"Aemi, look at there! He is your Brother, right?"
Aemi mendengus pelan, ia mengangguk "Yups. See you later, Bro! Go! " Ujarnya seraya mendorong pemuda yg hanya terkekeh sambil menuruti keinginan Aemi, ia berjalan menjauh dan sempat memberi hormat pada Namjoon yg berpapasan dengannya.
"Ooohhh. Sudah punya kekasih rupanya?" Goda Namjoon saat ia sudah tiba di hadapan Aemi.
"Bukan urusanmu!" Ujarnya membuang pandangannya.
"Maafkan aku." lirihnya dan itu membuat Aemi merasa tidak nyaman di dalam hatinya, namun egonya terlalu tinggi untuk memperlihatkan pada satu satunya saudara di hidupnya.
"Aku tidak lagi mempunyai banyak waktu untukmu dan Eomma. Aku yg dulu selalu mengeluh tentang padatnya jadwal Appa, justru sekarang aku pun mengikutinya. Maafkan aku, tidak lagi mampu menjadi kakak yg baik untukmu. Waktuku terlalu banyak untuk Bangtan dan karirku. Aku tau, mungkin.. Bukan mungkin, tapi aku memang egois. Aku mengingkari janjiku ya? "
Aemi meremas buku tebal yg sedang di genggamnya, ia menahan kuat rasa yg tiba tiba membuatnya sesak. Ia tau, bahkan sangat paham akan kesibukan Namjoon.
Ini bukan sepenuhnya kesalahan si sulung Kim, tetapi ini resiko yg memang sudah diperkirakan jika impian sang kakak itu terwujud, dan Aemi tak sepenuhnya marah pada Namjoon, ia juga cukup bangga pada kakaknya yg menjadi perwakilan para pemuda di organisasi dunia beberapa waktu lalu. Namjoon yg menjadi pembicara disana untuk memotivasi kaum muda untuk mau maju dan menerima dirinya sendiri, mencintai dirinya, dan memaafkan segala kesalahan mereka di masa lalu untuk semangat yg akan mereka gunakan di masa depan.
Sungguh Aemi bangga pada kakaknya, tapi lagi lagi ia juga seorang adik yg sejak kecil selalu mengandalkan sang kakak dan sekarang ia harus kehilangan banyak waktu dengannya, itu yg membuatnya kesal. Terlebih Namjoon menjadi salah satu produser di Bangtan yg membuatnya menjadi lebih sedikit memiliki waktu senggang di masa liburnya.
"Mau memaafkan Kakakmu ini? Walaupun aku tidak akan pernah bisa berjanji untuk selalu ada, tapi kuusahakan memprioritaskanmu seperti dulu." Namjoon menghela napasnya.
Ia menarik lembut Aemi untuk duduk berdampingan di sebuah tepi kolam buatan di area sekolah gadis itu, tempat yg memang jarang sekali disinggahi karena tempatnya yg berada di ujung komplek sekolah yg cukup luas itu.
" Eomma bilang, kau jarang sekali ada di rumah sepanjang hari seperti dulu. Aku tak akan melarang apapun kegiatanmu diluar, hanya.. Boleh aku tau apa saja itu?" Ujar Namjoon memandang langit yg mulai menguning dengan burung burung kecil yg menjadi hiasannya.
Namjoon kembali mengukir senyum tipisnya, ia mencoba mencairkan suasana canggung. Walau ini bukan keahliannya, tetapi ia tak akan membiarkan waktu ini berlalu sia sia tanpa arti dan ia pun tak ingin adiknya terus menjauh dari jangkauannya.
Aemi itu salah satu penyemangat setelah Ibu dan Ayahnya, mungkin masih dibilang gadis inilah satu satunya wanita yg selalu mampu membuat Namjoon merasa begitu bersalah dalam hidupnya.
Aemi itu manja, itu yg Namjoon ketahui. Tetapi sejak 4 tahun terakhir, ia menjadi sangat tertutup, tak lagi bergantung pada siapapun, tak pernah berkeluh kesah padanya, atau mengomel panjang lebar hanya karena Namjoon tak mengiriminya pesan dalam satu hari.
Tidak ada.
Helaan napas halus namun terasa berat kembali Namjoon lakukan, ia mengusak lembut kepala Aemi.
"Tak apa jika tak ingin bercerita, Oppa tak akan memaksamu. Hanya boleh kutitip beberapa pesan untuk gadisku yg telah dewasa ini?"
Namjoon tersenyum saat anggukan pelan Aemi menjawab pertanyaannya.
"Siapapun temanmu, apapun kegiatanmu, dan berapa lama pun kau diluar rumah. Jangan pernah menjadi orang lain, kau tetaplah Kim Aemi. Kim Aemi yg akan selalu menjadi dirinya sendiri."
Namjoon menjeda kalimatnya dan tersenyum hangat kala wajah yg sejak tadi berpaling, kini memandangnya dengan banyak ekspresi yg tertahan.
" Mungkin aku tak bisa selalu menjawab panggilanmu, membalas pesanmu, atau memulai semua itu lebih dulu. Tapi aku tak pernah melarang atau mengabaikan semua itu saat aku bisa, bukan?"
Namjoon memutar tubuhnya, kini mereka berhadapan. Kedua tangan Namjoon menggengam tangan Aemi.
" Kau bisa mengirimiku berjuta juta pesan saat kau ingin. Apapun isinya, aku akan membalas secepat yg aku bisa. Jangan memaksa dirimu untuk menjalani semuanya sendiri. Aku paham kau semakin dewasa, tetapi berbagi denganku bukankah sudah sejak dulu memang seperti itu? Kau bahkan bisa mendatangiku kapan pun kau mau. Jangan menjauh, aku hanya memilikimu saat Appa dan Eomma tidak ada nanti, sama halnya denganmu yg hanya memilikiku. Kuizinkan kau mengg3dor keras lagi studioku jika jadwal liburku tak kugunakan untuk menemuimu. " Jelas Namjoon panjang lebar.
Namjoon menarik Aemi ke dalam pelukannya.
" Ayo menjadi Kim couple lagi seperti dulu? " ajaknya.
Jika kalian pikir Aemi akan menangis saat ini, tentu salah. Gadis itu tersenyum tipis, tak sedikit pun air matanya keluar. Bukan tidak tersentuh akan setiap perkataan Namjoon, tetapi ia adalah tipikal gadis yg sangat minim kadar air matanya, yaa.. Hanya satu yg membuatnya menangis, saat ia merasa kesepian.
"Akan aku bakar studio dan dormmu, jika berani mengabaikanku lagi, Kim Namjoon!" Ancamnya, masih dalam pelukan sang Kakak yg terasa amat sangat nyaman.
Dan Namjoon hanya terkekeh mendengarnya, jika ia sudah kembali mengancam itu tandanya gadis ini sudah kembali menjadi adik kecilnya, Kim Aemi. Gadis yg selalu ia rindukan sepanjang hari.