1

265 19 6
                                    

Komaeda tidak pernah menggunting kukunya. Dia berpikir, bertanya-tanya.
"Hajime-kun, rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali aku menggunting kuku tanganku," ujarnya suatu pagi sambil memakai jaketnya.
"Hm?" Hinata, di saat yang sama, sedang berkaca di depan cermin. "Entahlah. Memangnya kuku harus dipotong?"
"Ahaha. Benar juga. Ah, aku sudah selesai. Ayo kita ke pantai hari ini, Hajime-kun." Dia menggandeng tangan Hinata dan membuka pintu gubuknya.
"Woah, pelan-pelan." Mereka berdua keluar dari sana dan berjalan ke pantai yang sama seperti dulu mereka bertemu.
Nagito Komaeda tersenyum, memalingkan dirinya dari kenyataan. Dan dia tahu itu.

X

"Aku tidak bisa mendengar suaranya lagi."
"Komaeda-san, le-lebih baik kau d-duduk dulu..." Tsumiki berusaha menarik lelaki pucat itu ke pinggir lorong rumah sakit. (Ya, rumah sakit yang itu.)
"DIA SUDAH TIDAK ADA LAGI--" Dia menjambak rambutnya. Keras.
"Hei, berhenti menjerit!" Ujar Souda dari salah satu ruangan. "Tidak ada gunanya marah-marah--"
Dan di saat itu Komaeda seakan terpelatuk.
"Aah... AAHAHAHAHAHAHHAHA--"
Owari dengan cepat menarik tangannya sebelum Komaeda melukai dirinya sendiri lagi. "Tenangkan dirimu!"
Sungguh ribut. Di rumah sakit itu, di pulau itu, sebuah nyawa tidak dapat diselamatkan. Sebuah kecelakaan, dua puluh menit sebelumnya, membuat tulang tengkorak seseorang terbelah.
Tapi bukan itu alasannya. Karena yang mati adalah satu-satunya orang yang dapat melakukan operasi di sana.
Lima jam setelah kembali dari pulau utama dan menghabiskan sisa-sisa kekacauan di Future Foundation.
Hajime Hinata, pada pukul 07.04 PM, meninggal.

X

Komaeda terduduk lemas sendirian di ruangan itu. Dia tidak mau keluar sama sekali. Dia tidak mengunci ruangannya, tapi keberuntungannya entah bagaimana membuat pintu ruangan itu macet. Dan untungnya tidak ada yang mencarinya kesana.
Ruangan apa itu, kau tanya?
Di ruangan ini, Hinata (Kamukura) terbangun dari kapsul, beserta empat teman lainnya. Dia bekerja keras, dan satu per satu semua temannya juga bangun dari kapsul. Di ruangan ini, Komaeda lah yang terbangun terakhir kali. Di ruangan ini, Hinata menyelamatkannya. Mengulurkan tangannya kepada Komaeda.
Padahal itu baru terjadi tadi pagi.
"Aku bahkan... Belum sempat mengatakan hal yang penting kepadanya..." Ujar lelaki itu, tertawa sambil menangis. "Kalau saja aku tidak bersantai-santai selama dia masih hidup..."
Dia merebahkan dirinya di sebelah kapsul lama nya. Juga di saat yang sama, di sebelah kapsul Hinata. Memejamkan matanya.
Komaeda, pada dasarnya hanya menyesal. Menyesal tidak mengutarakan perasaannya dengan jujur. Padahal dia sudah yakin kalau dia benar benar suka pada Hinata.
ia baru saja mau berjalan ke gubuk Hinata untuk mengatakannya, tetapi sebuah puing dari luar angkasa (???) terjatuh dan menghantam gubuk itu. Dengan Hinata di dalamnya.
"Hinata-kun..."
Tangannya mengusap air mata di wajahnya yang tidak mau berhenti keluar. "Aku menyukaimu. Kau. Bukan hanya harapan yang tertidur di dalam dirimu. Aku--"

"Apakah itu benar?"

