1. Kisah Sebelum Bertemu

143 2 1
                                    

LINE!

Aku melirik pada notifikasi ponsel di dekatku. Sebuah pesan dengan tanda love sebagai pengakhirnya. Aku tersenyum kecil sebagai tanda bahagia. "I love you too, prince!", jawabku tak bisa menyembunyikan wajah memerah karena malu.

Namanya Kesvin. Aku mengenalnya dari dunia virtual Line, atau sebut saja Role Player. Aku sendiri baru memainkannya selama dua tahun. Beberapa kali berganti pasangan seperti sudah biasa saja menurutku. Yang berbeda adalah Kesvin ini. Biasanya pacar virtualku jarang menghubungi via suara, tapi Kesvin seringkali menelponku sebelum tidur, atau bahkan di pagi hari setelah bangun.

Kau bisa mengetik 'Role Player' di situs internet. Arti singkatnya, Role Player sama seperti memainkan peran. Dunia ini adalah permainan belaka, tapi tidak sedikit yang menggunakan perasaannya saat bermain. Kenapa? Entahlah, masih menjadi misteri.

Sering sekali aku tersenyum di depan ponsel seperti orang tidak waras. Semuanya hanya karena si gila Kesvin itu. Kadang, saat kami benar-benar gabut atau sebut saja tidak ada pekerjaan, kami suka berbincang hal yang tidak masuk akal. Entah itu di ruang chat ataupun telepon.

Dalam dunia virtual ini, perlakuan seperti memeluk, memegang tangan, atau hal lainnya yang biasanya dilakukan oleh orang berpacaran, kami ketikan dengan garis miring. Begini kurang lebihnya, "/peluk badannya/" artinya adalah kita sedang memeluknya. Yah, menyedihkan memang. Sudah tahu semiris itu masih saja banyak yang menggunakan perasaan nyata dalam bermain.

Itu sekilas tentang Role Player, tempatku menemukan pria seperti Kesvin yang mengubah total hidup nyata dan virtualku. Setelahnya, ku perkenalkan diriku. Namaku Adinda Seven. 7 September 2002 kelahiranku, dan sekarang masih kelas 10 SMA. Baru masuk SMA beberapa waktu lalu, ku akui bangga untuk menginjakkan kaki di seragam putih abu.

Orang tuaku adalah kesehatan dan pemilik toko percetakan. Ku akui, bukan orang kaya raya yang cantik dan sombong. Apalagi si miskin yang bertemu dengan pria kaya raya, itu bukan diriku. Pintarku juga tidak sepintar Albert. Cantik standar, dengan tubuh tak sekurus Girl Band Korea.

Aku sempat menyesali diriku suatu hari. Itu karena tak bisa memasuki SMAA favorit di luar kota. Mengharuskanku mengikuti setengah semester di sekolah lokal dan pindah ke SMA luar setelahnya.

Tanganku masih menghitung daftar barang yang akan aku bawa ke luar kota. Aku membereskan sebuah boneka berwajah Hanbin di atas kasur. Boneka itu adalah pemberian Kesvin saat aku ulang tahun awal bulan kemarin. Bunga mawar plastik yang ia kirimkan juga masih tersimpan rapi di atas meja belajar. Tentu saja kecuali surat cinta darinya, yang aku simpan di dompet.

Setelah rapi berkemas, aku berjalan keluar kamar untuk memberi kabar pada Mama. Ia tersenyum kecil sambil membungkus sebuah rendang untuk keluarga yang akan aku tinggali di luar kota nanti.

"Kata temen Mama, kalau rumahnya makin dekat sama sekolah, makin gampang masuknya!" kata Mama tersenyum manis yang tak kalah manis denganku.

"Ya, Adin kan emang udah diterima, Mah." Jawabku mengambil satu daging dari wadah dan memakannya perlahan.

"HUSH! Itu kok dimakan! Buat Pak Hardi nanti!" bentak Mama memukul jemariku pelan.

"Ye, gak nyante tante.." aku mencetus kesal dengan tatapan mencari-cari makanan yang bisa dimakan. Ada tempe goreng rupanya. Ku ambil beberapa buah dan memakannya satu suap.

"Oh, iya, Mah. Pak Hardi itu temen Papa?" tanyaku dengan mulut penuh tempe goreng.

"Iya, rumahnya lumayan deket sama sekolahan. Besok kamu kalau tinggal disana jangan rewel. Kalau makan jangan kayak gini, nih!" tunjuk Mama pada jri-jari nakalku.

From VirtualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang