[ 𝐓𝐀𝐇𝐀𝐏 𝐑𝐄𝐕𝐈𝐒𝐈 ] Dia yang tuli serta bisu, dan kamu yang bisa mendengar sekaligus berbicara.
Namanya Mikage Reo, pemuda tampan bergelimang harta yang selalu menjadi bahan bullyan di sekolah akibat kekurangannya. Kedatanganmu seolah menja...
DILARANG KERAS MENCOPY-PASTE, MEMPLAGIATI, ATAU MENIRU SAMA PERSIS FANFIC MILIK SAYA INI! JIKA TERINSPIRASI, IZIN TERLEBIH DAHULU KEPADA SAYA!
DILARANG KERAS MENJADI SILENT ATAU GHOST READERS, WAJIB VOTE TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA!
CEK KOMENTAR DI SINI UNTUK MENGETAHUI PANDUAN MEMBACA DIALOG REO ➡
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Sakit.
Telinganya terasa sangat sakit hingga menggetarkan seluruh tubuh. Rasa nyeri yang tajam menjalar dari daun telinga yang kini berlumuran darah dan menyebar ke bagian kepala sehingga menyesakkan dadanya karena merayapi setiap inci kesadarannya. Rasanya panas, berdenyut, dan seakan menghantam pikiran tanpa belas kasihan.
Pada akhirnya, air mata yang sejak tadi tertahan pun tumpah membasahi wajah mungil anak laki-laki itu. Suara isakannya lirih dan hampir tertahan, tapi ubuhnya gemetar hebat. Bukan hanya rasa sakit fisik yang menguasai, tetapi juga gumpalan emosi yang seakan hendak meledak di dalam dada.
Perasaan yang campur aduk terlalu berantakan untuk dipahami sehingga membuatnya merasa mual. Serangan panik membuatnya ingin muntah, berteriak dan menghilang dari tempat itu. Tapi dia hanya bisa duduk kaku di bangku sembari menatap meja yang kini mulai kabur oleh air matanya sendiri.
Di hadapannya, Igarashi Gurimu--anak laki-laki yang baru saja melakukan ini padanya ikut terdiam. Matanya melebar dan wajahnya pucat. Dia tidak berniat melakukan sampai sejauh ini.
Gurimu hanya ingin memberi pelajaran atau dalam istilah lain, balas dendam. Namun, dia langsung merasakan sesuatu yang dingin merayap ke dalam hatinya begitu melihat darah yang mengalir dari telinga Reo dan tubuh anak itu gemetar seperti seseorang yang baru saja mengalami mimpi buruk paling mengerikan.
Rasa bersalah? Mungkin. Tapi yang dirinya rasakan lebih dari itu. Dia merasa takut.
Semua orang yang sebelumnya tertawa atau berbicara, kini membisu. Tidak ada yang bergerak atau berani mendekat. Hanya ada tatapan kosong yang tertuju pada anak yang masih menangis menahan kesakitan di tempat duduknya.
Sampai akhirnya, seorang murid laki-laki muncul di depan pintu kelas dengan penuh kebingungan. "Ada apa ini?" Dia adalah orang yang menjabat sebagai Ketua Kelas dan baru saja tiba di sekolah. Tidak ada satu pun dari mereka yang menjawab pertanyaannya, membuatnya memilih mencarinya sendiri lewat mengamati satu persatu teman kelasnya.
Matanya tertuju ke arah Reo. Hanya ada keterkejutan kecil di sana karena baginya hal seperti ini sudah biasa, sebab lelaki tersebut memang kerap menjadi sasaran perundungan. Jabatannya sebagai seorang ketua kelas seolah tidak berarti karena tidak pernah memberi pertolongan ketika teman kelasnya dibully.
Namun, dia tetap memilih pergi ke ruang guru untuk melaporkan apa yang terjadi karena korban mendapatkan luka parah yang tidak bisa diabaikan.
Sementara itu, di dalam kelas, Reo masih menggenggam telinganya yang terluka sambil menangis sejadi-jadinya. Dia bisa merasakan hangatnya darah yang merembes di antara jari-jarinya. Pandangannya kabur, napasnya sesak, pikirannya semakin berantakan.