II IGNORED

2.1K 234 11
                                    

"Ayah, Ibu"

Ayah dan Ibu menjawabku dengan gumaman tanpa menoleh sedikitpun. Mereka tetap melahap sarapan dengan semangat.

"A.. anu.. bisakah salah satu dari kalian datang ke sekolahku pagi ini?",tanyaku.

Ibu menatapku dengan tatapan seolah berkata 'apa yang kau perbuat'.

Aku berdeham mengurangi rasa gugupku. Aku merogoh surat pemberian Bu Imelda dari dalam tas ransel dan memberikannya kepada Ibu.

Lalu dengan cepat ibu membuka dan membaca surat tersebut. Ayah menatap Ibu dengan tanda tanya. Ibu menghela nafas jengah dan memberikan surat itu kepada Ayah.

"Apa semua siswa mendapat surat itu?",tanya Ibu ketus.

"Kurasa tidak",jawabku pelan.

"Lalu kenapa kau bisa sampai mendapatkan surat pemanggilan ini, Azzura? Jangan mempermalukan kami di depan semua orang",gertak Ayah.

Aku mengepalkan tangan dibalik meja untuk mengurangi rasa takut.

"Aku.. aku tidak bermaksud begitu, Ayah. Sungguh. Hanya saja aku..."

"Hanya saja kau terlalu bodoh untuk meningkatkan prestasimu",potong Kak Adera.

"Kakak kok bicara seperti itu?",lirihku.

Kak Adera hanya mengangkat bahunya cuek dan melemparkan surat tersebut ke tengah meja.

"Lalu? Kau mau Ayah dan Ibu lakukan apa?",geram Ayah.

"Ti.. tidak bisakah salah satu diantara kalian da.. datang ke sekolahku, sebentar saja Yah, Bu.. aku yakin Bu Imelda akan menger.."

"Ayah tidak bisa, ada penerbangan ke Singapura pagi ini dan akan stay disana 4 hari",potong Ayah.

"Ibu juga tidak bisa, Ibu harus mendampingi kakakmu ke asrama barunya hari ini",lanjut Ibu.

"Bi Asti!",panggil Ibu.

Bibi Asti yang tengah mencuci piring di belakang berjalan menghampiri kami.

"Iya Nyonya, ada yang bisa saya bantu?",tanyanya.

"Tolong Bibi bersiap sekarang, dan ikut Azzura ke sekolahnya memenuhi panggilan gurunya. Kami sibuk, katakan saja kau akan menyampaikan kepada kami",perintah Ibu.

Bi Asti memandangku dengan sedikit terkejut. Aku menundukan kepala.

"Baik, Nyonya. Saya permisi untuk bersiap",jawab Bi Asti.

"Dan Azzura. Ayah harap ini panggilan pertama dan terakhir. Jangan meribetkan kami dengan urusan tidak penting seperti ini", tegas Ayah.

Aku mengangguk pelan.

Tidak penting. Ulangku dalam hati.

"Ya sudah, ayo Dera. Nanti kau terlambat, sayang",ajak Ibu.

Sayang.

Aku berusaha mengingat kapan terakhir kali Ibu dan Ayah berbicara dengan lembut seperti itu terhadapku.

"Ayo, Bu",jawab Kak Adera.

"Ayah juga berangkat ya, Ayah tidak mau ketinggalan pesawat",saut Ayah seraya mengecup kening Ibu.

Dan secepat itu pula ruang makan kembali hening.

Tidak ada satupun yang berbicara kepadaku. Mereka meninggalkanku begitu saja.

Aku melipat kedua tanganku di atas meja makan dan menumpukan kepalaku diatasnya. Mengeluarkan air mata yang sejak tadi tertahan.

What Is Love (Exclusive at DREAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang