2. Hai, World!

347 38 9
                                    

"Woojin.."
"Ya, Ji." Woojin menyahut seraya menoleh pada Jihoon yang berbaring di ranjang besar, samping Woojin.

"Tidakkah kau mempunyai rencana untuk masa depan?"
"Aku punya rencana, tinggal bersamamu seumur hidup." Ucap Woojin.
Jihoon terkekeh.

"Woojin, aku bertanya serius.."
"Kau pikir aku main-main?" Tanya Woojin lagi.
"Ya, kedengarannya seperti itu."
"Aku tidak main-main dengan ucapanku, Ji. Segera, jika penghasilanku sudah mencukupi, aku akan melamarmu."
Jihoon tersipu, wajahnya merona.
Mengapa Woojin bisa mengatakan hal seperti itu tanpa pertimbangan? Pikir Jihoon.

"Woojin, aku..."
"Tidak bisa." Woojin menyela perkataan Jihoon.
Wajah Jihoon mulai berubah sendu.
"Aku sudah kebal dengan penolakanmu, Ji. Memangnya, apa yang membuatmu berpikir bahwa kau tak pantas untukku?" Woojin melanjutkan perkataannya.

Jihoon berpikir.
"Aku hanya... Tidak sempurna." Ucap Jihoon pada akhirnya.
"Ji, kau tahu bahwa semua manusia tidak ada yang sempurna, lalu apa perbedaan mereka denganmu? Apa ini semua karena kau tidak bisa melihat? Itukah alasanmu?" Woojin meruntutkan pertanyaan.

Jihoon tidak menjawab. Ia membalikkan badan nya kesamping dan bersiap untuk tidur.
"Kuanggap itu sebagai jawaban ya darimu, Ji. Jika seperti itu, maka aku akan berusaha keras untuk meyakinkan bahwa kau. Pantas." Woojin sedikit menekankan kata pantas agar Jihoon mengerti poin pembicaraan mereka.

Jihoon masih diam berpura-pura menulikan telinganya, seakan tak mendengar apa yang dikatakan Woojin.

Woojin beranjak dari ranjangnya, berjalan menuju ranjang Jihoon yang berada tepat di sebelahnya. Woojin menaikan selimut Jihoon hingga mencapai batas dadanya.
"Semoga kau mimpi indah, Ji."

Woojin berbalik lagi menuju ranjang nya dan mulai menjemput alam mimpi.

-

"Woojin, bangun.. Ini sudah pagi." Jihoon menggoyangkan tangan Woojin.
Woojin membuka matanya perlahan, mulai menguap sambil meregangkan badannya.

"Mandilah, Woojin.." Titah Jihoon.
Woojin mulai beranjak menuju kamar mandi sementara Jihoon dengan perlahan membereskan ranjang Woojin.

Jihoon sudah bersiap, hari ini mereka akan mengunjungi makam kedua orang tua Jihoon.

Jihoon merasa gugup karena ini kali pertamanya keluar dari flat Woojin setelah kecelakaan 7 bulan lalu.
"Kau sudah siap, Ji?" Tanya Woojin.
Jihoon mengangguk ragu.

Woojin menggenggam tangan Jihoon dan menuntunnya berjalan keluar.

Seketika udara segar menusuk indra penciuman Jihoon.
Jihoon menarik dan menghembuskan nafas. Baiklah, ini akan segera dimulai.

Ada 1 hal yang perlu kalian ketahui, Woojin dan Jihoon tidak pernah terjebak dalam situasi serius seperti bertengkar hebat.
Terkadang mereka berbeda pendapat, terkadang mereka saling kesal, terkadang mereka saling melempar kata makian. Tetapi, keadaan berubah seperti biasa saat keesokan harinya, seperti tidak terjadi apa-apa. Mereka melupakan kejadian malam dan memulai hari dengan saling bercanda.

Seperti saat ini, Woojin mungkin boleh kesal terhadap Jihoon semalam. Tetapi paginya, mereka malah saling melempar senyuman.

"Disini ada tangga, kau bisa turun perlahan." Ucap Woojin masih menggandeng tangan Jihoon.

Jihoon menuruti perkataan Woojin.
Setelah selesai dengan tangga, mereka berpapasan dengan salah satu penghuni flat.
"Woojin.." Sapa tetangganya itu.
"Oh, Guanlin-ssi."
"Ah, perkenalkan ini teman sekamarku, sekaligus calon masa depan ku. Park Jihoon."
Jihoon memukul bahu Woojin pelan, malu dengan yang dikatakan Woojin di hadapan orang asing.

Strawberry PieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang