1. I Thought it was a Dream

1.3K 179 13
                                    

Hari-hariku selama beberapa bulan ini sangat mengenaskan, Aku berjalan seperti biasanya namun tak jarang menabrak sesuatu di depanku. Aku tersenyum seperti biasanya namun menangis tak lebih dari sedetik setelahnya. Apa hanya aku yang pernah merasakan hal ini? Sakit dihatiku tak kunjung reda. Bahkan tak ada yang dapat menyembuhkannya.

Aku tertawa tanpa sebab , lalu menangis juga tanpa sebab. Di subway , bus , di kampus bahkan saat aku tengah melakukan persentasi pertama kalinya saat baru saja memasuki Universitas, Aku tiba-tiba saja menangis saat diskusi berlangsung. Bahkan saat salah satu temanku berusaha membuat lelucon ditengah tawaku aku menangis dan tanpa aku sadari.

"Kau baik-baik saja?" Sapa Jongil, Aku dan Jongil berada dalam fakultas yang sama. Fakulltas Seni pertunjukan, aku di bidang Vocal sementara ia tari kontemporer. Dan saat ini kami tengah mengikuti kelas yang sama yaitu kelas pertunjukkan yang di gawangi Mr.Park.

"Eoh , aku baik-baik saja" Jawabku singkat lalu tersenyum padanya.

"Tapi kau menangis" Timpal Jongil dengan cepat sapu tangannya telah membelai lembut pipiku. Namun demi Tuhan , aku tak menyadari hal ini terjadi.

"Ah , aku lagi-lagi tak menyadarinya" Jawabku cepat dan menarik saputangan darinya dan membersihkan airmataku sendiri. Jongil hanya mengangguk dan mengacak puncak kepalaku.

Tak jarang dari teman-temanku mengira aku dan Jongil sebagai sepasang kekasih. Dan tak pernah kami tepis. Kejadian seperti ini telah terjadi lebih dari setengah usia kami. Dan aku juga tahu ada gadis cantik yang tak pernah luput sedikitpun dari pikiran Jongil sejak dulu.

"Kau tidak Lapar?" tanya Jongil.

Aku berfikir sejenak kemudian menggeleng. "Aku belum lapar, kau?" aku balik bertanya.

Jongil mengangguk singkat. "Temani aku kekantin" serunya dengan wajah memelas.

"Haruskah? Kau bisa pergi sendiri Jongil-ah!"

Jongil menggeleng. "Aku tak akan meninggalkanmu sendirian"

"Wae?" AKu setengah berteriak, pasalnya Jongil bertingkah seperti aku ini anak kecil yang tidak boleh ditinggal sendiri ditempat yang masih asing seperti ini.

"Taerin sayang, jika kutinggal bisa-bisa air matamu habis karena menangis sendirian. Maka dari itu ikutlah denganku. Setelah itu aku akan menemanimu kemanapun kau ingin pergi! Jebal!"

"Kim Jongil-ssi, bukankah tanpa ku minta kau tetap menemaniku kemanapun?" Tanyaku.

Jongil terlihat salah tingkah, ia bahkan menggaruk tengkuk kepalanya. "Ayolah, aku sangat lapar" Rengeknya kembali.

"Pergilah, aku sedang dalam posisi nyaman. Belilah beberapa roti isi dan kembalilah kesini dengan cepat, aku tak akan menangis"

Jongil terlihat berfikir. "Janji?"

"Eoh! Kka!"

"Ingat jangan menangis!"

"Arasseo! Kka!"

Jongilpun akhinya meninggalkan ku sambil berlari keluar kelas menuju kantin, dan benar aku tidak menangis seperti janjiku padanya karena ada seseorang yang kini duduk di tempat yang baru saja ditinggalkan jongil. Takut-takut akupun menoleh kearahnya dan mendapati seorang laki-laki dengan garis wajah tajam yang kini tersenyum padaku, senyumannya terlihat manis sekali tapi sayang aku tidak merasakan apa-apa terhadapnya. Tapi Entah mengapa wajahnya terlihat familier.

"Kau ingat aku?" tanyanya. Dari caranya ia bertanya berarti aku pernah bertemu dengannnya atau tahu tentangnya.

"Ong Seongho" sadar aku tidak bisa mengingatnya ia menambahkan. "Aku pernah bertemu dengan mu dan Jihoon awal tahun lalu"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LUCID DREAMING (SEHUN X CHANYEOL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang