TR🦃One

48 7 11
                                    

"kita putus aja,"

Aku mendongak, menatap pacarku tidak percaya. Aku meremas ujung Khimar panjangku yang berwarna senada dengan gamis yang kupakai hari ini. Mataku mulai panas, pikiranku berkecamuk, terus saling melempar argumen yang sama sekali tidak pernah kumengerti.

"Tapi kenapa, Mas?"

Hubungan ini sudah berjalan dua tahun. Tapi kenapa tiba-tiba Mas Fahri memutuskan untuk meninggalkan segala komitmen dan cita-cita yang telah kita rencanakan dari dulu? Aku menunggunya dengan sabar, menerima dengan hati lapang bahwa hubungan yang kujalani ini adalah hubungan yang salah.

Tapi aku tetap bertahan, walau harus nyaris setiap hari mendengar pertanyaan yang sama dari Abi dan Ummi.

Kapan aku dilamar?

Aku selalu menjawabnya dengan senyuman, berkata bahwa tidak lama lagi keluarga Mas Fahri akan datang untuk meminangku, walau sampai hari ini hal itu tidak terjadi -malah hampir tidak akan pernah terjadi.

"Kenapa, Mas? Apa salahku?"

Apakah salahku.. apakah dosaku..
Kau berbuat semaumu, kau tak pedulikan aku..

Inikah janji-janjimu~

Aku mendelik pada seorang pengamen yang tiba-tiba datang dan menyanyikan lagu dangdut. Menyebalkannya, kenapa liriknya harus seperti itu, coba?

Si pengamen pergi begitu saja ketika melihat tatapanku yang tajam. Baguslah, dia tahu bahwa dia datang dengan waktu yang tidak tepat.

Aku memejamkan mata rapat, mengelus dada kemudian beristighfar. Astaghfirullah...

"Kamu gak salah apa-apa sama aku, sayang. Tapi aku gak bisa lanjutin hubungan ini. Aku gak pantes buat cewek baik macem kamu."

Bahkan dia masih memanggilku dengan sebutan manis itu. Untuk apa lagi jika keputusannya tetap tidak berubah? Aku semakin tidak mengerti dengan suasana seperti ini. Tidak ada angin tidak ada hujan, hubungan kita yang selalu baik-baik saja malah kini berada di ujung tanduk.

"Maafin aku, say--"

"Kalo mau putus, ngapain masih memanggilku dengan sebutan itu, Mas?" Aku menyeka pipiku yang basah. Aku bahkan tidak tahu kapan aku mulai menangis?

Mas Fahri diam. Mungkin merasa bersalah karena keputusannya. Sampai detik ini, aku masih berharap Mas Fahri bercanda. Bermaksud mengakhiri hubungan ini dan melamarku secepatnya. Menjadikan aku mantan pacarnya dan menjadi istrinya.

Aku mencintainya. Walau aku tahu itu salah, cinta ini berlabuh pada orang yang salah. Bukan salah cintanya, tapi salah kenapa aku harus mencintai seseorang yang tidak pantas aku cintai? Aku tahu jelas, dia itu tidak halal bahkan untuk sekedar kupikirkan.

Aku melihat dirinya sebagai calon imam yang baik. Dia tidak pernah 'menyentuh'ku secara berlebihan. Dia tidak pernah menuntut apa pun selama kami menjalani hubungan ini. Bagiku, dia adalah sosok lelaki yang baik, yang kukira mampu membimbingku dan menemaniku meraih Syurga-Nya kelak.

Tapi dia tidak bertanggung jawab. Setelah menjalani hubungan terlarang selama kurang lebih dua tahun ini, dia malah angkat tangan dan memutuskan pergi. Padahal dia sudah berjanji akan menjaga komitmen kami, aku dan dia akan menjadi keluarga bahagia nanti.

Tapi semua impian itu kini ... Pupus.

"Bisa kasih aku alesan yang bisa kumengerti, Mas? Biar aku bisa paham dan bisa lebih ikhlas ngelepas kamu sama impian-impian kita." Isakkanku sepertinya semakin keras, sampai tangannya mengusap-usap kepalaku yang tertutup Khimar.

Dia menoleh, menatapku sendu. Tatapan itu terlihat lembut dan penuh penyesalan. "Maaf, Fida. Aku minta maaf. Kamu tahu setiap manusia harus mempertanggungjawabkan apa yang telah mereka perbuat. Dan aku harus melakukan itu sekarang."

Aku mengangkat sebelah alis. Aku menunduk lagi, memikirkan ucapannya yang tidak bisa langsung kumengerti. "Maksud kamu apa?"

Mas Fahri menyatukan telapak tangannya, menyimpannya di depan dada. Dia melakukan isyarat memohon. "Maaf, Fida, maaf. Aku tidak bisa menjaga semua ucapan dan janji-janjiku."

"Aku nggak ngerti, Mas."

"Maaf, tapi kita harus putus. Terimakasih, Fida, sudah mengajarkanku banyak hal. Terimakasih sudah menemaniku dan memaafkan segala kesalahanku selama ini. Terimakasih sudah menjadi sosok impian. Aku menyayangimu."

"Kamu bohong, Mas." Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tangan, bahuku bergetar, aku menangis sejadinya. "Kamu gak sayang aku. Kamu bohongin aku selama ini. Aku benci kamu!"

Mas Fahri menghela napas pelan kemudian mengusap wajahnya gusar. "Maaf Fida. Hubungan kita berakhir sampai disini."

Mas Fahri pergi begitu saja dari sampingku. Bukan pergi untuk kembali lagi, tapi pergi untuk memilih hidupnya tanpa aku. Dia telah memilih menjalani hidup tanpa aku dan impian-impian yang kita rangkai yang sesungguhnya butuh diperjuangkan juga dibuktikan.

Dia ... Pergi.

Ya Allah ...

Astaghfirullah ...

Laa Haula walaa Quwwata Illa Billah...

MasyaAllah, hatiku sungguh sakit...

Mengapa hubunganku berakhir dengan begitu kejam? Aku sadar aku salah ya Allah, aku salah. Tapi harus kah berakhir begini? Haruskah dengan cara seperti ini Engkau menegurku?

Aku salah, ya Allah. Tapi tolong kembalikan dia, kembalikan dia padaku dan gerakkan hatinya agar segera melamarku. Hatiku hancur, dadaku sesak, ada sesuatu yang menghimpit paru-paruku sampai aku kehabisan oksigen.

Ya Robbanaa, beri aku kekuatan. Beri aku kelapangan hati yang luar biasa untuk menerima jalan-Mu. Aku bersalah. Ku akui disini aku yang paling bersalah. Aku telah salah menaruh namanya dihatiku yang seharusnya hanya ada nama-Mu.

Ampuni aku ya Allah...

Aku tersadar, aku menangis di tempat umum yang mengundang banyak tatapan aneh menghujaniku. Aku menghela napas, berusaha menetralkan nyeri yang masih terasa di dalam hatiku. Pelan-pelan aku menyeka air mataku, lalu beranjak pergi.

🦃🦃🦃

Gimana?
Komen ya, kalo ada yang salah dalam penulisannya. Maklum, ini cerita rohani pertama saya. Mau nyoba dulu siapa tahu emang jodohnya hehe.

For next part khusus cerita ini saya Adain challenge.
10 vote for next update. Dan 10 komen di sini yg minta lanjut. Saya kesulitan nulis rohani soalnya. Dgn kaya gini siapa tau saya gak akan unpub lagi.
Dukungan dari kalian sangat diharapkan.

30 Okt 2019

Titik RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang