Gerry Audrey, remaja berumur 18 tahun yang berada di bangku kelas 3 SMA tepatnya pada kelas IPA 1. Gerry terbilang sebagai salah satu siswa yang malas berhubungan dengan buku, guru, sekolah, cinta, apalagi gadis. Entahlah, sepertinya game online yang skarang marak di sukai oleh anak muda di zaman modern ini membuat Gerry ikut tenggelam di dalamnya tanpa peduli soal pendidikan. Bahkan hal itu membuat Gerry sering mengantuk dan terlambat bangun pagi. Jika mujur dirinya masuk sekolah, pastinya Gerry akan melanjutkan tidurnya di kelas.
Beruntung ayah Gerry adalah donatur tunggal pada sekolah tersebut sehingga membuatnya masuk pada kelas yang di anggap sebagai tempat berkumpulnya anak-anak cerdas. Namun bukan berarti Gerry tidak sepintar mereka, hanya saja dirinya terlalu tidak bergairah untuk bersaing dengan teman-teman sekelasnya. Terdengar agak meninggikan diri, tapi itulah yang ada di benak Gerry. Dia percaya akan kemampuannya makanya Gerry takut jika dia fokus menggeluti pendidikannya justru dirinya malah akan menjatuhkan mimpi teman-temannya yang saat ini memegang prestasi kelas. Hal inilah yang membuat beberapa anak di sekolah itu iri hati bahkan membeci Gerry ketika mengetahui tentang perbedaan perlakuan yang di berikan oleh guru-guru mereka kepada Gerry hanya karena ayah Gerry adalah sosok yang sangat berperan penting dalam kemajuan sekolah tersebut. Namun ada beberapa juga guru yang tidak peduli soal status Gerry, salah satunya Buk Marah. Jika Gerry salah, terlambat, tidak mengerjakan tugas, beliau akan tetap menghukumnya.
Soal cinta atau pun gadis, bukan tak ada yang menyukainya namun Gerry sendirilah yang memilih untuk tidak berurusan dengan mereka. Bagi Gerry, semua gadis di sekolahnya jelek tak ada satu pun yang menurutnya cantik. Bahkan gadis-gadis hits dan populer di sekolahnya pun tidak di lirik oleh Gerry sedikit pun. Sebenarnya hal itu bukan menjadi alasan utama mengapa dirinya enggan berurusan dengan cinta tetapi ada hal lain, hal yang sangat sulit untuk Gerry jelaskan bahkan menceritakan pada orang terdekat pun Gerry tidak sedikit pun berniat melakukannya. Entahlah pada Gio dan Hendra sebagai sahabat Gerry, apa mereka juga mengetahui alasan tersebut atau justru ikut bingung dengan sikap Gerry yang jauh berbeda dari kodrat remaja pada umumnya yang selalu tergiur akan asmara. Terlepas dari itu semua, dari sikap Gerry yang pemalas serta cuek pada sekitarnya, tetap saja gadis-gadis cantik masih mengidam-idamkan untuk menjadi kekasinya.
...
Gerry mendengus kesal di tempat duduknya setelah berhasil mencapai kelasnya. Sebenarnya Gerry malu akan kejadian yang di alaminya beberapa menit lalu, bagaimana dirinya bisa salah masuk kelas, bagaimana seisi kelas menertawakannya, dan bagaimana buk Marah yang hampir saja menerkamnya.
"Kau sudah disini Gerry?" tanya Hendra yang baru masuk kelas di ikuti Gio yang mengekor dibelakangnya.
"Hey kalian kemana saja?" Gerry balik bertanya dengan nada kesal. Hendra dan Gio duduk di kursi depan tempat Gerry berada, keduanya menghadap Gerry.
"Dari kantin lah Ger" jawab Hendra santai.
"Kalian tau barusan aku..."
"Salah masuk kelas kan?!" potong Gio seraya menyembunyikan tawa yang ingin segera keluar dari mulutnya.
"Kau... Bagaimana kau tau?" tanya Gerry bingung.
"Astaga Gerry, aku dan Gio sudah menahanmu tadi tapi tetap saja kau mengabaikan kami" jelas Hendra.
"Hah?"
"Yup, aku dan Hendra juga masih menyaksikan bagaimana buk bermata empat + gendut itu hendak menelanmu" tambah Gio di ikuti tawa kecil.
"Aaargh" Gerry mengacak rambutnya pelan.
"Untung saja tak satu pun orang di kelas itu yang aku kenal. Kalau saja ada, mungkin aku sudah malu setengah mati" ucapnya lagi. Hendra dan Gio tertawa.
Memang tak satu pun di kelas 2 IPA 2 yang di kenali Gerry kecuali buk Marah. Hal ini dikarenakan sikap cuek dan dingin Gerry yang jarang bergaul dengan orang lain apalagi yang sama sekali tidak di kenalnya. Selain itu, sekolah tersebut cukup luas dan memiliki banyak siswa di tambah Gerry yang jarang masuk karena sering terlambat bangun sehingga membuat Gerry benar-benar seperti menutup diri, bahkan yang terlihat sehari-hari hanyalah dua sahabatnya tersebut yang mengawal aktivitas Gerry.
...
Guwita, gadis yang barusan di buat terjatuh oleh laki-laki yang sama sekali tidak di kenalnya juga tampak terlihat kesal setelah memperbaiki tempat duduknya yang berantakan karena ulah teman-teman gadis di kelasnya. Meskipun teman-teman yang lain tampaknya mengenal Gerry namun Guwita tidak. Benar, gadis itu sama sekali tidak mengenali tukang tidur itu, melihatnya pun tidak pernah.
"Hey wajahmu kenapa?" tanya seseorang yang tiba-tiba datang menghampiri Guwita dan duduk disebelahnya. Dia Ana, sahabat Guwita sekaligus pemilik bangku di samping Guwita yang beberapa menit lalu di tiduri Gerry.
"Ah kau dari mana saja Ana? Apa kau tau apa yang terjadi padaku tadi? Kejadian sial ini terjadi karena kau!" celoteh Guwita.
"Hehe, aku tadi sedang bertemu Leo" jawab Ana cengengesan.
"Leo lagi, Leo lagi. Berarti semua ini karena Leo? Coba saja kalau dia tidak mengajakmu pasti hal ini tidak akan terjadi" Guwita bertambah kesal. Ana memang saat ini sedang menjalin pendekatan dengan Leo, siswa kelas 3 IPA 1.
"Sebenarnya apa yang terjadi sampai kau menyalahkan aku dan Leo seperti ini?" tanya Ana penasaran. Guwita dengan wajah cemberutnya pun menceritakan kejadian tadi pada Ana.
"Lihatlah sekarang lenganku sakit karena ditindih olehnya tadi" ucap Guwita seraya menunjukkan lengan tangannya yang memerah karena jatuh tadi.
"Beruntungnya dirimu Guwi" balas Ana setelah mendengar semua cerita dari Guwita.
"Hah? Beruntung bagaimana maksudmu, yang ada aku sial" ketus Guwita saat mendengar ucapan Ana yang tampak jauh berbeda dari pendpatnya sendiri.
"Gerry? Gerry Audrey yang kau maksudkan kan?" tanya Ana memastikan.
"Ya sepertinya, kalau aku tak salah mendengarnya tadi" jawab Guwita datar.
"Ya ampun Guwi, dia adalah pria pujaan gadis-gadis di sekolah ini" jelas Ana sumbringa. Bahkan saking gregetnya, Ana memegang kedua pipi Guwita seraya menepuknya pelan.
"Oh ya?!" jawab Guwita datar. Guwita memang mulai mengerti bahwa sahabatnya ini juga satu golongan dengan gadis-gadis yang berebutan untuk berfoto dengan Gerry tadi.
"Yup, dan kau? Uuh Guwi insidenmu sangat romantis dengan Gerry" ucap Ana masih terkagum-kagum.
"Heh? Romatis?" Guwita melepas tangan Ana dari pipinya.
"Aku sama sekali tidak mengenalnya. Dan aku tekankan Ana bahwa kejadian tadi itu sangat jauh dari kata romantis apalgi beruntung, yang ada itu sial dan memalukan!" balas Guwita seraya memperbaiki duduknya menghadap ke depan. Dirinya mengeluarkan buku dari dalam tas dan memilih membacanya dibandikan harus mendengar ucapan Ana yang menurutnya tak masuk akal.
"Oh iyah, bagaimana kau tak mengenalnya sementara kau selalu menghabiskan waktu di kelas dan perpustakan. Dan selain itu Gerry juga jarang masuk sekolah makanya kau tak pernah melihatnya apalagi kami yang menyukainya sangat sulit untuk bertemu" jelas Ana.
"Jarang masuk sekolah? Sangat jauh dari kata idaman" balas Guwita. Jelas Guwita akan berkata demikian bahkan semakin tak suka dengan Gerry karena pria idaman Guwita adalah laki-laki yang cerdas, rajin dan disiplin sepertinya.
"Ah terserah kau saja" ucap Ana.
"Eh tadi kau bilang Gerry tidur disini kan?!" lanjut Ana seraya membaringkan kepalanya di atas meja, sementara kedua tangannya mengusap-usap meja tersebut. Guwita mengangguk.
"Uuh Gerry maukah kau menjadi selingkuhanku ketika aku jadian dengan Leo nanti?!" gumam Ana.
Guwita hanya melirik dari ujung matanya seraya berdecak geli dengan tingkah sahabatnya itu.
.....
Yup gimana part 2 nya?
Jangan lupa tinggalin jejaknya ya guys, vote and coment. Yermi disini juga butuhin kritik dan saran yang membangun dari kalian.See you di bagian berikutnya yah😊
KAMU SEDANG MEMBACA
The Miracle Of Love
RomanceCinta? Aku tidak membutuhkannya. Aku tidak menginginkannya. Cinta bukanlah kebahagiaan. Sesungguhnya, dibalik topengnya yang indah, cinta adalah sumber kepedihan. Cinta itu tidak nyata. Cinta hanya dimiliki oleh orang-orang yang pandai berimajinasi...