Chapter 5

230 18 0
                                    

Ini adalah cerita fiktif, bukan kisah nyata. Cerita ini dibuat bedasarkan khayalan penulis.
.
.
.

Rintik hujan membasahi jalanan. Tetes demi tetesnya yang berjatuhan membuat siapapun berlari kian kesana- kemari mencari tempat berteduh. Dan sama halnya dengan Adit, disaat dirinya sedang asyik bercengkrama dengan Ian di parkiran tiba- tiba hujan mengguyur tempatnya berpijak. Manik matanya menerawang sekitar, mencari tempat yang sekiranya bisa ia gunakan untuk berteduh.

"Yan gue ke depan gedung olahraga dulu ya, keburu hujannya tambah deras.", teriak Adit meninggalkan Ian terlihat mengenakan jas hujannya.

"Iya, hati- hati Dit", balasnya seraya menghidupkan mesin motornya.

Adit berlari menembus hujan, tas ransel yang ia tenteng sengaja ia jadikan payung untuk melindungi dirinya dari serbuan hujan yang tiada habisnya.

Sesampainya di depan gedung olahraga, ia mengibaskan bulir- bulir air hujan yang menempel pada seragamnya, yah meskipun sebagian besar air yang menempel telah diserap oleh seragamnya.

Garis- garis halus melintas di keningnya, alis hitamnya saling bertaut ketika Adit merasakan ponselnya bergetar di balik saku celananya. Ia merogoh ponselnya sarkas, membuka kata sandi miliknya untuk mengecek apa yang sebenarnya terjadi pada ponselnya.

Adit terbelalak kaget mendapati sebuah pesan dari Dicky yang mengatakan bahwa dirinya berhalangan untuk menyusul Adit ke sekolahnya.

From : Dicky
To      : Adit

Sorry Dit, gue nggak bisa jemput lo sekarang, mobil gue tiba- tiba mogok di jalan, kalo lo masih mau nunggu gue juga nggak papa, tapi sekitar jam 7 an gue baru sampai di sekolah lo.

Dilihatnya jam tangan hitam yang melingkar pada pergelangan tangannya menunjukkan pukul 16.00 atau sekitar jam 4 sore.

Adit menggeleng tak percaya, bagaimana bisa dirinya menunggu jemputan dari Dicky selama 3 jam di sekolahnya yang mulai tak ada tanda kehidupan.

Disamping itu derasnya hujan yang semakin lebat dan disertai hembusan angin kencang semakin memperburuk suasana.

Tanpa berpikir panjang Adit menghubungi Dicky. Ia berdecak sebal ketika sambungan telponnya tidak terhubung dengan Dicky. Lantas Adit memilih mengirim pesan melalui via sms ke Dicky.

From : Adit
To      : Dicky

Dic gue pulang sendiri, lagian gue ogah nunggu kelamaan di sekolah ini sendirian. Hati- hati pas lo pulang

Adit menghela nafasnya lega, setelah memberikan informasi tentang keadaannya saat ini.

"Sekarang gue harus pulang", monolognya menyemangati diri.

Adit merogoh isi ranselnya, mencari payung lipat yang biasa ia bawa. Payung kuning dengan motif polkadot hitam di atasnya ia sibakkan. Kilasan senyum terbentuk pada wajahnya, ketika sekelebat memori masa lalunya berputar saat ia membentangkan payung kuningnya.

"Sekarang gimana kabar lo?", tanyanya menghadap ke atas memandangi payung kuning miliknya.

Adit mengalihkan pandangannya ke jalanan yang pasrah diterpa hujan. Manik matanya menyapu sekitar, mencari jalan keluar dari tempatnya saat ini berada. Ia mendapati jalan keluarnya, namun tanpa sengaja ekor matanya menangkap sesosok wanita yang berjalan menembus hujan dengan pakaiannya basah kuyub akibat guyuran hujan.

My Shiny BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang