Disaat Gio menunggu balasan dari Ghea, terdengar suara ketukan dari pintu kamarnya. Gio mendongak dan beranjak dari tempatnya, ia sangat mengenal suara wanita yang mengurus Gio sejak lama.
"Gio," panggil wanita itu. Gio pun membuka pintu dan melihat sosok tersebut yang merupakan tantenya.
"Ah ... iya tan? ada apa?" tanya Gio menggaruk lehernya yang tidak gatal.
"Kamu belum tidur nak?"
"Bentar lagi tan," jawab Gio menatap tantenya yang seperti nya mempunyai hal untuk dibicarakan.
"Ya udah, tante mau pergi dulu, ada urusan ... tante pulang besok lusa. Kamu baik-baik ya disini, jangan keluyuran nanti papa kamu marah lagi."
"Iya tan, tante juga hati-hati. Kalau ada apa-apa telfon Gio ya." Gio mengangguk paham.
"Iya ... dan juga papa kamu udah ketiduran tuh, temennya udah pulang. Tante pergi dulu," ucap tante Gio, ia bernama Ranti. Tante Gio terkadang juga tinggal di rumah Gio untuk mengurus rumah sesekali, karena mama Gio sudah tidak bersamanya lagi.
Gio turun mengantarkan tantenya hingga pintu. Setelah melepas kepergian tantenya yang dijemput oleh suaminya, Gio menghampiri ayahnya.
"Ratna ... rat ... na ...," ucap papanya dalam keadaan setengah sadar. Kebiasaan papa jika sudah mabuk, ia akan menyebut nama tersebut, sebuah nama yang melekat dipikiran kami, nama dari sosok yang bernotabene sebagai mama di rumah ini.
Setelah mengantar papa ke kamarnya, Gio membereskan meja tempat papanya minum bersama teman papanya. Lalu, ia kembali ke kamarnya, menghempaskan badannya ke kasur yang berukuran single itu. Ia menelentangkan badannya menghadap langit-langit kamarnya.
Ping!
Sebuah notifikasi masuk ke handphonenya, ia mengabaikan. Lalu beranjak mengerjakan tugasnya, ia melupakan orang yang telah dimintai tolong olehnya.
Gio hanya bisa menyelesaikan satu soal, dan ia mengacak-acak rambutnya, ia melihat ke arah bingkai foto, di sana ada mamanya yang tersenyum menggendongnya saat masih kecil.
Ping!
Ping!
Ping!
Notifikasi HP Gio terus berbunyi.
"Ish, apaan sih nih hp. Bunyi-bunyi mulu, gue tibas baru tau lo," ucap Gio merutuk HPnya sendiri. Mood Gio yang memburuk pun membuat Gio memutuskan untuk tidur.
Esoknya ....
Ghea yang sedang berjalan ke kelasnya menampilkan wajah kesal, marah, sebel pada sesuatu. Ia menghentak-hentakkan kakinya di sepanjang koridor, membuka pintu kelas dengan penuh amarah. Melempar tasnya ke kursi dan duduk dengan wajah suram.
"Pagi!" sapa Zizi memanggil sahabatnya yang entah kenapa sibuk sendiri pada pagi yang cerah ini.
"Hn," ucap Ghea singkat. Ia menopang dagunya dan menatap jendela kelasnya yang berdebu.
"Apa-apaan nih, baru aja hari pertama kita tanpa zera, masa udah badmood gini?" sindir Zizi asal tebak.
"Ya gue sedih sih, tapi yang lebih sedih lagi, PAKET GUE HABIS! LO TAU GAK?" sorak Ghea berdiri memukul meja.
"Santai Girl, tinggal lo beli aja kan! It's done," ujar Zizi sambil mengambil choco bar dan susu kotak dari tasnya.
"Lo gak ngerti perasaan gue Zi, lo bayangkan ada orang aneh chat gue, lalu mintak gue ngerjain soal mtk. Karna gue baik gue bantu, eh itu orang gak nongol-nongol lagi, lo tau buka IG itu banyak habisin kuota, gue rela-rela nungguin dia sampai tengah malem, padahal dia online. Gue spam, dia gak nyahut. Ternyata gue tertidur, dan paginya lo tau, paginya ... paket gue habis dan gue lupa nontonin comeback Chanyeol oppa," jelas Ghea panjang kali lebar kali tinggi bagi dua tambah lima. Zizi mengorek telinganya mendengarkan ocehan Ghea yang tidak bermutu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACK STAGE
RandomGhea seorang gadis yang ceria dan menjalani hidup dengan caranya sendiri. Hidupnya pun menjadi menyenangkan dan ia tidak menyesal dengan tindakannya. Namun, apakah itu benar-benar dirinya? Apakah ada yang melatarbelakangi kehidupannya?