New Garden

191 49 29
                                    

"KAU sungguh tak tahu diri," katanya. "Kau sama sedang sakitnya dengan mereka. Mengapa tidak diam saja dan tunggu tenaga medis datang kemari? Mengapa begitu repot sekali ikut-ikutan membungkus tangan, kepala, dan kaki orang lain?"

Aku bergeming, tak berhenti mengikat kain-kain kasa pada salah satu tangan dua orang gadis, seorang ibu, dan kaki seorang anak laki-laki. Sosok itu datang lagi. Aku berniat mengacuhkannya. Dalam diam dan sorot sendu yang memandang sisa-sisa darah di sela kuku, berharap dia segera berhenti mengusikku, meninggalkanku di sini, sendirian.

Namun, semua khayal itu tidak terjadi. Nyatanya ia makin menghampiri, merampas sisa kain kasa yang berada dalam genggamanku tanpa ampun. Tentu saja, aku menoleh kesal kepadanya. Ia pun melakukan hal yang sama, menatapku tajam, sembari meraih beberapa kain keluar dari tempatnya.

"Kembalikan!" gertakku, berusaha meraih paksa kain kasa yang tersisa. "Jangan membuangnya!!!"

"Biarkan dia, Nak." Seorang wanita tua yang terduduk di samping anak laki-laki di sana menyentak bahuku, menenangkanku bersama senyumnya. "Barangkali ia membutuhkannya. Kami sudah baik-baik saja."

"Tapi—"

"Ya," ia memotong ucapanku dengan ekspresi dongkol yang sama. "Aku memang membutuhkannya."

Tak kulanjutkan. Wanita tua itu tidak mengerti. Aku mengenal segala karakter terburuk dari sosok tersebut. Dia tidak benar-benar membutuhkan kain kasanya! Dia ingin aku berhenti sedangkan dia tidak paham. Dia orang terburuk!

Si wanita tua mengangguk mengerti, mempersilakan manusia paling kurang ajar itu mengambil sisa kain kasa sementara dia sendiri tak memiliki luka sekecilpun di raganya. Kemudian ia bangkit, meninggalkan kami tanpa ucapan terima kasih atau basa-basi memuakkan.

Amarahku hampir saja melonjak. Kutarik napas dalam-dalam, mencoba lebih tenang selagi aku berusaha bangkit pula dari duduk. Rasa nyeri di lengan kiriku belum berkurang, padahal menit lalu aku sudah membasuhnya dengan alkohol. Pelan-pelan kuraba dinding, menjaga keseimbangan pula sembari merasakan rasa ngilu akibat terkilir di medan perang. Aku melihat punggung sosok itu, Ash, menghilang masuk ke dalam sebuah ruangan di tengah-tengah koridor.

Memang siapa yang bakal diobati oleh si manusia kurang ajar? Mungkin hantu. Aku mempercepat langkah hingga berhasil mengintip di depan pintu. Kosong, tak ada seorang pun, Ash juga tak terlihat di mana-mana. Mengernyit, hati-hati kumasuki ruang penuh lemari dokumen, meja kerja, dan beberapa matras kosong di sana. Apa aku salah masuk ruangan?

Dan tiba-tiba saja pintu ruangan tertutup. Kepalaku sontak tertoleh ke belakang punggung, terkejut setengah mati sedangkan dengan enteng Ash mendorong pintu itu dari belakang tanpa sepengetahuanku—menggunakan kaki. "Sialan, sebenarnya apa maumu!?" lagi-lagi aku membentaknya. Sabarku sudah habis setelah tahu kain kasa itu hanya untuk ia permainkan. Ash tak menanggapi lebih awal. Dia kembali menggenggam kain kasa tersebut dengan kedua tangan, menatap serabut benang-benang putih di antara jemarinya sembari melangkah mendekatiku.

Selama ia mencoba mendekat, paru-paruku menyempit. Aku kesulitan bernapas.

Akhirnya ia berbicara, cenderung bergumam, "Mengapa semakin lama kau semakin sulit kukendalikan?"

"Kau membicarakan sesuatu yang tak berguna. Minggir! Aku harus istirahat."

"Naik ke matras," titahnya tiba-tiba.

"Apa!?"

"Kau tak dengar?" Ia mendongak, mengalihkan pandangan dari kain kasa di tangannya. "Aku bilang naik ke matras."

"... Aku tidak mau." Makin kulawan, makin paru-paruku terasa sempit. Hampir saja kakiku menekuk kehilangan tenaga untuk berdiri lebih lama. Ash menatapku tak terbaca, agak lama, dan begitu kupaksakan kakiku untuk beranjak keluar ruangan, kontan saja Ash segera membopongku. Membawaku ke atas matras hingga kusempat membentaknya lagi—dengan pukulan—sedangkan ia berlanjut menahan bahuku agar tetap berbaring hingga ia berhasil membungkus luka pada lengan kiriku dan aku terdiam. Selama mengikat itu, ia bergumam kembali, "... Tolong, kali ini saja."

[1]The Great Hall For Conseil ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang