Part 5

30 5 0
                                    

Di sebuah ruangan yang tidak terlalu besar namun juga tak dapat dikatakan kecil, terlihat dua orang siswa berlainan jenis tampak tengah berhadapan dengan seorang wanita paruh baya. Suasana di sana tampak tegang, Zolla memilih memainkan roknya ketimbang menatap wanita dihadapannya dengan tatapan mematikan itu.

"Astaga! Aku tidak mengerti dengan kalian berdua. Bisa-bisanya kalian berdua membolos, terutama kau!"

Jung ssaem menatap tajam kearah Zolla, "Kau itu murid baru, bisa-bisa nya kau berniat membolos begitu"

"Ssaem, harus berapa kali aku bilang padamu? Aku tidak berniat membolos"

Tatapan Jung ssaem beralih ke Mark, anak yang satu itu selalu saja berhasil menyulut kemarahannya. Mark selalu gemar berurusan dengannya, pria itu memang tak pernah sekalipun bersikap sopan pada guru-guru terutama dirinya. Mereka itu musuh bebuyutan, mungkin bisa dibilang seperti itu? Entahlah.

"Dan kau!" Kata Jung ssaem terhenti. Mark hanya menatap Jung ssaem dengan tatapan yang bisa dikatakan meledek.

"Kenapa kau selalu membuat semua guru geram padamu?!" Jung ssaem tampak gemas pada Mark.

Pria itu hanya memutar bola matanya dengan mendengus malas, iya dirinya malas karena harus berurusan dengan Jung ssaem.

Sedangkan disampinya, Zolla hanya diam membisu dirinya tak tau harus bagaimana. Ia tidak seperti Mark yang tampak tak punya sopan santun, setidaknya meski ia ingin dirinya tak'kan bisa melakukannya ia masihlah terbilang baru di sekolah ini.

"Aku tidak akan membuat Park ssaem marah padaku kalau kau lupa" kata Mark ketika otakanya mengingat seseorang yang sangat dihormatinya.

Park Ji Eun, guru dengan kacamatanya yang sudah tidak muda lagi. Sikapnya yang tegas namun juga supel membuat Mark merasa nyaman kala ia sedang bersamanya. Ada kalanya mark pergi menemui wanita paruh baya itu untuk berbagi kisah hidupnya yang tak sebagus seperti apa yang kalian pikirkan, Park Ji Eun yang memang kehilangan seorang anak menjadikan Mark sebagai salah satu perantara baginya untuk menyalurkan rasa rindu pada sang buah hati.

"Ya, aku tau kau sangat menghormati beliau" kata Jung ssaem.

"Nah, itu kau tau" Jawab Mark menyetujui perkataan Jung ssaem.

Jung ssaem terlihat memijat pelipisnya, dirinya tak tau lagi harus sesabar apa untuk menghadapi muridnya yang satu ini. Sedangkan Mark terlihat santai, tangannya bersidekap dengan punggungnya yang bersandar pada kursi.

"Karena aksi bolos kalian,
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Terpaksa kalian harus masuk ruang detensi"

#

Pulpen itu tampak terus bergerak, menari-nari diatas selembar kertas sesuai dengan perasaan gadis itu. Bukan suatu gambar yang bisa kau kagumi hasilnya, tapi hanya sebuah gambaran abstrak yang nampak terlukis di sana.

Zolla menghela nafasnya kasar, dirinya sudah kehabisan akal untuk menghibur diri sendiri di ruangan yang terlihat sangat membosankan itu. Sedangkan disampinya, Mark tampak berdiri seraya menyandarkan punggungnya pada dinding dengan sebuah buku yang entah darimana ia dapatkan.

Ponsel dan segala peralatan ataupun barang bawaan mereka, semuanya disita selama keduanya menjalani sanksi di ruang detensi. Terhitung sudah hampir 30 menit mereka sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, itu tandanya masih ada 90 menit lagi yang harus mereka lewatkan diruangan yang bahkan hanya berisi beberapa meja dan kursi juga sebuah lemari di sudut ruangan.

Kaki itu terus menendang2 meja dihadapannya, dari sebuah tendangan ringan hingga kian lama kian menguat membuat gadis yang tengah duduk di sana geram.

IntrèpideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang