s a t u

9 4 0
                                    

Busan, Sunday, 23 April 20xx

ADELIA POV

Aku benar benar menunggu hari ini. Akhirnya aku menjadi tunangan seorang pengusaha muda-Arvan Gunadhya.

Tok... Tok... Tok....

"Yaa?" ucapku dengan suara yang cukup keras.

"Del ini aku, Nara," sahut seseorang dari luar.

"Nara?" aku bergumam pelan. "Nara, NARA PANDHITA?!" teriak ku sambil berlari kearah pintu.

Oh, ayolah, baju ini membuat ku sulit bergerak, sungguh.

'Ceklek...'

aku membuka pintu dan seorang gadis memeluk ku sambil berteriak teriak seperti anak kecil yang baru saja pulang dari sekolah.

"Ya, ADEL! Lihatlah tubuhmu! Semakin kurus saja, ada apa ini?" ucapnya sambil mencubiti perut ku.

"Aishh, geli...," aku meringis sambil memegangi tangannya agar berhenti mencubiti perutku.

"Yak! Kemana saja kau?! Kemarin aku mengirimu banyak sekali pesan namun tidak ada satu pun yang dibalas. Jangankan di balas, bahkan dibaca pun tidak," semprotku kesal padanya.

"Oh, itu, handphone ku hilang di kantor. Aku jadi tidak sempat mengabari mu, maaf. Lagi pula, sekarang kita bertemu kan?" dia kembali mencubit perutku.

"Tidak mau tahu, pokoknya aku marah padamu," ucapku sambil mendelik padanya; sedangkan ia menyengir tanpa dosa.

Seorang Nara Pandhita benar benar tidak berubah.

"Adel, turunlah sebentar sayang di sini ada om Leeteuk!"

Itu suara ibu, "baiklah sebentar Bu, aku akan turun!" teriakku sambil memakai high heels yang sungguh tidak nyaman ini, menyebalkan.

"Yak! Tunggu disini sebentar, kalau hilang akan ku bunuh kau," ancamku pada Nara.

"Aishhh, sana pergi!"

Aku hanya tersenyum kemudian berlalu ke bawah.

NARA POV

Ini aneh. Di hari pertunangannya, Adel terlihat tidak nyaman. Padahal, aku berniat menggodanya karena sebentar lagi dia akan menjadi nyonya dari keluarga Gunadhya.

Aku tersenyum mengingat kata-kata Adel sebulan yang lalu.

"Sebenarnya yang mau tunangan itu aku atau dia, sih?"

Ahh, kalau gadis itu bahagia, wajar jika aku ikut bahagia bukan?

Anyway, ini sudah 15 menit. Dipikir-pikir, untuk apa aku berdiam diri di sini seperti tukang rias menunggu pengantin untuk berganti riasan?

Karena bosan, aku turun ke bawah dan mencari sosok sahabatku itu namun nihil.

Aku juga sudah berkeliling di sekitar tamu undangan, tapi tetap saja tidak menemukannya.
Kupikir mungkin ia masih menemui om nya itu. Tapi kini aku melihat om Leeteuk sedang mengobrol dengan seseorang tanpa Adel. Mataku justru tertuju pada seorang pria yang sangat tampan dengan jas hitam nya-tunangan dari sahabat ku.

"Arvan," gumamku sambil menghampiri nya sebelum-

"-Ah, akhirnya ketemu juga...,"
Seorang wanita setengah baya menegur lelaki tersebut membuatku menghentikan langkah dan mengamati dari jauh.

"Aduh, ibu cari kemana-mana. Adel mana? Di acara yang cukup penting seperti ini kalian malah berpencar, heran ibu."
Ibu Adel menghela nafas, berpura-pura kesal.

"Lho? Bukannya tadi ia dengan ibu?" Arvan terlihat kebingungan.

"Tadi dia pamit, ibu pikir gadis itu pergi menemuimu." Lantas Ibu Adel lanjut bertanya, "Jadi? Dimana Adel?"

"Aku tak tahu bu." Ibu Adel menghela nafas kembali.

Wanita paruh baya itu melihat sekeliling dan menemukanku tengah memperhatikan keduanya. Tangannya lantas melambai menyuruhku mendatangi nya.

Tadinya aku sedikit kaget karena terlihat seperti pencuri yang tertangkap basah. Membuatku sedikit malu, tapi juga masa bodoh. Lagi pula, aku tidak sedang melakukan hal yg buruk. Jadi, langsung saja aku menghampiri beliau untuk bersalaman-yang kemudian disambut pelukan hangatnya.

"Sudah lama aku tidak bertemu putri keduaku," ucapnya sambil tertawa di samping telingaku. Ini sedikit geli, sungguh.

Ya, ia mengganggap aku sebagai anak keduanya, mungkin karena dulu aku sering kesini dan menginap beberapa kali.

"Kau tidak bersama Adel? Biasanya jika ada kamu pasti ada Adel juga," tanya-nya.

"Ahh, aku tadi sempat kekamarnya lagi, tapi tidak menemukan gadis itu disana. Jadilah aku turun lagi," jawabku sedikit khawatir.

"Coba kalian berdua cek kamar Ibu ya, siapa tau dia ada disana!"

"Baiklah, kami akan mengecek nya bu."

"Ayok!" ajakku pada lelaki di sampingku yang sudah terlihat khawatir itu.

✨✨✨

AUTHOR POV

"Bukankah sudah lama tidak bertemu Tuan?" perempuan itu berbicara pada sebuah buku miliknya.

"Ini benar benar sudah lama,bodohnya aku masih menunggu mu padahal aku sudah terikat status dengan laki laki lain,bukankah aku wanita tidak tahu di untung?"

"Aku penasaran dengan wajahmu yang sekarang."

"Apakah masih sama dengan yang dulu?"

"Adel bodoh, tentu saja tidak, dia bukan seorang vampir."

Perempuan tersebut terus ber-monolog ria.

"Oh, ayolah Adel, lupakan dia!
Kau sudah punya Arvan."

Drrttt... drrttt...

Sesuatu bergetar disampingnya. Ia menutup buku yang dipegangnya dan mengambil benda berbentuk persegi panjang tersebut.

"Hanya alarm makan saja, aku kira kau meneleponku dan akan mengucapkan selamat," gumamnya sedikit kecewa.

"Hell, Adel itu terlalu drama."

Adel kembali menyimpan handphonenya dan meraih sesuatu di atas nakas.

Tangannya membuka tutup sebuah botol dan mengeluarkan sebutir pil. Pil itu dimasukannya ke dalam mulut kemudian ditelan tanpa bantuan air.

Penglihatan nya mulai kabur, ia memegang kepala yang mulai mati rasa itu, "I-ini benar benar berbeda dari sebelumnya," gumam Adel sebelum tubuhnya terjatuh pada lantai.

'Ceklekkk...'

Arvan dan Nara masuk kekamar tanpa mengetuk pintu.

"Adel, apa kau disi-"
lelaki tersebut menghentikan ucapannya ketika melihat tunangannya tergeletak dilantai.

"Adel!" keduanya menjerit panik sesaat sebelum berlari menghampiri tubuh Adel.

TBC ✨

My First Love [PJM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang