Tiga : Jaket

79 10 1
                                    

untuk semua rasa yang sudah diberikan, aku ucapkan terimakasih. walaupun luka yang selalu terukir, setidaknya aku masih berada didekat-Mu.

-Langit-

"pake jaket terus lo, gak pengap apa?"

Baru saja Langit duduk di bangku miliknya, suara Ali sudah mengganggu indera pendengarannya. Mungkin jika dibandingkan dengan teman Langit lainnya, hanya Ali yang sedikit nekat berani mendekat kepada Langit, bukan yang lain tidak berani karena Langit sangar, tapi mereka enggan jika nantinya tak akan mendapat sahutan apapun dari Langit.

"paan sih, ganggu banget lo"

"yee.. udara panas gini lo masih tetep aja pake jaket, mana tadi olahraga juga. Seragam lo kan dah panjang Lang"

"biarin aja sih"

"yaudah deh, gue ke kantin dulu, mumpung belum istirahat juga. Mau nitip gak?"

"gak deh, gue disini aja, pusing."

Tadi pagi memang kelas XII IPS 1 sedang berolahraga, hari ini hari jum'at setelah olahraga tadi pagi kini bel istirahat sudah berbunyi dan kebanyakan siswa langsung menuju kekantin untuk mengisi kekosongan perut. Tapi beda hal nya dengan Langit, setelah menolak ajakan Ali untuk ke kantin tadi, sekarang Langit malah menelusupkan wajahnya diatas meja, Langit sedikit merasa pusing. Tadi pagi, karena bangun agak siang, Langit melewatkan sarapan nya agar tak terlambat jadi beginilah dia sekarang. Bukan Langit tak ingin ke kantin untuk mengisi perut nya juga, tapi Langit sedang dalam keadaan berhemat. Ayah nya masih menghukumnya karena nilai Langit yang turun waktu itu, ditambah lagi Langit sudah tak lagi bekerja, jadi sudah jelas Langit tak lagi miliki uang untuk mengisi dompetnya.

Sedikit terlelap Langit rasakan sampai pada dia merasa bahwa ada rasa dingin yang menyerang pipinya, Langit membuka matanya dan segera melihat wajah Ali yang sedang menahan tawa dengan memegang botol minuman dingin.

"tadi malem gue gak bisa tidur Li, Please jangan ganggu dong.."

"sudah bangun pangeran, mimpi indah gak?" goda Ali

Langit hanya mendengus, dia benar-benar hanya ingin tidur agar tak merasakan lapar dan kantuk yang berlebihan.

"santai dong, nih gue bawa minum sama roti sobek. Kurang apalagi coba gue jadi temen lu. So sweet kan gue." Jawa Ali dengan menunjukkan senyum kebanggannya.

Sebenarnya Langit ingin menolak, tapi sebelum ucapannya keluar Ali sudah memotong nya terlebih dahulu "gausah gengsi deh, gue tau Ayah lu motong uang jajan kan. Dan kata om Daffa lo keluar kerja ya?"

Langit pun mengambil roti dan segera meminum air dingin yang tadi ditempelkan ke pipinya oleh Ali.

"ya gitu deh, lu kan juga tau kenapa alesan gue keluar kerja. Males gue nginget nya."

"ya juga sih. lu sih kenapa juga nilai bisa turun. Kerjaan yang dikasih om berat anget ya?"

"gak lah, om lu baik banget malah."

Ali menjawabnya dengan panjang lebar dan sesekali Langit menanggapinya dengan singkat.

***

Matahari rasanya sedang panas-panas nya hari ini, dan Langit sedang berjalan kaki untuk pulang ke rumah. Lagi-lagi Langit menolak ajakan Ali untuk pulang bersama, Langit hanya merasa tak ingin merepotkan Ali lagi, padahal Ali sama sekali tak merasa direpotkan. Ya begitulah pertemanan, Langit sudah menganggap Ali teman sekarang.

Sembari berjalan Langit hanya sedang merasa, apa salah Langit begitu besar sehingga Ayah menghukumnya seumur hidup seperti ini, Lamunan Langit sepertinya harus terhenti ketika rintik hujan mulai jatuh mengenai wajahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LANGIT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang