Rasa yang menyakitkan

26 3 0
                                    


Sebulan telah berlalu. Rara kini masih berada di rumah orang tuanya. Kini ia tengah membantu sang ummi berkutat di dapur.
Umminya memang selalu berkata kepada rara bahwa Seorang gadis harus pandai memasak, bekal nanti jika sudah berkeluarga.

Masakan pun di selesaikan oleh rara, ummi masih harus membuat makanan penutup. Tapi setelah itu rara mengambil alih pekerjaan umminya.

"udah ummi duduk aja ya. Biar rara yang buat makanan penutupnya" katanya sambil menuntun umminya duduk di meja makan. "kan tadi Rara udah masak semuanya, udah biar ummi aja" sanggah ummi untuk segera berdiri, namun di halang oleh rara dan mendudukan kembali umminya di kursi meja makan. "udah ummi duduk aja, biar rara yang buat. Ya" tanya rara sambil melihat kearah umminya dengan senyum yang mengembang. Ummi hanya mengangguk pertanda memberi izin rara.

Dengan cekatan dia membuat masakan penutupnya. Biasanya ummi membuat puding sebagai makanan penutupnya. Tapi kali ini rara ingin membuat sesuatu yang berbeda. Dia ingin membuat wafel caramel. Resep yang sudah pernah ia pelajarin dan ingin di sajikan untuk keluarganya.

Rara tersenyum senang sambil melirik umminya. Ia menaruh wafel caramel tersebut di atas meja makan. Dia membuat 5 wafel. Satu untuknya, ummi, abbi dan abangnya, dan satunya lagi ia tak lupa bahwa di rumah ini masi ada arif abang sepupunya.

Sebenarnya agak risih jika arif masi berada di dalam rumahnya mengingat dia masi menaruh hati kepada abang sepupunya. Tapi perasaan tersebut dia tepiskan untuk sementara.

Tak lama abbi dan azzam sudah turun dan menempati mejanya masing masing. Hanya tinggal arif saja yang belum terlihat. Ummi bertanya kepada azzam yang sudah menempatkan posisi duduknya diatas kursi. " zam mana arif? Kok gak keliatan?" tanya ummi sambil melirik kearah pintu kamar yang di tempati arif sementara. "gak tau mi,masi di kamar kali" jawabnya santai sambil melirik sedikit kearah adiknya.

Rara yang di lirik oleh azzam hanya menggelengkan kepalanya. Ia tau maksud azzam. Azzam Menyuruhnya untuk memanggil arif di dalam kamarnya. Ia tak mau,dan beralih kembali kemakanan yang ada di atas mejanya.

Ummi menyuruh azzam untuk memanggil arif, ada sedikit rasa lega, karna umminya tidak menyuruh untuk memanggil arif.

Azzam beranjak kearah kamar arif. Kini dia berada di depan ambang pintu kamar arif yang terbuka sedikit. Ia mendengar arif berbicara dan rupanya arif sedang berbicara dengan seseorang di televon miliknya. Sekilas ia mendengar percakapan arif di telvon sebelum hendak mengetuk pintu milik arif.

"iya, insyaallah minggu minggu ini aku mau ngelamar kamu syal" kata arif pada seseorang yang sedang menjadi lawan bicaranya di sebrang sana.

Azzam hanya menghembuskan nafas lega. Untung saja yang mendengar itu dirinya. Jika adiknya yang mendengar semua itu, sudah di pastikan betapa sakitnya hati adik yang begitu ia sayangi.

Azzam mulai melangkahkan kembali kakinya dan mengetuk pelan pintu milik arif. Dapat di lihat arif mulai menutup pembicaraanya pada orang yang sedang ia telvon.

"arif udah di tunggu tu sama aunti dan om di meja makan" kata azzam sambil mengalihkan kepalanya kearah meja makan.

"iya bang, maaf jadi menunggu". Katanya sambil menggaruk tengkuknya pertanda tidak enak kepada yang lainya. "gak,santai aja. Yuk" ajak azzam sambil berlalu pergi dari kamar arif.

Arif mengikuti azzam di belakangnya. Sejak arif datang ke rumahnya. Hanya Rara lah yang memiliki rasa tidak nyaman. Berada dalam satu rumah dengan seseorang yang ingin ia lupakan. Namun hal tersebut harus ia jaga.

Arif mulai duduk di kursinya. Dia mengambil kursi yang di sebelah azzam. Namun berhadapan dengan rara.

"hmm. Maaf ya aunty, om arif kelamaan tadi" katanya meminta maaf kepada ummi dan abbinya rara. "gak papa rif, tadi aunty kira kamu keluar jadi aunty suruh bang azzam buat lihat kamu ada di kamar atau nggak" jawab ummi sambil menyendokkan nasi ke dalam piring milik suaminya.

Seindah Do'aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang