d u a

12 4 0
                                    

ARVAN POV

Dan di sinilah aku. Di depan Ruang Unit Gawat Darurat Rumah Sakit geonganghan.

Adel benar benar tidak bangun, walaupun aku dan ayahnya berulang kali mengguncang-guncang bahunya. Bahkan ia tetap diam, ketika ibunya berteriak histeris.

Menunggu, yang biasanya merupakan pekerjaan membosankan bagiku, kini rasanya mengerikan.

Seluruh indraku waspada. Setiap mendengar suara pintu dibuka, suara langkah kaki, membuatku spontan terlonjak dari kursi. Aku tidak bisa berpura pura tenang lagi.

Tiba-tiba pintu ruang UGD terbuka. Seorang dokter berdiri disana.Ayah dan ibu Adel terburu-buru menghampiri-nya.

Aku memutuskan untuk tetap duduk. Perasaanku kacau. Tegang. Takut. Panik.

Aku mengamati orang tua Adel yang sedang mendengarkan penjelasan dokter dengan serius.

Semoga kabar baik. Adel tidak apa-apa. Hanya kecapean. Iya kan?

ibu Adel jatuh pingsan di pelukan suami-nya.
Badanku mendadak lemas. Jantungku seperti lepas dari tempatnya.

NARA POV

BRAKKK!

Sial.

Aku menabrak seseorang saat berlari.

"Wah, mbak. Jangan lari lari dong ini Rumah Sakit." seru pria,
"Iya. Maaf... maaf... teman saya masuk Rumah Sakit, jadi saya buru-buru banget ."

Tanpa menunggu respon dari pria tersebut, aku berlari menuju kamar yang disebut Arvan pada chat-nya.

Aku terus berlari menyusuri koridor, melewati pasien-pasien, suster, dokter, dan semua orang yang ada di sana.

**

Aku tidak tahan melihatnya. Adel terbaring di ruangan serba putih itu. Hilang sudah Adel si anak yang ceria, hanya ada tubuh yang terbaring dengan beragam selang tertanam di sekujur tubuhnya.

Aku tidak tahan. Mataku terasa panas. Tenggorokan ku tercekat. Kubekap mulutku rapat-rapat agar tangisku tidak meledak.

"Arvan... " hanya itu yang terlontar dari mulutku.

"Kita ke taman aja yuk.... " ajak Arvan. Aku patuh, mengikuti langkah lebarnya tanpa berkata sepatah kata pun.

**

Aku menunggu pria disampingku berbicara, sejak kita duduk ditaman dia tidak mengeluarkan satu kata pun.
Kuputuskan untuk berbicara duluan.

"Jadi? Adel cuman kecapean doang kan?dia gapapa kan? "

Arvan tidak menjawabku, dia hanya menundukkan kepalanya.

"Van? Jawab gua"

"Adel terkena kanker otak. Pembuluh darah di otak-nya pecah ra... " aku terkesiap.

"Gue nggak tau itu....."
"Gue juga. "
"Entah sampai kapan dia bisa bertahan ra.."

Dadaku semakin sakit

"Please, van, gue gak mau denger itu... Elu kok tega banget sih ngomong kayak gitu"

mendengarnya. Tangisku kembali pecah. Arvan hanya diam mengusap wajahnya dengan frustasi.

"Enggak enggak, gue yakin Adel bisa sembuh, gue yakin Adel bisa ngalahin penyakit dia, gue yakin itu." aku berdiri dan meninggalkan nya, aku sedikit kesal dengannya.

**
ARVAN POV

ini adalah buku harian pertamaku... Pemberian Nara sahabatku. Usiaku 17 tahun hari ini. Aneh juga rasanya menulis buku harian untuk pertama kali..

Itu yang pertama kali kubaca saat membuka buku diary Adel, aku sempat mengambil dan membawanya, sebelum gadis itu kubawa ke Rumah Sakit.

Perasaanku bimbang, antara ingin meneruskan membaca, atau menghentikan dan mengembalikan nya ke kamar Adel.

Kusandarkan punggungku pada tembok. Perasaan ingin tahu kembali menggoda.

Dan kuputuskan untuk membaca kembali, halaman berikutnya.


Ada teman dan sahabat yang menemaniku selalu.

Dan ada dia, yang menjadi alasan untukku untuk datang kesekolah setiap hari.

Namanya,.....

Rasanya seperti ada yang meloncat dalam perutku, nama seorang pria tertulis di buku diary Adel.

Aku mengenalnya,benar benar mengenal pria ini.























TBC ✨

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 24, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My First Love [PJM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang