Sehabisnya bubar upacara bendera, aku dan siswa lainnya kembali ke kelas masing-masing. Setelah upacara, jadwalnya adalah olahraga. Sialnya atau beruntungnya, olahraga X IPA 3 mendapat bagian bersama X IPS 7. Sebagian siswa pria mulai memasang wajah jutek karena benci. Apalagi Dimas yang sejak malam itu hingga sekarang jadi banyak mengurangi sesi bicara.
Di kamar mandi, aku dapat mendengar suara ruangan sebelah yang diisi gadis IPS 7 sedang berganti pakaian. "Sumpah deh, ya. Semenjak ulangan tengah semester kemarin, terus diacak jadwal sama kelasnya orang-orang idiot, males banget gue asli. Isinya cuma orang-orang sok kepinteran, padahal di belakang guru BK aja demennya anjing-anjingan." Gibahan seorang wanita dapat aku dengar dengan jelas.
"Iya, tuh. Padahal wali kelasnya Pak Jono. Wajar aja, sih. Wali kelasnya aja kalau ngajar sambil tidur, ya, anaknya mana dia perhatiin. Hahaha," suara wanita lain tertawa lebih kencang.
Aku duduk di atas kloset dengan mengangkat kakiku. Tujuannya tentu agar mereka tidak tahu ada aku disitu.
"Punya lo gede, ya. Hahaha," bisik wanita pertama membuat sok sexy suaranya. Aku menutup mulut lebar-lebar, refleks jijik mendengar perbincangan mereka.
"Anjir lo, hahaha.."
Aku dapat mendengar suara pintu terbuka dan menampilkan bayangan sepatu adidas kw 1000 melangkah melewati pintuku. Aku menelan liurku pelan. Baru mau menurunkan kaki ke lantai, tiba-tiba kedua wanita itu menggedor kencang pintu kamar mandiku. Jantungku berdebar. Aku tidak membayangkan akan seberutal ini.
"WOY! Haha, ada mata-mata ternyata. KELUAR DONG WUJUDNYA! ATAU SETAN? EH, IYA. ANAK IPA 3 MAH EMANG SETAN SEMUA! HAHAHA!" teriaknya dapat aku dengar dengan sangat dekat.
Aku masih diam disana. Padahal aku belum sempat mengganti pakaian, rasanya seperti ingin buang air kecil di rok. Suara air yang dituangkan ke dalam ember, ku dengar perlahan. Dugaanku benar. Kedua wanita itu menuangkan ember penuh berisi air ke tas kepalaku.
"YAAH, KASIAAN! MALU DIA TUH, SAMPAI MUKANYA SENGAJA DITUTUP GITU HAHAHA!" begitu yang mereka katakan sambil keluar dari toilet.
Aku mengangkat kepalaku. Padahal aku sendiri tidak tahu apa masalah mereka, tapi malah aku yang kena perbuatan keji mereka seperti ini. Hatiku rasanya sakit. Aku menahan tangisku dan segera mengganti pakaianku.
Setelah selesai berganti pakaian, aku berjalan ke kelas dengan rambut terurai nan basah. Sebisa mungkin aku menahan isak tangis. Aku bukan anak kecil yang akan menangis hanya karena hal semacam ini. Dan rupanya anak-anak kelas sudah ke lapangan untuk memulai pemanasan.
Aku berlari ke lapangan dengan cepat. Kegiatan pemanasan yang seharusnya bersama malah menjadi berantakan. Apalagi guru olahraganya sedang ke kantor, meninggalkan muridnya yang malah saling sindir menyindir.
Dengan rambut basah seperti ini, tidak ada pilihan lain selain menunduk. Daripada ketahuan kedua gadis tadi, lebih baik aku menutupinya. Walau tetap terlihat aneh di pandangan mereka. Suara langkah seseorang bergerak cepat ke arahku. Kedua tangannya menangkup pipiku dan mengangkatnya tinggi. Oh, Dimas.
"Rambut kamu kenapa basah? Bajunya juga. Kamu habis darimana?" bentaknya membuatku jadi sorotan banyak siswa.
"A-anu, tadi, tuh—"
"Oh! Itu si tukang nguping tadi?" teriak gadis dengan suara yang aku kenal. Sama seperti suara gadis tadi.
Pandanganku mengikuti arah Dimas ikut menatap dengan tajam. Badanku gemetar. Apalagi melihat wajah serius Dimas yang hendak mencari lagi permasalahan di tengah keramaian. Dimas memberikan tawanya, lalu melangkah mendekat pada kedua wanita itu. Dari yang aku lihat, kedua wanita itu juga menjadi cukup takut. Tapi bukan itu masalahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Virtual
Fiksi RemajaVirtual. Banyak diantaranya menyebutnya bagian dari Role Player. Banyak dari mereka yang terjebak dalam dunia kata, saling mencinta tapi tak kenal rupa. Lalu bagaimana ceritanya kalau 'dia' yang kau cintai dalam dunia virtual, dapat secara nyata ber...