Kecewa

21 3 4
                                    

2015....

Biippp... Biippp..

Notif dari handphone Nina. Panggilan dari seseorang, terpampang nama Duta disana.
''Halo..'' ucap Nina.
''Aku diluar'' kata Duta. Nina berlari kearah jendela dan mendapati sosok pria tinggi dengan kemeja putih berada dihalaman rumahnya. Pria itu melambai padanya sambil tersenyum.
''Ya ampun, diluarkan dingin, tunggu disitu!'' Nina kemudian mematikan handphonenya dan mengambil blazer oversize miliknya dan berlari menuju pria diluar sana.
''Hai..'' kata Duta dengan suaranya yang sudah menjadi pria dewasa. Dia tersenyum.
''Ini cepat pakai'' Nina memberi blazer hitamnya. Duta menerimanya.
''Makasih,ya'' katanya kemudian mengenakannya. ''Kamu gak ngantuk kan?'' sambungnya.
''Enggak kok''
''Keluar sebentar,yuk''
''Tapi ini udah tengah malem banget,kak'' Nina melihat jam ditangannya menunjukkan pukul 00:45.
''Bentar doang''
''Mau kemana?''
''Rahasia dong''
''Hmm.. Oke bentar ya'' kemudian Nina mengunci pintu rumahnya dan menghampiri Duta kembali. ''Yuk'' katanya.

Mereka berdua pun pergi dengan mengendarai mobil milik Duta. Kurang lebih 10 menit perrjalanan akhirnya mereka tiba ditempat tujuan.
''Ayo'' kata Duta mengagetkan Nina. ''Kita sudah sampai.'' Ucapnya lalu keluar dari mobil diikuti oleh Nina. Duta menghampiri Nina dan menggengam tangannya. ''Tutup matamu"
''buat apa?''
''Udah tutup aja'' Ucap Duta, Nina menurut. Dia memejamkan matanya, Duta mengiringnya sambil menggenggam kedua tangannya. ''sekarang buka'' ucapnya lembut.

Nina membuka matanya perlahan. Mereka berdua berada ditebing gunung dengan besi melintang sebagai pembatasnya, lampu-lampu kota tempat mereka tinggal terlihat dari atas sana.

''Iihh kok bagussss astaga!!!'' kagumnya kemudian Duta memeluknya dari belakang dan membisikinya.
''Kamu suka?'' bisiknya lembut ditelinga Nina.
''Iya'' ucap Nina bahagia.
''Fuuuhh... Gak terasa ya udah 2 tahun'' kata Duta menghela napas.
'' 2 tahun sih masih sebentar,tuh''
''Ya, sebenarnya sih lama di nungguin kamu aja, 5 tahun cuma nunggu jawaban 'ya' atau 'enggak' , mana ada cowok yang sesabar dan kuat kayak aku'' kata Duta mengeluh, Nina tertawa.
''Rencananya sih, aku malah mau ngundur waktu dua tahun lagi buat ngasih jawabannya haha''
''Tega kamu, gak tau gimana nanti kalo aku lamar kamu, mungkin diterimanya 3 tahun kemudian,ya? hahaha''
''Ya tergantung, kalo lamarnya sekarang ya siap-siap lagi nunggu sampai aku selesai study, kira-kira 4 tahun? Oh, kayaknya lanjut S2 deh, nambah lagi 1-2 tahun? Jadi totalnya 7 tahun hahaha''
''Kamu baru lulus study, aku nya udah jadi kakek-kakek. Emang masih mau sama kakek-kakek?''
''Hmm.. Kalo yang jadi kakeknya kak Duta aku mau hihihi''
''Ya udah, nanti kita berdua beruban dan menua bersama,ya haha'' Ucap Duta, mereka berdua tertawa. ''Aku gak sabar makan masakanmu tiap hari, denger kamu ngomel karena anak-anak kelahi mungkin, berbagi cerita sebelum tidur, aku gak sabar.'' Sambungnya sambil memeluk erat Nina. Nina kemudian berbalik dan mrnghadap Duta. Wajahnya samar-samar terlihat oleh lampu jalanan yang redup.
''Terimakasih'' katanya tersenyum haru.
''Eitss, jangan nangis, Sayang. '' Ucap Duta mengusap lembut wajah Nina.
''I'm glad you're a part of my life''
''I am such a lucky man to have you as my future wife. Thank you for always being my best supporter. After all these years, you're still my queen.'' Kata Duta kemudian mencium Nina. Nina terkejut. Itu adalah ciuman pertamanya dengan cinta pertamanya. Dia mengiyakan ciuman itu. Namun, tiba-tiba saja hujan turun deras, mereka pun berlari ke mobil.
''Ya malah hujan'' kata Nina sedih. Duta menatapnya, dia merapikan rambut Nina yang basah karena hujan. Nina menoleh padanya. ''Kenapa kak?'' tanyanya namun Duta hanya diam sambil menatapnya.
''Beberapa waktu lalu, aku mengirim lamaran kerja, dan Puji Tuhan... Aku diterima'' kata Duta.
"Hah? Yang bener?! Yeah! Bagus dong" kata Nina gembira.
''Besok aku udah berangkat.'' pernyataan Duta membuat Nina bingung.
"Berangkat? Tunggu... Maksudnya gimana?"
"Aku diterima, dan ditugaskan di luar kota"
"kamu terima gitu aja?"
"...iya"
Kali ini Nina yang terdiam. Dia memalingkan wajahnya ke arah jendela.
''Aku mau pulang'' katanya, Duta hanya menurut.

Tidak ada obrolan perbincangan sepanjang jalan hingga sesampainya mereka dirumah Nina. Ketika Nina hendak keluar dari mobil, Duta menahan tangan kanannya.

''Setidaknya kamu ngomong sepatah dua patah kata, jangan bikin aku makin berat buat ninggalin kamu'' ucap Duta. Nina berbalik. Matanya merah, pipinya basah.
''Aku ini pacarmu. Hal seperti ini harusnya kita bicarain berdua, bukan diselesaiin sendiri!'' Katanya.
''Nin, aku minta maaf, dari awal juga aku mau nya ngabari kamu dulu tapi..''
''Aku kecewa,Kak.'' Ucap Nina tersenyum, Duta terdiam. Kemudian dia berlalu, Duta terus memperhatikannya hingga ia masuk kedalam rumah.

Mereka berdua kembali kerumah dengan keadaan tidak baik-baik saja. Sesampainya, Nina mengunci pintu kamarnya dan menangis sejadi-jadinya sambil memeluk boneka pemberian Duta saat ulangtahunnya ke-17, tahun lalu. Ia membungkam mulutnya dengan boneka itu agar suara tangisnya tidak terdengar oleh orang rumah.

Begitulah perempuan. Sesedih apapun hatinya, ia akan menyimpannya seorang diri, ia takkan berbagi kesedihan pada orang lain, tapi ada masanya ketika dia sendirian, dia menangis.

Sementara itu, Duta dalam perjalanan menuju rumah tak henti-hentinya menghubungi Nina.

Namun masing-masing kamar kita t'lah menjadi saksi...
Siapa nama yang kita tangisi..
Dan bingkai mana yang kita peluk berulang kali..
Hingga jatuh airmata kedasar..
Hingga menggenang...

Alunan lagu milik Elegi menemani Duta, tanpa disadari airmatanya pun ikut terjatuh. Dihentikannya mobilnya, lalu dia menangis sejadi-jadinya seperti Nina.

''Bukan ini yang aku inginkan" ucapnya dalam hati.

Menikmati Lara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang