Chapter 1

73 3 0
                                    

Alana Meisie Titania. Gadis itu tersenyum simpul dan menjerit di dalam hati, usahanya selama 3 tahun tidak sia-sia , karena namanya masuk dalam jajaran siswa-siswi yang diterima universitas-universitas negeri terbaik di Indonesia.

   Di sepanjang jalan kampus , Alana tiada hentinya memanjatkan rasa syukur kepada Tuhan dan tersenyum. Jujur saja ia tidak sabar memberikan berita bahagia ini kepada orang tuanya dirumah, harapannya adalah orang tuanya ikut berbahagia atas pencapaiannya.

"Alana" Alana menoleh keasal suara itu.

" Selamat ya, lo pantes banget diterima PTN impian lo. Sukses terus dan jangan pernah lupain gue".

     Alana terkekeh "Ya ampun,Tara. Gamungkin lah gue ngelupain temen gue yang super bawel dan ribet kaya lo. By the way, lo ada rencana kuliah dimana ?"

"Seminggu lagi gue bakal berangkat ke Singapore untuk ngurus kuliah gue disana, doain aja semuanya lancar."Ucap Tara.

    Tara adalah sahabat Alana semasa SMA , nama Tara tidak berada dalam jajaran siswa-siswi yang lolos tes, padahal Tara termasuk siswi yang pintar dan unik ,namun keberuntungan sedang tidak berpihak padanya.

    Setelah bercakap-cakap dengan sahabatnya itu , Alana melanjutkan perjalanannya dengan perasaan senang bercampur rasa takut yang kini menyerangnya, perasaan takut yang sudah bersarang selama 3 tahun belakangan ini. Namun ia selalu berusaha menepisnya apalagi hari ini adalah hari bahagianya, tidak boleh ada yang merusaknya.

    Suara engsel pintu yang lapuk mengalihkan perhatian yang berada didalamnya. Keluarga Alana sedang makan siang bersama tanpanya, itu bukan masalah besar karena hari ini ia memang telat datang.

   Darsana Titania selaku ayahnya memperlihatkan sedikit senyuman saat melihat kehadiran putrinya. "Apa ada hal yang membuatmu senang hari ini?" Tanya ayah Alana sambil memotong daging ayam dan menyantapnya.

"Aku diterima di Universitas Gajah Mada, yah" jawab gadis itu dengan sumringah

"Oh, ya? Itu bagus" Ayahnya mengacak rambut anak gadisnya itu dan berjalan melewatinya. Alana yakin ayahnya itu juga turut berbahagia.

"Lalu, kamu akan pindah ke Yogyakarta dalam beberapa waktu ini?" Kini ibunya mengangkat suara "Menggunakan apa kamu menjalani hidupmu disana?"

    Alana terdiam. Ia selalu ingat bahwa keluarganya memiliki ekonomi yang tidak stabil, jangankan untuk kuliah diluar kota untuk makan pun ayahnya harus membanting tulang. Gadis itu hanya menatap lurus kearah ibunya yang sedang menonton tv.

"Tidak usah dipikirkan, biar ayah saja yang mencari cara." Darsana, ayah Alana memang tidak pernah menyerah mencari uang untuk menyekolahkannya dan adiknya, setidaknya ayahnya ingin anak-anaknya tidak hidup dalam kesusahan seperti dirinya.

    Alana sudah yakin ayahnya akan berkata seperti itu, jika memang Tuhan memberkati, semua akan berjalan lancar.

    Ia membanting tubuhnya di atas kasur mungilnya, setidaknya kalian sudah tahu 1 hal yang ditakuti Alana selama ini.

👀

Pria berjas hitam berbadan atletis , tinggi, dan berperawakan berantakan itu memandang sebuah figura diatas meja kerja yang sudah dipajang selama beberapa minggu ini.

"Cari orang ini dan tagih hutang yang sudah mereka tunggak selama 2 tahun, sudah tidak ada keringanan lagi. Selama ini aku sudah terlalu baik padanya." Suara berat itu memberi perintah kepada beberapa suruhan didepannya.

    Mungkin kalian akan mengira pria ini adalah seorang rentenir, namun tidak. Ia adalah pemilik perusahaan terkenal di Luxembourg, orang-orang tidak ada yang mengenalnya. Bukan karena apa tapi memang itu keinginannya agar tidak di ekspos di media manapun.

    Para suruhan atau pengawal itu mengangguk patuh dan mulai mengerjakan tugas mereka kembali, sedangkan pria yang itu masih mengamati foto yang sedang ia genggam.
Bukan hal yang mudah baginya memaksa dan menuntut orang-orang yang berhutang padanya, namun janji tetaplah janji.

