sayang saya ke kamu", balas pria tersebut sambil meraih tang yang tergeletak disampingnya.

Seulas senyum tercetak pada wajah paruh bayanya, tangan keriput dengan bercak darah menghiasi jari- jemarinya membelai lembut pipi gembul bocah di hadapannya.

"Tolong, jangan siksa saya, lebih baik bunuh saya."

Sudah tak terhitung lagi permintaan bocah itu ia lontarkan, namun pria itu hanya menanggapi dengan kekehan dan candaan, namun berbeda dengan responnya kali ini, pria itu hanya menatap tajam bocah di depannya.

Bulu kuduknya meremang, imajinasi liarnya membayangkan bahwa dirinya akan tewas sebentar lagi.

"Kamu bener ingin saya bunuh."

Tanpa ragu bocah itu mengangguk setuju.

"Baiklah kalau itu permintaanmu."

Sebilah pisau buah yang nampak belum diasah pria itu ambil seraya bersiap melayangkannya ke arah mata bocah itu.

Bocah itu menjerit dan...
...

Alarm ponselnya berdering, membangunkan pemiliknya yang nampak ditimpa mimpi buruk lagi.

Deru nafasnya memburu, peluh membanjiri seluruh permukaan tubuhnya. Pikiranya kacau, mengapa tragedi kelam dimasa lalunya kembali berputar menemani setiap malamnya selama sepekan ini.

Ia mendudukkan tubuhnya seraya mengambil obat penenang di nakas. Tak lama suara ketukan pintu terdengar, menegur pemilik kamar untuk segera mempersilahkan tamunya masuk.

"Dit bukain dong pintunya, gue mau masuk", ucap tamu tersebut dengan sedikit berteriak.

Yap, pemilik kamar ini bernama Aditya Gian Ardhani, ia kerap disapa dengan panggilan Adit, dan tamu yang menggedor pintunya adalah sahabat Adit yang bernama Dicky Putra Edsel.

Adit berdecak sebal ketika karibnya berani mengganggu waktu malamnya. Dengan rasa malas dan gondok menyelubungi hatinya, Adit mempersilahkan Dicky memasukki kamarnya.

"Masuk aja nggak gue kunci", bentak Adit sambil beralih mengambil obatnya.

Dicky memasukki kamar Adit dengan was- was lantaran penerangan kamar Adit padam. Adit yang yang melihat gerak- gerik Dicky hanya terkekeh geli, pasalnya diumurnya yang mulai menginjak kepala 2 Dicky masih saja takut dengan ruangan gelap.

"Ada dibelakang lo tombol lampunya."

"Lo ya, gue nggak tak-", bantah Dicky terpotong.

"Udahlah nggak usah banyak omong, nyalain aja lampunya", ledek Adit.

Lampu menyala, menampakkan dua anak adam yang tengah saling menatap. Mereka bungkam, tak ada sepatah kata pun terlontar dari kedua mulut mereka, seolah mereka tengah bercakap melalui batin mereka.

Dicky mendesah pelan ketika pandangannya beralih ke sebuah botol obat yang ia prediksikan adalah obat penenang.

"Lo masih pakek itu buat ngilangin trauma lo", tebak Dicky to the point. Adit hanya diam seraya menyenderkan kepalanya ke penyangga kasur, pusing itulah yang Adit rasakan setiap Dicky mempertanyakan obat miliknya.

Seketika suasana kamar menjadi hening, Adit dan Dicky diam dengan pikirannya masing- masing, sampai akhirnya Adit memutuskan membuka suara untuk memecahkan keheningan ini.

"Gue mau balik ke Indonesia", tutur Adit tanpa melihat lawan bicaranya.

"Lo balik ke Indonesia karna itukan?", tebak Dicky benar. Adit tersentak ketika karibnya mengetahui alasan dirinya kembali ke Indonesia.

"Dari mana lo tau", selidik Adit.

Dicky yang mendengar respon Adit hanya terkekeh geli. Kedua tangannya menepuk pundak Adit, menyadarkan karibnya untuk mengingat siapa seorang Dicky dikehidupan Adit.

"Dit lo lupa ya?, gue ini sahabat lo dari kecil dan sekaligus dokter kejiwaan lo, jadi gue tau alasan kepulangan lo ke tanah kelahiran lo", tutur Dicky lembut.

Adit tertawa renyah ternyata seorang Dicky bisa mengucapkan kata- kata romantis seperti ini.

"Lo boleh pulang ke Indonesia, tapi lo taukan resikonya"

Adit menatap Dicky mantap, membuang segala keraguan yang menyelubungi hatinya, ia akan menerima segala resiko yang ada meski nyawa menjadi taruhannya. Adit telah membulatkan tekadnya untuk menghadapi masalahnya dengan kekuatannya sendiri.

"Gue tau resikonya, dan gue siap hadepinnya.", final Adit.
.


.
.

Halo pemirsa wattpad
Cerita ini saya revisi, karna ada beberapa ide muncul dan harusnya ada dichapter ini.
Dan bagi yang sudah baca cerita ini maaf ya bila berbeda dengan sebelumnya.

Terima kasih atas perhatiannya
Jangan lupa kritik serta saranya...

Vote and command guys..

Next chap?...

My Shiny BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang