KRING!!!
Alaram dikamarku memekakkan telinga. Secara perlahan cahaya matahari masuk ke mata, menembus ruang gelap yang ku coba buat. Aku mulai membuka mata perlahan, ketika itu aku melirik pada alaram di atas nakas.
"shit! Aku kesiangan", aku berlari dan bergegas bersiap-siap dengan cepat.Jam pelajaran ini sangat membosankan, aku hanya duduk dengan buku kosong di depanku. Ujian Nasional bahkan sudah sangat dekat. Aku merasa hawa dingin menyambutku. Perlahan menyapu setiap inci bagian tubuhku. Mataku menatap tetes demi tetes air yang mulai turun. Telingaku mulai mencoba mendengarkan nyanyian alam, lalu seketika aku tidak memiliki kesadaran.
Sudah hampir 6 tahun berlalu sejak aku masuk di sekolah ini. Banyak hal yang ku dapatkan dan banyak hal yang sudah berubah. Aku dan semua orang juga Arsya tumbuh dewasa dengan begitu cepat.Arsya bukan lagi anak yang suka berpacaran, kini dia lebih sibuk dengan massa depannya begitu juga aku. Aku tak mengerti semua orang begitu sibuk dengan dunianya masing-masing ketika mereka benar-benar terdesak saja.Aku tak memikirkan banyak.
Tidak banyak yang terjadi hingga kami mulai masuk di dalam ruangan atau lingkup lingkungan yang lebih luas mengenakan seragam lusuh yang kami bawa selama 6 tahun. Hari pertamaku di sekolah menengah pertama tak berjalan begitu baik. Aku sedikit kesiangan, walau tidak terlambat. Aku melihat ratusan orang berdiri di lapangan, tetapi mataku kembali melihat sosok itu. Sosok yang tersenyum lebar ke arahku, seperti sebuah perintah mutlak aku pun berjalan mendekatinya.
"Hai apa kabar", sapanya.
" Hai, baik aja", aku sedikit canggung dengannya. Dia tersenyum ke arahku tanpa henti dan aku tak mengerti apa yang terjadi.
"Apa yang membuatmu tersenyum begitu? "
"Kita ada di kelas yang sama", jawabnya. Aku sangat senang bisa bersama dengan Arsya di kelas yang sama. Tapi di sisi lain, sampai kapan duniaku ini selalu di penuhi oleh Arsya.1 tahun di kelas 7 tak ada banyak hal yang terjadi di dalam hidupku. Aku dan Arsya dengan sendirinya menciptakan tembok besar di antara kami. Aku terlalu sibuk dengan duniaku yang baru begitupun dengan Arsya. Aku mulai melangkah jauh darinya.Tidak ada percak apan tengah malam yang kami lakukan. Tak ada bermain dengan sering seperti dahulu.
Hidup selalu berubah, segala hal tidak akan pernah menetap. Aku tahu dunia kecilku telah berubah menjadi dunia yang lebih luas. Aku mulai mengenal orang-orang baru dan mengenang orang-orang lama. Massa laluku yang dulu aku anggap akan menjadi massa depanku nanti pun tidak bisa berbuat apapun untuk menampakkan diri.Bahkan aku tahu 3 bulan kemudian atau bahkan satu hari kemudian hari ini akan menjadi massa lalu dan kenangan yang ku kenang. Maka, tak apa dia bersama dengan orang baru disana, tak apa bila dia ingin mengenali dunianya lebih luas, aku tidak keberatan. Namun, aku rasa aku mulai tidak senang kami tumbuh menjadi orang yang lebih dewasa atau tepatnya remaja. Arsya mulai menjadi pribadi yang lebih keras dari yang ku kenal. Dia mulai tidak mengerti caranya menghargai orang lain.
Itulah gambaran bagaimana kehidupan ku berlangsung selama 1 tahun belakangan ini hingga libur kenaikan kelas yang sangat membosankan ini. Yang aku lakukan hanya berkirim pesan dengan temanku, Adiel.Semuanya tak ada masalah, namun Adiel mulai mengetik hal-hal aneh yang malas ku baca.
Adiel rty.
Naz kamu ngga mau ngaku sama arsya?Maksud kamu apa?
Aku tau naz kamu suka dia, kamu gak bisa diem aja kayak gini.Terus aku harus apa?
Kamu harus ngomong jujur sama dia, walau gak secara langsung.Maksud kamu?
Tau ah, kamu itu harusnya lebih berinisiatif buat memperbaiki kehidupan kamu yang bisa di bilang ngga normal ini.
Kok gak normal sih, kamu
mau ngejek aku gitu?Naz aku ngga nyuruh kamu menjalin apapun sama Arsya, aku cuma pingin kamu berdamai sama massa lalu kamu, supaya kamu bisa ngelanjutin hidup yang lebih baik.
(Read)Aku mulai kesal ketika orang-orang membahas mengenai Arsya. Aku merasa terusik, aku merasa aku harus menyelesaikan segalanya dengan Arsya tapi aku tak mengerti apa yang harus di selesaikan diantara aku dan Arsya. Aku mengerti untuk melangkah di lembaran hidup yang baru, aku tak bisa hanya berjauhan dengan Arsya tanpa penjelasan yang jelas. Aku tak mengerti aku hanya merasa segala hal di antara aku dan Arsya itu tidak beres. Tetapi apa yang harus aku bereskan. TING! Sebuah pesan masuk di notif handphone ku.
Adiel rty.
Berhenti berpikir dan berhenti menyangkal perasaanmu sendiri. Ungkapan saja jika memang bisa membuat kamu lebih nyaman.
(Read)Terkadang di dalam kehidupan ini, kamu perlu mengesampingkan segala hal di sekitarmu. Ada saatnya kamu akan begitu ingin memperjuangkan kebahagiaanmu namun terkadang kamu juga ingin memperjuangkan kebahagiaan orang lain. Bukan seberapa sering kamu menangisi setiap hal yang terjadi di dalam hidupmu, namun bagaimana kamu tumbuh dewasa dari luka itu.Tertawalah lebih sering, teriakkan jika memang pikulan beban itu berat. Dan aku mulai sadar aku bisa membujuk orang lain melakukannya namun, aku tak bisa melakukannya pada hidupku.
Maka untuk malam ini aku hanya ingin tidur beberapa saat. Beristirahat dari dunia dan pikiran. Mengistirahatkan rasa yang mulai lelah. Bermimpi dimana hanya ada aku sebagai seorang tokoh utama. Aku mulai menutup mata, aku mulai merasa tulang-tulang di tubuhku bersorak lega. Aku dengan sangat tiba-tiba merasakan perih, sesak, di dalam dada. Dan ketika aku mulai memejamkan mata, satu lalu dua dan seterusnya tetes air mata itu turun. Hingga aku kehilangan kesadaran malam itu. Entah apa yang membuatku begitu terpukul, aku tak tahu.
.
.
.
.
.
.
.To be Continued.
Kamis, 27 September 2018
21.03
KAMU SEDANG MEMBACA
LIE
RandomDunia adalah kebohongan, kamu adalah kesalahan, dan rindu adalah penyesalan. Seandainya waktu bisa diulang, aku akan tetap jatuh hati padanya. Cerita ini terus mengalir dan mungkin kamu akan bosan, tapi biarpun begitu biarkan aku bercerita dengan t...