Satu

322 21 4
                                    


Kamu berlari sambil terus mengumpat dalam hati, menyesal karena tidak mematuhi perintah Ibumu untuk tidak begadang sampai pagi.

Kamu bangun kesiangan dan sepertinya terlambat ke sekolah. Padahal hari ini upacara penerimaan siswa baru, dan tidak seharusnya kamu terlambat di acara sepenting ini.

Kamu berhenti saat sampai di depan gerbang yang, tentu saja sudah ditutup. Diam-diam bersyukur karena ternyata bukan Kamu sendirian yang terlambat hari ini.

Ada seorang pemuda berambut oranye yang berdiri dengan kepala menengadah, memerhatikan gerbang besar di hadapannya.

Matanya bersitatap denganmu saat dia menengok ke samping karena menyadari kehadiran orang lain.

“Ternyata ada orang lain yang telat, mending lah.”

“Namaku Chuuya, Nakahara Chuuya.”

“Oh, Chuuya-san, kenapa telat? Kesiangan juga pasti.” Ucapmu tanpa dosa, membuat pemuda di depanmu berwajah masam.

“Ketemu orang aneh yang mau bunuh diri di jembatan tadi, diselametin malah marah-marah.”

Kamu cuma meringis dalam hati, rasanya sosok yang dibicarakan Chuuya itu cukup familier. Sepertinya kejadian yang sama terjadi padamu tiga tahun lalu, bedanya setelah itu Kamu diajak bunuh diri bersama.

Dan ternyata orang itu menjadi teman sekelasmu semasa SMP dulu. Dazai Osamu namanya.

“Hehe, pengalaman yang menarik ya. Tapi sekarang Kita harus manjat pagar biar bisa masuk.”

“Mau kub---“

Chuuya baru hendak menawarkan bantuannya ketika kamu menjatuhkan tas, mengambil ancang-ancang dan berlari kecil. Kemudia melompat, tanganmu meraih bagian atas pagar, kemudian kaki mulai mencari pijakan.

Setelah berhasil memanjat, kamu agak menimbang apakah kakimu akan cukup kuat untuk menahan beban tubuh saat kamu mendarat, tapi akhirnya kamu melompat turun juga. Untuk sesaat pergelangan kakimu cukup nyeri, tapi setelah itu nyerinya tidak terasa.

“Chuuya, tasku dong, tolong.”

Di sisi lain pagar sekolah, Chuuya Cuma mematung dengan pipi yang agak bersemu merah.

“Kalau mau loncatin pagar lagi, lain kali pakai celana panjang ya.”

Reflek kamu memegangi rokmu, kini wajahmu sama merahnya dengan pemuda di seberang sana.

“DASAR CEBOL MESUM!”

“SIAPA YANG KAMU PANGGIL CEBOL MESUM HAH? LAGIAN TINGGIMU JUGA NGGAK SEBERAPA.”

“Ya biarin lah! Paling tinggi kita cuma beda dua sentian juga. Lagian mana ada cowok yang bandingin tingginya sama cewek. Jelas beda pokoknya.”

“Seenggaknya panggil nama orang yang bener, jangan seenaknya.”

Sepertinya Chuuya sadar kalau meladenimu hanya akan membuang lebih banyak waktu. Dia berjalan untuk mengambil tasmu, kemudian melemparkannya secara asal. Dia juga melemparkan tas miliknya.

Kamu memungut tasmu di bawah dengan wajah ditekuk, masih dendam dengan pemuda pendek oranye yang agak temperamen itu.

Chuuya yang sudah neik ke atas pagar menghentikan gerakan karena ada seseorang yang menarik ujung seragamnya, saat Chuuya menengok ke bawah yang dia lihat adalah wajah orang yang membuatnya terlambat hari ini.

“Chuuya, tungguin dong!”

“Kenapa perban sialan ini ada di sini juga sih!”

Kamu baru menyadari keberadaan Dazai saat mendengar omelan Chuuya, Dazai menatapmu sambil melambaikan tangan, senyum bodoh andalannya terpampang di wajah.

“Kita satu sekolah lagi ya.”

“Oh, halo. Dazai, Chuuya, Aku duluan ya. Dadah!” kamu segera berbalik dan berlari secepat yang kamu bisa.

Kalau menunggu mereka pasti lama. Karena Kamu yakin saat ini Chuuya dan Dazai sedang adu mulut. Sebenarnya hanya Chuuya yang marah-marah dan Dazai hanya akan cengengesan tidak jelas seperti orang kurang waras.

Aih, Dazai kan memang gila.

....

Setelah upacara penerimaan siswa baru selesai-—untungnya tadi tidak ada yang menyadari keterlambatamu karena langsung masuk di barisan paling belakang-—Kamu mencari kelasmu.

Dan hanya bisa melongo di ambang pintu saat melihat dua pemuda yang Kamu kenal bertemu pandang denganmu.

Benar kata orang, dunia ini begitu sempit.

Oke, saya enggak tau ini cerita apa. Tapi tiap chapternya enggak bakal jauh-jauh dari 500 kata.

Sekian, terimakasih.

ClassmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang