Woojin dan Jihoon menaiki bis setelahnya. Tangisan Jihoon sudah reda dan sekarang ia agak sedikit mengantuk.
"Bersandarlah di bahuku jika kau mengantuk, Ji." Woojin berucap lalu menggapai kepala Jihoon untuk disandarkan di bahunya.
Jihoon mulai menutup matanya, terasa nyaman sekali bersandar di bahu Woojin.
"Seharusnya aku tidak membawamu ke restoran, maafkan aku.." Woojin berucap sembari mengelus pelan kepala Jihoon.
"Ini bukan salahmu Woojin, aku baik-baik saja selama kau disisiku." Jawab Jihoon.
Woojin tersenyum tulus.
"Jadi, bagaimana kalau besok kau ikut denganku, ke tempat bekerja?" Tanya Woojin.Jihoon sejenak berpikir. Semua yang ia lakukan hari ini adalah bersenang-senang kecuali saat di restoran.
Jihoon agaknya sedikit ketakutan saat mendengar kata restoran."I..itu... " Jawab Jihoon ragu.
"Tenang saja, Ji. Kali ini aku akan memastikan bahwa tidak akan ada lagi yang berani mengejekmu."Jihoon agak ragu, tetapi pada akhirnya menyetujui keinginan Woojin.
Setidaknya, Jihoon memiliki Woojin disisinya, walau dunia tidak memihaknya.
"Pai strawberrymu, Ji." Woojin menyodorkan Pai strawberry yang dibungkus dari restoran tadi.
Jihoon menerima pai strawberry itu dan mulai memakannya.
"Setidaknya, Pai ini enak." Ucap Jihoon.
Woojin menepuk-nepuk kepala Jihoon pelan sembari terkekeh.Jihoon sangat menggemaskan di mata Woojin, sesaat yang lalu ia bersedih karena hinaan dari orang lain, dan sekarang ia sedang tersenyum lebar akibat Pai kesukaannya.
Sesaat yang lalu juga, Jihoon berkata bahwa ia mengantuk, dan lihatlah sekarang, bagaimana bisa matanya terbuka lebar saat memakan Pai itu.Pai strawberry memang bisa membuat mood Jihoon berubah.
-
Mereka turun dari bus dan berjalan ke rumah. Woojin masih dengan setia menuntun Jihoon untuk berjalan.
"Woojin.." Panggil Jihoon.
"Ya, Ji."
"Apa kau tidak malu berjalan dengan orang buta sepertiku?"
"Untuk apa aku malu berjalan dengan lelaki manis nan imut sepertimu."
Wajah Jihoon mulai mengeluarkan semburat merah.Bukan ini maksud Jihoon. Ia bertanya bukan untuk mendapatkan jawaban seperti ini.
"Aku serius, Woojin."
"Aku tidak pernah bercanda dengan kata-kataku, Jihoon."
Jihoon menghela nafas."Kau tak puas dengan jawabanku, Ji? Haruskah aku berkata 'Mana mungkin aku malu berjalan dengan lelaki manis nan imut yang sangat menggemaskan serta manja dan sekaligus seksi.' Begitu, Ji?"
Wajah Jihoon makin memerah dibuatnya."Tolong coret kata seksi, Woojin. Aku sama sekali tidak seksi."
"Kau selalu seksi di mataku, Ji.." Woojin menggoda Jihoon.
"Woojin!" Jihoon memukul bahu Woojin.
"Ah, sakit, Ji!" Woojin pura-pura kesakitan.Jihoon terkejut, pasalnya ia merasa tidak memukul Woojin dengan kencang.
"D..dimana yang sakit, Woojin? Maafkan aku." Tangan Jihoon meraba-raba lengan Woojin.Woojin menggapai tangan Jihoon dan menuntunnya menuju dada sebelah kirinya.
"Disini yang sakit, Ji. Hatiku sakit karena belum mendapatkan balasan cinta darimu."
Wajah Jihoon sudah seperti kepiting rebus saja. Sangat merah.
"Woojin!" Jihoon melepaskan tangannya dari genggaman Woojin.Woojin tertawa dengan keras.
"Eiy, lihatlah wajahmu sangat merah, Ji."
Tangan Jihoon mulai menyentuh pipinya sendiri.
"W..wajahku tidak merah!"
"Haha.. Baiklah-baiklah, Ji."Mereka mulai melanjutkan perjalanan menuju flat kecil mereka.
"Jadi, Ji?" Woojin memulai percakapan lagi, selagi mereka berjalan.
"Ada apa Woojin?"
"Apa secara tidak langsung kau mengakui bahwa kau imut dan manis? Kau hanya mencoret kata seksi bukan?"
"Woojin, sepertinya kau belum kupukul dengan keras hari ini."
Jihoon menyodorkan tangannya untuk mencari keberadaan Woojin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strawberry Pie
Short StorySuatu kejadian membuatku kehilangan segalanya, membuatku harus bergantung pada sahabatku sendiri. Ini membuatku frustasi saat dirinya terus membujukku untuk merasakan betapa indahnya dunia. "Jangan takut, aku selalu disampingmu." -pwj Chamwink fanfi...