Prolog

277 29 29
                                    


'Like those dead leaves there that have fallen and flying.
My love is collapsing without strength.
Your heart is only going further away.
I can't grab you. I can't grab you, any more.. more.. more.'

Kau kembali menaikkan kaca mata hitammu yang sebelumnya sedikit turun karena kau terus menunduk. Di sampingmu terdapat beberapa--empat, pria bertubuh kekar mengiringi setiap langkah cepatmu. Dua di depan dan sisanya di belakangmu. Jika ditanya siapa kau dan kenapa sangat banyak pengawal yang menjaga di setiap sisimu, maka jawabannya adalah.

'Siapa yang tidak mengenal Jennie Kim, Supermodel profesional yang sudah terkenal hingga ke seluruh mancanegara. Seolah-olah dimana pun tempat kau singgah maka disana juga nama Jennie Kim pun menguar.'

Langkahmu sedikit tersendat ketika orang-orang mulai berusaha mendekat dan mendesakmu sementara beberapa diantaranya setia menyerukan Jennie--namamu. Kau kembali mempercepat langkah saat sebelumnya ada salah seorang penggemar fanatik berupaya menggapai dengan menarik sedikit lenganmu. Namun, itu langsung mendapat tangkisan kuat dari pengawal setia di sampingmu.

Beruntung kau menyetujui perintah agensimu untuk membawa beberapa pengawal penjaga dari gangguan hal-hal semacam ini. Kau sadar bahkan bahaya bisa datang dari mana saja termasuk dari penggemarmu sendiri. Tak lupa kau menguar senyum untuk yang terakhir kali pada mereka sebelum masuk ke dalam mobil yang sudah disiapkan dan melaju meninggalkan area bandara.

Kaca mata hitam yang mulai tertanggal begitu saja dari hidung mungilmu lantas memperlihatkan manik kecoklatan yang terlihat begitu lelah. Menoleh sekilas, kau lihat sebuah mobil hitam berjalan di depanmu, mengiringimu memastikan kau dalam jangkauan mereka, karena memang itulah tugasnya.

Semilir angin sore dari jendela segera mengalihkan perhatianmu. Sedikit melongok keluar, kau lihat berbagai pemandangan indah yang tersaji di depan mata sekarang. Semburat merah muda yang terlihat di ufuk barat menampilkan warna yang hampir semerah kuku-kuku jarimu. Rona lembayung yang kerap kali mampir saat senja dulu, kau selalu menyukainya bahkan hingga sekarang.

Terakhir kali kau melihatnya--delapan tahun yang lalu, ketika kau meninggalkan kota kelahiranmu dan pindah ke London, kau tidak menyangka jika semuanya juga telah banyak mengalami perubahan.

Perjalanan berjam-jam di pesawat membuat tubuhmu sedikit kelelahan. Sejenak kau renggangkan otot-otot kaki dan tanganmu yang serasa begitu kaku, sembari menghela napasmu perlahan kau menyandarkan punggung dan memejamkan mata--mengingat-ingat sedikit kepingan masa lalumu yang tersisa dulu. Kenangan saat kau membantu Nenekmu berjualan hingga sore ketika libur, kenangan saat kau menjadi bahan olokan teman-temanmu dan selalu dikucilkan, kenangan saat kau bertemu dan mulai mengangguminya, kenangan saat...-

"Ah!" Kau membuka matamu dengan cepat saat pikiranmu yang entah bagaimana mulai mengarah pada laki-laki itu.

"Apa ada masalah, nona?" tanya supirmu yang terlihat khawatir begitu melihatmu tiba-tiba terbangun lalu menepuk-nepuk kepalamu sendiri hingga berulang kali.

"Tidak, aku baik-baik saja." ucapmu sambil merutuki sikapmu barusan, bertindak seperti orang aneh hanya karena memikirkannya. Bodoh sekali.

Hampir dua jam berkendara hingga rasanya laju mobilmu sedikit melambat ketika memasuki halaman luas dari sebuah rumah besar berwarna putih dengan air mancur berada di tengahnya. Kau perhatikan baik-baik rumahmu itu, terlihat begitu berbeda namun sebenarnya sama, hanya saja dibanding dengan gubuk kecilmu dulu, ini jauh lebih layak untuk ditinggali, jika boleh dibilang ini bukanlah rumah, ini sebuah mansion.

Kau mulai keluar dan berjalan ke arah Nenekmu yang sudah setia menunggu di depan pintu besar bewarna putih dengan senyuman yang tampak masih sama seperti saat terakhir kau melihatnya.

Beauty PerfectlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang