Masih dengan posisi yang sama, Guanlin memeluk erat Jihoon yang berlawanan arah pandang dengannya.
"Apa maksudmu, Guanlin ? Apa kau sedang bertaruh dengan kekasihmu saat ini ? Kalau iya, maka katakan kepadanya bahwa kau menang"
"Tidak Jihoon ! Dia bukan siapa-siapa lagi sekarang, dia tidak lebih dari seorang wanita licik yang terlalu terobsesi kepadaku"
"Tapi dia itu kekasihmu guan, kau yang mengatakannya"
"Maka dengarkan kata-kataku yang ini, Dari awal aku tertarik kepadamu Ji. Hasutan wanita bodoh itu yang membuat egoku tidak sejalan dengan hatiku. Aku bercerita kepadanya tentang ketertarikanku padamu, dan dia terus mengeluarkan kata-kata bohong tentangmu. Dan dengan bodohnya aku mempercayainya. Sampai-sampai aku membohongi perasaanku sendiri..."
Guanlin menceritakan semuanya dari awal sampai akhir, tentang bekal dan rumah sakit juga.
"Apa salahku sebenarnya"
"Bukan kau Ji, bukan kau yang salah. Aku yang bodoh ji aku yang terlalu brengsek. Aku tidak pantas dimaafkan ji aku bod-"
"Guanlin"
Usapan lembut di kepala serta pipi Guanlin menghentikan ucapan pemuda Lai itu yang terus menerus memaki dirinya sendiri. Jihoon dengan senyum lembutnya menuntun Guanlin duduk di kursi Guanlin semula. Menggenggam tangan pria yang ia cintai dan mengusapnya perlahan untuk menenangkan suasana hati Guanlin. Sudah aku bilangkan ? Jihoon tidak akan pernah bisa membenci seorang Lai Guanlin. Setelah tau semuanya, Jihoon mengerti sekarang, ia dan Guanlin korban disini. Layaknya dua boneka yang digerakkan oleh orang jahat.
"Berhenti memaki dirimu sendiri, aku tau posisimu pun korban, lupakanlah apa yang terjadi di masa yang telah berlalu. Dan kau ingin tau sesuatu guan ?"
"Apa itu ji ?"
"Kau terlihat jelek saat bersedih seperti ini. Wajahmu yang biasanya tampan, menguap begitu saja"
"Yak Jihoon !"
"Hahah"
Suasana sendu kini mulai mencair dengan candaan yang berusaha Jihoon ciptakan diantara keduanya.
"Ji"
"Iya ?"
"Apa kau masih men-mmm mencintaiku ?"
"Hmm ? Aku tidak tau"
"Ji. Aku mohon jangan berhenti mencintaiku. Kalau kau sudah tidak ada perasaan kepadaku, lalu bagaimana perasaan ku saat ini ?"
"Aku tidak tau bahwa kau sebenarnya masih kekanakan Guan"
"Biar !"
"Aku..."
"Kau masih mencintaiku kan ? Iya kan ? Aku mohon jawab iya Ji , aku mencintaimu, aku bersungguh-sungguh"
"Aku tidak akan pernah bisa berhenti mencintaimu Guan, seberapa banyak aku merasakan sakit aku tidak pernah bisa membencimu. Untuk melupakanmu pun aku tak sanggup"
"Park Jihoon aku mencintamu, Sangat"
"Me too, Lai Guanlin"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Drama picisan itu kini telah usai, titik terang dan pengakuan telah membukan jalan bagi hubungan mereka. Status "Kekasih" kini telah di sandang keduanya.
Tersenyum sembari menggenggam tangan pasangan, berjalan pulang bersama-sama dengan senyum yang tidak luntur dari bibir sepasang kekasih itu.
"Ji, aku tidak melihatmu di acara kelulusan tadi"
"Aku ingin, tapi aku tidak bisa. Aku harus bekerja Guan, aku tidak ingin membebani orangtuaku lagi. Aku cukup bahagia saat mereka mau menyekolahkanku di sekolah impianku dan bertemu denganmu"
"Park Jihoon"
"Ada apa ? Kenapa berhenti ?"
"Ayo menikah"
"Apa !?"
"Kita sudah sama-sama lulus dan ayahku mempercayaiku untuk memimpin perusahaannya. Aku tidak keberatan kalau harus menghidupi seluruh keluargamu Ji, aku benar-benar ingin membahagiakanmu dan keluargamu Ji. Aku tidak tega melihatmu harus bekerja seperti ini. Biar aku saja yang mencarikanmu nafkah, kau cukup bersantai dirumah dengan anak-anak kita kelak Ji"
"Kau serius ?"
"Demi apapun, aku bersungguh-sungguh sekarang Ji"
"Kalau begitu, Pinang aku didepan orang tuaku Guanlin"
"Baiklah, ayo sekarang kita menemui orangtuamu Ji"
"Ini sudah malam Guanlin"
"Kalau begitu aku akan mengantarmu pulang sekarang dan besok pagi-pagi sekali aku akan menjemputmu"
"Hmh, baiklah"
"Aku mencintaimu Park Jihoon atau Lai Jihoon ?"
"Aku lebih mencintaimu. Dan hei ! Aku masih Park"
"Minggu depan akan berubah Lai"
"Terserahmu saja, Sayang"
Cinta itu pada dasarnya sederhana, yang berat adalah mempertahankannya walaupun cobaan apapun menerpa.
Dan akhir yang indah selalu menghiasi perjuangan seseorang. Tanpa terkecuali...
End.