Ayah

11 1 1
                                    

Terimakasih.
Bahkan ketika kamu sakit, kamu tetap menjadi guru besar. Mengajar arti sabar dan tawakal.
Terlebih, ayah.
Ada yang ingin aku bicarakan.
Sejak penyakit itu menjangkit, vonis demi vonis datang tanpa tendeng aling-aling. Tapi ayah aku jadi tahu, siapa dan untuk apa aku dan mereka.
Ada berbagai macam jenis manusia yang dengan susunan perdulinya datang silih berganti, mereka menyapa dan menangis seakan tak menyangka kehidupan semacam ini beruntun menghampiri kita.
Tapi sekali lagi ayah, berkatmu aku tahu siapa mereka.
Manusia dengan kerlipan bahagia pun lapisan duka membantu dengan doa dan sedikit santunan -aku tidak berharap, tapi mereka memang membantu
Ayah, kupikir tak ada yang sesedih diriku ketika musibah ini menimpa selain aku dan ibu.
Mereka hanya datang dan berdoa lalu pergi dan melupakan, mereka tak ingat ada kita yang berjuang meringankan beban.
Terkutuklah aku, ayah.
Saat kamu kesakitan aku hanya diam tanpa bisa menyembuhkan.

Aku bodoh, sibodoh yang tak bisa berhenti memaafkan kebodohan.

Tapi, aku menyayangimu, ayah..
Cepatlah sembuh, aku rindu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang