Tiga

138 14 3
                                    

Chuuya, pinjem buku catetan bentar.” Chuuya memutar bola matanya, menunjukkan ekspresi ogah-ogahan, minta ditimpuk memang.

Ini bocah manggil nama kalau ada maunya doang.

“Ngapain? Mau nyontek pr? Lagi dipinjem Dazai tuh.” Katanya sambil menunjuk Dazai dengan dagunya. Yang ditunjuk ternyata sedang cengengesan dengan siswi kelas sebelah, mungkin gebetannya Dazai.

Eh nggak mungkin, Dazai kan suka sama cewek rada sengklek satu ini. Pikir Chuuya setengah nelangsa.

“Ih Cebol ini, suudzon terus kerjaannya. Aku mau nyalin catetan doang, kemaren ketiduran.” Chuuya reflek menjitakmu yang memang agak kurangajar, niatnya ingin protes dengan penghinaan seperti itu diurungkan karena dipotong duluan. “Lagian Dazai malah pacaran tuh. Udah ah, pinjem punya Ango aja.”

Chuuya jadi kasihan padamu, mungkin meminjam buku catatan pada Sakaguchi Ango cuma alasan agar kamu bisa menghindari pemandangan orang yang lagi pacaran di bangku ujung depan, yang paling dekat dengan pintu.

Ya, Dazai Osamu dan siswi kelas sebelah.

Kamu akhirnya menghampiri Ango dan meminta Oda untuk meminjamkan bangkunya, Oda duduknya sampingan dengan Ango sih, dan Kamu sedang malas duduk di bangku sendiri.

Ango tidak keberatan meminjamkan buku catatannya, “Kalo ada yang enggak paham, tanyain aja.” Katanya ramah sambil membetulkan letak kacamata, lalu melanjutkan obrolan dengan Oda.

Yah, daripada catatan milik Chuuya, sebenarnya tulisan Ango lebih rapi dan mudah dipahami. Ada tambahan tulisan berwarna biru dan merah untuk penjelasan, kalau begini Kamu tidak perlu bertanya karena sudah paham.

Niatmu sih, ingin memiliki catatan yang rapi macam tulisan Sakaguchi Ango, tapi baru menyelesaikan separuh, kamu sudah bosan karena harus memberi keterangan di sana sini. Tanganmu bergerak otomatis mencari pensil, lalu iseng menggambar kelinci di buku.

“Tumben nggak bolos ke kantin, padahal jam kosong gini.” Itu suara Chuuya, orangnya sudah berdiri di depanmu tanpa Kamu sadari. “Katanya mau nyatet, malah gambar-gambar nggak jelas.” Komentarnya lagi.

Tanganmu iseng melempar penghapus yang tinggal separuh karena sudah lama digunakan. Penghapus itu tepat mengenai dahi Chuuya, membuatnya emosi. Beruntung Kamu bisa menangkap tangannya yang bersiap menjitak kepalamu.

Kemudian Kamu lanjut mencatat, sekarang berusaha mengabaikan Chuuya yang berkacak pinggang dengan ekspresi heran, tidak biasanya Kamu tak menggubris ucapan Chuuya, biasanya kalau diganggu segala macam hinaan akan keluar dari mulutmu.

Menyerah, Chuuya menyeret bangku kosong di depanmu, duduk diam di sana sambil mengamati gerak-gerikmu. Matamu masih terfokus pada buku di tangan kiri, sedang tangan kanan bergerak menciptakan coretan-coretan yang sekarang mulai acak-acakan.

Peduli amat lah, yang penting bisa dibaca.

Setelah selesai, kamu menutup buku. Lalu memandang balik Chuuya yang tatapannya lurus ke arahmu.

“Tumben, rajin.”

“Tobat, Cebol. Udah kelas tiga.” Jawabmu asal.

“BISA NGGAK SIH NGGAK USAH MANGGIL CEBOL!” Chuuya berhasil memukul lenganmu, mungkin kelihatan pelan. Tapi kecil-kecil begitu tenaganya lumayan (begitu-begitu dia pernah menjabat sebagai ketua di ekskul karate), membuat lenganmu sedikit nyut-nyutan.

“BISA NGGAK SIH NGGAK USAH NGEGASS?!” kali ini kakimu menendang kursi yang diduduki Chuuya dengan tenaga berlebih, membuatnya hampir terjungkal dan kakimu berdenyut sakit. Duh, efek terbawa emosi.

“UDAH WOY! Tiap hari berantem terus, nggak ada kerjaan lain apa?” kali ini Oda yang bicara dengan nada tinggi, bergaul dengan satu orang macam kalian (Kamu, Chuuya, dan Dazai) saja sudah mempercepat penuannya. Dan Oda harus menghadapi tiga sekaligus.

Cerita ini alurnya nggak direncanain, jadi agak gaje.

ClassmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang