Usai hujan terlalui, keheningan merebak, tak ada kata yang terucap, tak ada yang memulai konversasi, canggung diantara mereka berdua -setidaknya bagi Renjun. Sebab, gadis itu masih sibuk dengan rambutnya yang berantakan. Di depan toko kelontong, mereka berdua bersama di dalam kerumunan orang-orang yang juga sibuk mencari teduh.
"Terima kasih." Ucap gadis itu sambil mengusap kedua tangannya. Renjun tahu gadis itu kedinginan. Tubuhnya dan bibirnya bergetar, tangannya juga tak sengaja menyentuh siku halus Renjun -dan, memang, gadis itu menyalurkan suhu dingin yang luar biasa.
"Sama-sama." Jawab Renjun singkat. "Mau beli mie? Buat hangat-hangat," lanjutnya.
Gadis itu menggeleng, "Nggak, uangku cuma cukup buat naik bis, aku nggak mau pulang jalan kaki."
Renjun terkekeh, "Aku traktir. Mau, ya?"
Setelah dua gelas mie instan terbeli, di kursi mereka duduk, depan toko kelontong tadi, tiba-tiba Renjun merasa waktu berhenti. Gadis itu masih lahap menyantap mienya, sementara sang adam tak lepas menatap gadis di depannya.
Gadis itu merasa aneh sebab Renjun tak kunjung memakan mienya. "Kamu nggak makan?"
Renjun tersenyum kilat. "Aku nggak lapar."
Gadis itu berjengit sedikit ketika Renjun tersenyum, bahaya -rasanya seperti tersengat listrik. Oh, Tuhan -lagi pula, siapa yang tidak tersihir oleh senyum milik Huang Renjun?
"Kalau gitu kenapa beli?" Tanya gadis itu pelan. "Kan buang-buang uang."
"Uang dicari kan memang untuk dibuang," balas Renjun sekenanya, lalu gadis itu menatap Renjun kesal.
Detik berikutnya, ada suara aneh -ah, ternyata perut gadis itu. Ia tersenyum, "Ah, maaf, aku dari tadi siang memang belum makan."
Renjun segera menyodorkan mienya, "Kayanya kamu perlu ini, deh."
"He he he, besok aku ganti, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AVONDRUST, RENJUN
Short StoryMata sayu yang sepadan bak kalbu sebesar Himalaya, menatap Renjun dengan penuh cinta. © THE1972