2. Bertemu Hanbin RP

75 0 0
                                    

            Aku duduk di hadapan pria berkacamata dengan laptop di pangkuannya. Sudah 3 menit ia mendiamkanku seperti ini. Nyaris seperti salah orang. Seperti bukan Kesvin, aku pikir. Ekspektasiku terlalu tinggi rupanya. Ia tidak setampan Reza Darmawangsa. Tapi kulit bening dan jari-jari panjang kurus itu cukup untuk menggambarkan tampannya bagiku.

"Sampai jam berapa tadi? Pesan aku kok gak dibales?" tanyanya meletakkan laptop di atas meja.

"I-iya?"

"Kamu Arsha kan? Anak RP character Irene? Yang pacarnya character Hanbin?" tanyanya karena merasa tidak percaya padaku.

"Iya-iya. Ini aku. Kamu Kesvin kan?" aku tersenyum canggung.

Ia menarik senyum di ujung bibirnya, "Mau pesan apa?"

"Yang murah aja,"
"Kenapa mau beli yang murah kalau bisa beli yang mahal?"

"Soalnya aku bawa uang pas. Tadi buru-buru, ketiduran di jalan. Lupa kasih tau Papa kalau mau berhenti di Ciputra," aku mendengus yang selanjutnya disusul tawa kecil darinya.

"Akhirnya mau ngomong panjang lebar juga.." omong Kesvin tertawa geli.

"Nama aku Dimas. Kamu boleh panggil aku Dimas atau Kesvin, terserah. Sayang juga kane," katanya melepas kacamata dan menjulurkan tangan padaku.

Subhanallah. Kalau lepas kacamata lebih ganteng.

"Adin. Terserah panggil apa aja deh," jawabku menjabat tangannya yang disertai genggaman.

Tak lama setelahnya, ia melepas genggamannya. Dimas atau ku kenal Kesvin itu lalu memanggil seorang pelayan untuk mendekat ke meja kami. Setelahnya ia melihat daftar menu sambil berpikir. "Thai tea jumbo-nya satu ya," pintanya menunjuk gambar minuman di daftar menu.

"Kok satu?" tanyaku.

"Katanya kamu gak ada uang,"

"Ya, tapikan.."

"Iya bercanda. Biar romantis aja. Satu teh, ditunggu."

Dimas mematahkan lehernya ke kanan dan ke kiri lalu membuka lagi laptopnya. Entah apa isinya yang membuat ia sangat suka menatap layar laptop itu. Ia menenggakkan kepalanya, menatapku. "Kamu duduk sini, deh. Sebelah aku," perintahnya yang langsung saja aku lakukan dengan polosnya.

Ia menarik kursiku untuk duduk semakin dekat dengannya. Walaupun yang pacaran tidak hanya aku dan dia, tetap saja aneh rasanya sedekat ini dengan orang yang baru kau temui di dunia nyata.

"Mau aku ramal?" tanyanya mencoba berparodi 'Dilan'.

"Musyrik!" cetusku tertawa kecil.

"Romantis dikit dong, jawab iya atau apa gitu," protesnya memajukan bibir sebagai tanda kesal.

"Iya dah iya, mau."

Ia menarik jemariku. Menggenggam ke sela-selanya dengan erat lalu berkata, "Aku ramal kamu jodohku," sambil meluncurkan senyuman manis ala Jojo. Terasa geli sebenarnya kalau bertemu langsung seperti ini. Manalagi aku orang yang cukup kaku untuk hal semacam ini.

Dimas mencium punggung tanganku dan menarikku jatuh ke pelukannya. Damn. Semuanya seperti mimpi. Usapan pelan di punggungku membuat bulu-bulu kuduk di seluruh tubuh berdiri. Merinding.

"Biasanya hanya pakai garis miring, sekarang bisa merasakan yang nyata-kan?" katanya mulai menenggelamkan wajah di leherku. Baiklah, ku akui semakin lama ini menggelikan. Aku memundurkan badanku. Wajahku pasti sudah seperti apel merah sekarang.

From VirtualTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang