Binar?

97 17 0
                                    

Do'aku pagi ini, semoga hingar
bingar dunia tak kuasa
meruntuhkan imanku sekecil
apapun itu.

_Aamin_

Binar menggeliat pelan merentangkan tangannya, berusaha mengumpulkan nyawanya yang masih terpaut dalam mimpi indahnya.

"Jam berapa ya, kok nggak denger bunyi alarm sih?" Ucap Binar seraya menyibakkan selimut tebalnya, mengurai kehangatan yang kian menguap berbaur dengan hawa dingin yang menyeruak.

"Untung nggak kesiangan." Binar yang merasa lega karen ia terjaga tepat sepuluh menit sebelum alarmnya riuh berceloteh .

Binar biasa mensetting alarmnya berbunyi tepat pukul setengah empat namun, karena sudah menjadi kebiasaannya dari beberapa bulan yang lalu ia menjadi terbiasa bangun sebelum alarmnya berdering.

"Mending nggak usah pake alarm. Nyesel banget kebiasaan ini nggak aku lakuin dari dulu. " Ujar Binar pelan.

Dulu, Binar jarang melaksanakan shalat subuh. Namun, karena sekarang ia mulai hijrah telah terbiasa untuk bangun pagi.

Bergegas ia memakai sandal jepitnya melangkahkan kakinya ke arah belakang rumahnya untuk bewudhu.

Hawa dingin kian menyeruak saat bulir-bulir air menyentuh kulitnya. Sedikit bergidik bulu-bulu halus di tangannya menegak pengaruh dinginnya fajar. Binar menyempurnakan wudhunya.

Langkah Binar berderap beradu dengan lantai kayu ketika ia mulai memasuki rumah. Suasana rumah memang masih sepi. Biasanya kakek dan neneknya akan terjaga setelahnya.
Rumah kakek Binar begitu sederhana dengan berlantaikan kayu dan dengan dinding kayu yang dicat coklat tua mengkilap.

Tak jauh beda dengan kamar Binar dengan dinding yang sama dan lantai yang sama pula dilengkapi dengan meja belajar di sudut ruangan, almari minimalis, rak buku mini yang terletak di depan meja belajarnya dan dengan tempat tidur yang haya terdiri dari kasur yang dihamparkan di lantai kayu yang dialasi dengan tikar dari daun pandan. Binar lebih suka tidur tidak menggunakan dipan, karena menurutnya rasanya lebih nyaman.

Binar menggelar sajadah di samping tempat tidurnya, mengenakan mukena putihnya lalu melaksanakan sholat malam. Selepas itu, Binar menyibukkan diri dengan berdzikir selagi menunggu masuk waktu subuh tiba.

Selepas sholat subuh, Binar melangkah ke dapur untuk menanak nasi. Salah jika kalian membayangkan kalau Binar memasak dengan kompor. Binar memasak menggunakan tungku, dengan kayu bakar yang sudah ia kumpulkan bersama kakek dan neneknya.

Binar memang tinggal di desa, sudah menjadi hal biasa dan memang kebanyakan penduduk di desanya memasak menggunakan tungku. Masih sesederhana itu.

Binar menaruh nasi yang sudah matang ke dalam bakul kecil lalu ia hidangkan di meja makan. Binar memang hanya menanak nasi saja karena biasanya yang memasak lauk adalah neneknya. Karena Binar harus bersiap-siap untuk pergi sekolah.

Binar hanya tinggal bertiga dengan kakek dan neneknya. Orangtuanya tengah merantau ke kota untuk bekerja. Namun disana keluarga Binar sudah memiliki rumah. Jadi keluarga Binar sudah menetap disana.

Nenek Binar yang baru saja selesai menyapu rumah dan halaman setelah sholat subuh tadi bergegas memasak lauk untuk sarapan mereka.

Sedangkan kakeknya tengah memberi makan ayam-ayam peliharaannya, selepas sholat subuh berjamaah di surau yang terletak beberapa meter dari rumah mereka.

Saat ini Binar bersekolah di salah satu SMA terdekat dari desanya, yang letaknya sekitar satu setengah kilometer dari rumahnya. Binar saat ini duduk di kelas sebelas.

Jumpa KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang