Pdf bisa di beli wa +62 822-1377-8824
Ebook di playstore buku.###
Suara gemerisik semak-semak tertangkap di pendengaran Yaszha yang membuka matanya saat ia berbaring bersama Nara yang masih tertidur dalam pelukannya setelah aktivitas panas mereka.
Instingnya kuat, ada seseorang yang mencoba menyerang gubuknya. Dengan sigap dan tanggap Yaszha bangkit mengenakan celana panjangnya lalu menarik Nara hingga gadis itu terbangun.
Nara mengucek matanya saat memperhatikan Yaszha melangkah meniup api lampu corong hingga kamar benar-benar gelap gulita membuat Nara mengerutkan kening. Tubuhnya bergidik karena sebenarnya ia takut dengan kegelapan.
"Kenakan baju kausku, kita harus pergi dari sini," kata Yaszha hampir terdengar bagai bisikan.
"Memang apa yang terjadi?" tanya Nara.
Yaszha mendekati Nara mentup mulut gadis itu. "Ussstt... jangan keras bicara, maka kita akan habis di tangan mereka."
Nara mengangguk, detak jantungnya berpacu cepat, ia pun tidak mengerti apa maksud Yaszha. 'Mereka' siapa? Hal itu yang terus dipertanyakan Nara dalam hatinya.
Nara pikir manusia yang tinggal di hutan ini hanyalah Yaszha seorang yang dikenal sebagai pria gila yang menghabisi nyawa penduduk desa dan memangsanya, tapi ternyata ada kelompok lain yang menghuni hutan ini dan semua masih terselimut kabut misteri.
"Kenapa bengong? Ayo bangkit dan kenakan kaus itu!" kata Yaszha sedikit membentak.
Nara lantas beranjak dari dipan ranjang, mengenakan baju kaus Yaszha untuk menutupi ketelanjangannya.
Belum selesai baju terpasang, Yaszha sudah menariknya menuju pintu dapur hingga Nara memekik pelan.
"Kau kuat berlari, bukan? Saatnya kita pergi," kata Yaszha menggenggam tangan Nara kuat sebelum membawa gadis itu berlari sekencangnya menerobos hutan.
Tidak lama, dari kejauhan terdengar suara tembakan dilepaskan. Sempat Nara menjerit ketakutan lalu menambah laju kecepatan larinya mengimbangi Yaszha yang sangat cepat di depannya, namun tanpa melepaskan genggaman tangannya.
"Kejar mereka!" teriak salah satu pria dengan lantang mengisi keheningan malam di hutan tersebut.
Napas Nara ngos-ngosan, tidak dirasakannya lagi kakinya yang terluka menginjak ranting-ranting dan akar pohon. Sampai ia tersandung sebuah batu membuatnya menjerit nyaring, ibu jari kakinya berdarah, kukunya hampir terlepas, air mata Nara merembes, ia tersungkur di tanah, menutup mulut meredam tangisannya.
"Kau pasti baik-baik saja, oke... tarik napasmu, Sayang," bisik Yaszha menenangkan Nara.
Yaszha meraih Nara ke dalam gendongan dan pria itu berlari menembus rimbunnya hutan menuju suatu tempat di mana tidak ada yang bisa melacak lagi.
🌲🌲🌲😸😸😸
NOTE: HARAP DIBACA!!!!
Cerita ini kolaborasi 2 penulis:
AQILADYNA & EMERALD🌲🌲🌲😸😸😸
"Kita kehilangan jejaknya, Tuan."
Bagas menggeram marah melayangkan pukulan ke beberapa anak buahnya yang dianggap gagal.
"Melumpuhkan seorang wanita saja kalian tidak becus!" desis Bagas.
"Tuan, dia tidak sendiri, ada seorang pria bersamanya."
Bagas melirik gubuk yang sempat anak buahnya geledah, ia pun masuk ke dalam memeriksanya. Matanya melirik pada piring kotor di atas meja, ia terus mencari-cari dan menyoroti baju seragam di dalam keranjang anyaman dengan senter di tangannya.
Bagas mengambil baju itu memperhatikannya saksama.
Baju seragam SMA... ini pasti milik Nara. Lalu dengan siapa Nara tinggal di sini?
Tidak mungkin Yaszha, bukan? Keponakannya itu sudah lama mati, dan rumor orang gila hanya mitos sebab sebenarnya penduduk desa mati secara misterius karena ulah kelompoknya, Bagas tidak segan menghabisi siapa saja yang mengetahui atau memasuki kawasan ladang ganjanya hingga tidak ada satu pun yang berani memasuki hutan.
Mungkinkah ada pengkhianat di antara anak buahnya, berusaha menyembunyikan Nara demi kepentingan pribadi? Bagaimanapun Nara harus mati karena berani memasuki hutan!
"Pak, kemungkinan mereka tidak akan selamat," kata Aryan muncul memasuki gubuk mendekati sang Ayah.
Bagas berbalik menatap putranya.
"Mereka melewati perbatasan rawa di mana para buaya paling ganas di sana, pastinya mereka mati dimakan hewan-hewan itu."
"Kuharap kau benar, kalau tidak, aku sangat kecewa padamu," ujar Bagas berlalu melewati Aryan.
Aryan mengepalkan tangannya menatap ke arah punggung Bagas.
Tbc