"!!!" Komaeda terbangun, kembali fokus dan berusaha menghentikan sesegukannya. Dia mendengar suara Hinata. Benar-benar Hinata.
"... Hinata-kun?"
Di atasnya, sebuah layar hijau menyala. Hanya menampilkan gelombang suara yang langsung berkata--
"Apakah itu benar, Komaeda?"
Sebentar. Tunggu dulu sebentar. Komaeda yang pikirannya kacau balau itu sedang memproses apa yang sedang terjadi. "...Alter ego, Penghacur Dunia...?"
"...lama tidak berjumpa."
Layar tersebut menyala lebih terang, lalu layar-layar lainnya mengikuti. Gabungan layar-layar itu membentuk sebuah tampilan, yaitu--
"Itu... Hinata-kun...?"
Penghacur Dunia (ya, Alter ego Hinata) tersenyum. "Aku... Tidak tahu apa yang terjadi. Apakah kalian semua berhasil menghilangkan keputusasaan? Semuanya kembali dengan selamat, bukan?"
".....tidak." Komaeda tersenyum pahit. Dia tidak tahu harus bagaimana sekarang. Hinata baru saja mati, tapi di saat bersamaan dia baru ingat dengan Penghacur Dunia. Di saat bersamaan dia juga adalah Hinata, meskipun bukan.
"Oh. Maafkan aku." 'Hinata' yang asalnya berdiri di layar, mengubah posisinya menjadi duduk. "Maukah kau bercerita?"
"...." Komaeda tidak ingin, tapi dia begitu merindukan suara Hinata. Tidak apa meskipun bukan yang asli. Jadi, dia memutuskan untuk bicara.... untuk saat ini. "Bagaimana ya?"
"Kenapa?
"Sekarang aku ingin mati saja."
Dan dimulailah. Mereka berdua mengobrol banyak hal. Komaeda dengan lancar mengeluarkan isi hatinya kepada 'Hinata'. Di satu waktu, dia tidak sengaja menyebutnya dengan "Hinata-kun".
"...kalau kau mau menyebutku dengan nama itu, boleh saja."
"Benar tidak apa-apa?"
"Itu terserah kau."
"...um, Hinata-kun. Kau benar-benar mirip dengan Hinata-kun yang asli. Saking miripnya, aku takut."
"Ah, begitu? Itu karena aku bisa dibilang orang yang sama dengannya. Aku adalah Hinata yang sama dengan dirinya saat terakhir kali meninggalkan ruangan ini."
"Eh?" Komaeda mengedipkan matanya.
"Dia selalu melakukan sinkrosasi diantara kami berdua. Sederhana nya, aku adalah backup nyata dari Hinata yang kau kenal."
"Jadi... Ingatanmu persis sama dengan Hinata-kun pagi ini?"
"Ya. Terakhir kali dia melakukan sinkrosasi, adalah setelah kau bangun."
"....."
"Ah, aku juga sama bahagianya saat kau bangun, Komaeda. Kalau saja kau ada bersamaku di dunia simulasi, pasti kau bisa melihatku menangis, haha."
Mendengar itu, Komaeda tertegun.
Apakah... Dia baru saja menemukan fakta bahwa Hinata-kun tidak benar-benar mati?
Apakah... Boleh dia melakukan ini?
"H-hei, Hinata-kun."
"Ya?"
"Aku..." Komaeda mengepalkan tangannya. "Punya permintaan."
Dia memalingkan dirinya dari kenyataan.

X

Komaeda terbangun dari tidurnya. Hangat.
"Ngh..."
Dia ada di atas kasur. Kenapa bisa hangat...? Ah.
Ada Hinata-kun di sebelahnya, memeluk dengan erat. "Pagi, Hajime-kun."
"Oh. Kau sudah bangun, Nagito...?" Hinata dengan malas mengusap matanya dan menguap. "Mau apa kita hari ini?"
Komaeda mendekatkan kakinya dan memeluknya sambil duduk di kasur. Masih dipeluk satu tangan oleh Hinata. "Um.. aku ingin coba masak sesuatu bersama. Kau tau resep makanan apa saja, Hajime-kun?"
"Apa saja bisa. Kuta masak saja yang kau mau."
"Eeh, orang rendah sepertiku tidak bisa asal merepotkanmu--"
"Tidak, kok. Hanamura dan aku, sebagai SHSL Cook, punya kebanggaan memasak untuk orang lain..." tutur Hinata setengah sadar, karena dia masih mengantuk.
Tapi, respon Komaeda adalah, "Siapa Hanamura?"
"..." Tidak ada yang bicara diantara mereka.
"Ah, bukan siapa-siapa." Hinata melepas pelukan itu dan mencium dahi Komaeda. "Aku mandi duluan, ya. Akan kusiapkan bak mandinya untukmu kalau kau mau."
"Ah, terima kasih Hajime-kun! Maaf merepotkan."
Hinata berjalan ke arah kamar mandi (ya, kamar mandi tembus pandang itu). Tapu pikirannya ada di tempat lain.
Hajime Hinata menyalakan air keran dan membasuh wajahnya, memalingkan Nagito Komaeda dari kenyataan. Dan dia tahu itu.

X

Di hari lain.
"Ah, rambutmu basah lagi." Hinata cepat-cepat mengambil handuk yang dia taruh di dekat pantai dan menghampiri Komaeda. "Nanti kau sakit."
"Ahaha, jangan khawatirkan aku Hajime-kun."
"Kita kan bukan sedang berenang. Kenapa bisa ombak itu sampai ke sini, ya?" Dia bicara sambil sibuk mengeringkan rambut Komaeda.
"Umm.." Komaeda sendiri langsung membuat rumah pasir yang baru.
"Ah, Nagito. Apa kau suka dengan rambutmu?"
"Eh?"
"Kau mau memotong atau memanjangkannya? Aku bisa membantu."
"Um.. tidak perlu. Aku suka rambutku yang sekarang. Sama persis panjangnya dengan saat aku bertemu denganmu di pantai ini sepuluh tahun yang lalu."
Hinata menegang. "Sepuluh tahun yang lalu... Ah. Ya."
Meskipun mereka benar-benar sadar bahwa sudah sepuluh tahun mereka hidup hanya berdua di sana, benar-benar sudah sepuluh tahun berlalu. Tapi di saat yang sama, tidak ada yang berubah.
Tinggi tubuh, panjang rambut, panjang kuku, cuaca, dan segala hal lainnya. Seakan waktu berhenti.
Ya, waktu memang dihentikan di dunia ini. Dunia untuk mereka berdua.
"Hei, Hajime-kun." Komaeda bersandar ke bahu Hinata, keduanya duduk di pantai yang itu lagi. Mereka berdua menatap ke matahari yang tenggelam perlahan.
"Emm?" Hinata meraih tangan Komaeda dan menggenggamnya.
"Aku bahagia bisa hidup seperti ini. Ini sudah cukup bagiku."
"Baguslah kalau begitu." Genggaman tangannya dipererat.
"Ayo kita hidup terus di sini selamanya."
"Ya. Selamanya."
Mereka berdua.
Nagito Komaeda dan Hajime Hinata.
Keduanya yang sudah mati, menyalin diri ke program, dan memalingkan diri mereka dari kenyataan.

Mereka tahu dan tetap tersenyum.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[KomaHina] Bukan Kenyataan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang