'The key of my fate that I gave to the sky, it's in my hands again.
I swallow in a long sigh and burn up my soul.
So I can't have you.'"Ibu.. Bagaimana kabarmu? maaf aku baru bisa menengokmu sekarang.. " Kau tengah mengunjungi makam Ibumu bersama Nenekmu saat ini. Umurmu delapan tahun saat ia meninggal, kau tidak terlalu ingat bagaimana ia meninggal, tapi Nenekmu bilang jika ia mengalami sakit-sakitan sebelum akhirnya meninggal.
"Ibu, aku telah sukses sekarang, aku juga telah menjadi orang yang sedikit berguna, apa kau bangga padaku? Jika saja ayah ada disini sekarang, aku yakin dia juga pasti akan bangga."
Kau sibuk bercerita mengenai banyak hal sementara Nenekmu masih setia menaburkan bunga di atas makam Ibumu. Di belakangnya berdiri dua pria yang setia mengawasimu.Tadinya kau enggan untuk membawa mereka, menurutmu hanya pergi ke makam sebentar tak akan terjadi apapun. Namun mereka terus bersikeras dan memaksa harus ikut bersamamu. Dan beginilah akhirnya, kau terpaksa membawa mereka bersama mengunjungi makam Ibumu.
Hampir satu jam kau terus berceloteh ria sebelum sebuah interupsi dari salah seorang pengawalmu membuat percakapan sepihakmu itu harus terhenti. Dia langsung memberikan padamu ponsel yang sebelumnya kau titipkan padanya, saat sebuah panggilan masuk. Kau lihat nama Jisoo tertera di layarmu, segera kau usap tombol hijaunya dan mulai bicara. "Halo. "
"Ya.. Halo Jennie." Kau mendengar dia seperti sedang bicara pada orang lain--seorang pria, sebelum kembali menjawab sapaanmu.
"Jennie, aku dengar kau mengambil cuti dan pulang ke Korea, kenapa kau tidak bilang padaku?"
"Maaf, aku baru sampai disini kemarin sore, jadi aku belum sempat menghubungimu."
Jisoo, gadis itu adalah salah seorang yang paling berharga setelah Nenekmu, dia adalah teman pertama yang kau miliki saat di London dulu. Dia sudah tinggal disana sejak ia kecil dan berlanjut hingga saat beberapa tahun yang lalu ia kembali ke Korea untuk melanjutkan pendidikannya.
Kau ingat, pertama kali kau bertemu dengannya saat kau tengah berjalan hendak pulang dari toko kue di pinggir jalanan kota, hingga tiba-tiba dari belakangmu ada sebuah mobil melaju dan hampir menabrakmu jika saja ia tidak datang dan menarikmu ke samping.
Saat itu Jisoo baru saja keluar dari toko buku. Sebelum dia melihat mobil hitam yang melaju dengan brutal ke arah dimana kau tengah berjalan sembari menunduk. Segera ia berlari dan menarikmu ke arahnya--dia menyelamatkanmu.
Kau sungguh bersyukur dan berterima kasih padanya, jika saja tidak ada dirinya mungkin kau bisa tiada saat itu juga, sejak saat itu pun kau mulai dekat dengannya bahkan sampai kau menjadi model seperti sekarang.
Sebagai seorang putri dari Presdir ternama di Korea, ia tergolong sebagai gadis yang manis juga baik, kau bahkan telah menganggapnya sebagai kakakmu sendiri.
"Hey, apa kau mendengarku?"
Lamunanmu terpecah begitu kau mendengar sahutan dari ponselmu. "Ah.. ya, ada apa? "
"Jadi dari tadi kau tidak mendengarkan aku bicara? dasar kau ini.."
"Maaf, aku hanya sedang tidak fokus.. " ucapmu seraya bangkit dan berjalan sedikit menjauh dari Nenekmu yang sedang khusuk berdoa di depan makam Ibumu.
"Begini.. kau tahu, aku akan segera bertunangan, karena kebetulan kau sedang berada di Korea, aku ingin kau datang juga."
"Aku..-"
"Tidak.. kau tidak bisa menolaknya Jennie.. aku sudah susah payah meminta izin pada pimpinan agensimu, dan dia telah setuju, dengan syarat aku harus memperketat keamanan di tempat venue nanti.." Kau tertegun mendengar ucapan Jisoo tadi, kau tidak menyangka jika ia rela berbuat hal semacam itu hanya karena ingin kau hadir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty Perfectly
FanfictionSebuah ketidak sempurnaan kasih sayang di masa lalu adalah hal yang mengharuskan takdir kalian untuk selalu terikat. Berpaling, menjauh, melupakan. Tak peduli bagaimana kau berusaha menjaga jarak hatimu darinya kembali, namun sesuatu yang terikat, m...