"Sebelum kau menyuruh para suruhanmu , aku sudah berada didepanmu" Pria itu menoleh keasal suara yang ia kenal.

"Tuan Alga, aku mohon maaf kepada mu karena aku selalu lari pada penagih-penagihmu. Putriku akan melanjutkan pendidikannya di Yogyakarta, aku harap kau mengerti" Ucap pria paruh baya itu.

"Oh, Darsana. Aku sudah sangat lama memberimu waktu, namun karena itu ada hubungannya dengan suatu pendidikan akan aku beri sedikit kelonggaran. 2 bulan."
Pria berbadgename Alga itu memasang ekspresi datar ,namun dibalas senyuman hangat oleh pria paruh baya tersebut. Siapa yang tidak senang mendapat rentenir yang baik bukan? Oh salah, Alga bukanlah seorang rentenir,namun pemilik perusahaan terkenal di Luxembourg dan ia menjunjung tinggi masalah pendidikan khususnya pendidikan di Indonesia.

"Terima kasih banyak, tuan Alga. Kau memang pemimpin yang sangat baik. Terima kasih sekali lagi"
Pria paruh baya itu meninggalkan Alga sendirian, sedangkan ia kembali menatap foto yang sudah seminggu menemani pikirannya.

Tentu tidak semudah itu batinnya.

👀

Jakarta adalah kota yang sangat padat, Alana tahu itu. Hal ini yang membuatnya merasa sumpek dan bosan berada di kota ini. Saat ia berumur 10 Ayahnya membawa keluarganya pindah dari Bandung. Padahal, jika di bandingkan ia lebih memilih bandung untuk dijadikan tempat tinggal, karena tidak sepadat Jakarta.

    Alana tetap berjalan melewati jalanan yang dipenuhi oleh kendaraan. Trotoar pun mulai dinaiki oleh pengendara sepeda motor, setidaknya ia masih bisa menyelipkan badannya untuk lewat demi mendapatkan barang daftar belanjaan milik ibunya.
•••
     Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, gadis itu sudah selesai membeli barang-barang yang dibutuhkan ibunya untuk membuat kue yang akan ia jual di pasar atau di warung-warung kecil. Kue buatan ibunya tidak dapat diragukan kelezatannya,tak jarang jika Alana ikut membantu sekaligus belajar dari ibunya.

"Alana?"

    Alana menyadari ada seseorang memanggil namanya dan memegang bahunya.

"Kalian?" Jika ia bisa ,ia ingin terbang ke rumah sekarang juga.

"Nggak usah tegang gitu dong, La. Kita nggak macam-macam sama lo kok, cuma mau bilang selamat karena lo lolos ujian" ucap salah satu perempuan yang berada didepannya.

"Tapi, lo sanggup bayar nggak? Bayar buku aja susah sih soalnya, hahaha." Kini disahut oleh temannya itu.

    Ini bukan hal yang baru bagi Alana, menjadi bahan candaan di sekolahnya dulu. Ia sekuat tenaga untuk tidak mencakar mulut dua perempuan yang berada di hadapannya itu. Lagipula ia sadar bahwa bagaimana pun ia melawan pasti akan kalah.

    Alana menghela napas " Licia dan Dyna. Udah ya gue balik dulu, semoga kalian sukses kedepannya,"

Brukkkk.

    Kedua perempuan itu tertawa "Aduh, maaf ya , La. Nggak sengaja nih,"

"Kalian!?"

    Alana tidak habis pikir kedua temannya itu tega mendorongnya hingga barang-barang yang sudah ia beli berserakan di tanah. Katakan bagaimana caranya ia mengganti semua ini sedangkan semua uangnya sudah habis terpakai.

    Alana menghela napasnya, kesabaran masih menguasai dirinya. Untuk apa marah, ia yakin Licia dan Dyna tidak akan mau mengganti rugi ini semua, malah yang ada akan menghinanya lebih buruk.

"Aku akan menggantinya,"

    Alana mendongakkan kepalanya dan melihat laki-laki dengan perawakan yang tinggi dan besar.
Munafik namanya kalau Alana tidak mengaguminya.

"Nggak usah pak, makasih." Gadis itu masih terkagum melihat laki-laki itu namun ia tidak bisa menerima tawaran itu, lagi pula untuk apa laki-laki itu menggantinya , toh itu bukan salahnya.

"Ayo,". Ucap laki-laki itu dengan wajahnya yang datar.

    Baru saja ingin menolak ajakannya, laki-laki itu menarik tangan Alana dan membawanya kembali ke supermarket yang tadi ia masuki, setidaknya Alana bersyukur jika benar laki-laki itu ingin membantunya, ia tidak perlu bingung memikirkan bagaimana caranya ia mendapatkan uang untuk membelinya lagi.

Guardian Angels Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang