🍀Seven🍀

3.4K 562 36
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.















🍀🍀🍀








🍀Kegilaan mereka berlangsung hingga pertengahan musim dingin di tahun ketika masa sekolah mereka, yang berarti dalam waktu tiga bulan lagi murid kelas tiga akan segera lulus dan mereka akan berpisah jauh.


Satu lagi fakta yang tak Jaehyun sukai.


Dia akan segera berpisah dengan Doyoung.


Belum lagi Jaehyun harus menggeram menahan cemburu kala melihat Taeyong yang akhir-akhir ini semakin mengekori Doyoung kemanapun lelaki itu pergi. Bahkan beberapa kali dia melihat Taeyong menunggu di depan gerbang sekolah untuk mengantarkan Doyoung pulang ke asrama yang padahal hanya tinggal menyeberang jalan. Lelaki penuh arogansi itu membuat Jaehyun kehilangan ruang dengan Doyoung.

Dan pada akhirnya, Jaehyun hanya bisa mengalah dan menjaga jarak dengan Doyoung agar dia tidak menjadi perusak dalam hubungan dua orang itu. Walau sejujurnya Jaehyun ingin sekali mengacaukannya dengan sepenuh hati.




Bibir mereka tak lagi pernah bersetuhan, meski Jaehyun ingin sekali menangkap dan melumat habis bibir merah yang selalu menggodanya, namun Jaehyun juga tak sanggup membayangkan jika Doyoung mendorong pelan dirinya menjauh saat mencoba untuk menyesap belah bibir itu. Jaehyun takut kalau Doyoung akan marah dan pergi dari sisi Jaehyun yang kini sudah sangat terbiasa akan kehadiran Doyoung di hidupnya. Jadilah Jaehyun memutuskan untuk diam dan membiarkan Taeyong memonopoli yang seharusnya menjadi milik Jaehyun.




Semuanya berlalu selama satu bulan, hingga sepasang mata Jaehyun menemukan sosok Doyoung yang kembali ke asrama dengan keadaan berantakan. Matanya merah, bengkak dan basah. Bibir tipis yang selama ini mengembang banyak senyuman kini bergetar menahan tangis. Lebam juga terlihat di wajahnya, membuat Jaehyun semakin yakin kalau Doyoung telah mengalami penyiksaan.




Dan Jaehyun tahu betul siapa pelakunya.







Lee Taeyong brengsek itu.









"Jangan..."


Bibir Doyoung berbisik lirih, tangannya mencoba menahan tubuh Jaehyun yang akan keluar untuk menyusul dan memberi pelajaran pada Taeyong. Jemari kurus itu meremat kaus navy Jaehyun kuat-kuat dan air mata mulai tumpah membasahi pipinya.


"Sudah cukup... semua sudah berakhir...," bisiknya.




Doyoung menangis dalam pelukan Jaehyun hingga jatuh tertidur karena kelelahan. Bahkan untuk menangis saja butuh tenaga yang cukup, ternyata.

Semalaman itu kelopak mata Jaehyun enggan untuk terpejam. Berkali-kali diliriknya Doyoung yang masih tertidur tak tenang di ranjang miliknya. Beranjak mendekat ketika telinganya menangkap suara erangan dari bibir Doyoung. Pemuda itu tampak tersiksa dalam tidurnya.




"Mmm..."

Doyoung kembali mengerang. Jaehyun mengambil inisiatif untuk meletakkan telapak tangannya di atas dahi Doyoung. Terasa sangat panas seperti bara api di tungku pembakaran. Pantas saja sedari tadi pemuda kelinci itu tampak tidak nyaman, ternyata panas demam tengah menyiksa tubuhnya.

Jaehyun ingin segera beranjak untuk mengambil kompres instan di dalam laci meja belajar, namun tak bisa dilakukan karena sekarang Doyoung menggenggam erat tangannya. Seakan-akan meminta Jaehyun untuk tetap berada di sampingnya.




"Jangan... pergi...," bisik Doyoung dengan suara parau yang tercekat.




Dehaman pelan dari Jaehyun menjadi jawaban atas permintaan Doyoung. Dia memilih untuk tetap duduk di tepi ranjang sambil tangannya mengusap pelan-pelan dahi Doyoung, memberikan pijatan lembut agar pusing di kepala pemuda itu setidaknya sedikit berkurang. Epidermis kulit lehernya merasakan telapak tangan Doyoung yang perlahan menjalar, menggelitik memanggil Jaehyun.

Malam itu mendadak terasa panas, menurut Jaehyun. Sangat panas meskipun harusnya sekarang sudah berada di puncak musim dingin.

Jaehyun tahu Doyoung memintanya untuk merengkuh tubuh ringkihnya meski tanpa ada kata yang terucap. Sebuah kecupan dan pelukan hangat disambut dengan suka cita. Kecup, lumat, jilat, disertai dengan sentuhan tanggung-tanggung dari ujung jari yang memberi stimulasi menggetarkan. Tergoda, kini mereka terbakar dalam kobaran api yang membara.

Berteriak dalam euforia. Tak ada satupun dari mereka yang peduli pada siapapun yang akan mendengar di luar sana. Jaehyun juga tak peduli pemuda yang berada di bawah kukungannya itu milik siapa. Yang waktu itu terlintas dalam pikirnya adalah merebut dan menjadikan Doyoung miliknya secara utuh. Hati, jiwa dan raga Doyoung memang sudah seharusnya menjadi hak milik dari Jaehyun.

Waktu semakin membawa mereka pada penghujung malam. Puncak yang ingin digapai kini sudah berada dalam dekapan. Keduanya saling merengkuh, menyesap aroma yang semakin membuat candu. Doyoung tertidur begitu lelap tanpa sempat mendengar pernyataan dari Jaehyun.



Senyum yang terlukis di wajah Jaehyun seakan mengatakan tak apa jika Doyoung tidak mendengarnya. Hal terpenting sekarang adalah Doyoung aman berada di pelukannya dan dia tidak akan membiarkan siapapun membawa Doyoung pergi darinya.








🍀🍀🍀







Apa yang bikin kalian bertahan sampai chapter ini? 😂

Blooming 🌸 Jaedo✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang