Chapter 2

97 24 7
                                    

Semua dimulai ketika aku kecil, aku termasuk anak yang beruntung karena dilahirkan di keluarga yang berada, sehingga tidak merepotkanku apabila masuk di sekolah normal. Aku memang menolak home schooling, atau bimbingan lainnya. Aku ingin tahu dunia luar dan orang tuaku menyerah dengan rasa ingin tahuku.

Min Yoongi, adalah namaku. Dan aku bertemu dengan Jimin ketika kami menginjak kelas satu sekolah dasar. Dia memang membenciku sejak awal karena aku sering mengganggunya tanpa sengaja.

Dengan netraku yang tidak bisa digunakan, aku sering kali tersandung dan menubruknya karena posisi kursi kami berdekatan. Menjatuhkan makanan miliknya karena tersenggol, menumpahkan airnya, dan banyak lagi.

Dia berusaha membela diri dengan mengajukan protes atau sekadar lapor pada guru kami tapi guru kami tidak membelanya sama sekali karena beranggapan itu wajar. Aku buta.

Begitu pula dengan teman-teman kami, satupun seolah tidak masalah bila aku membuat ulah yang lain. Karena bagaimanapun aku ini istimewa, dan Jimin membenci itu semua.

Dia benar melakukannya ketika kami menginjak sekolah tinggi, dia meninggalkanku, dan semua perasaanku padanya yang kupendam sejak kecil. Aku yang rela ia marahi, ia bentak atau dorong dengan pasrah tidak membalas atau mengadukannya karena sangat menyayanginya.

Aku tidak diam saja, aku menjaganya dalam perlindunganku, bagaimanapun Jimin adalah orang yang ceroboh dan aku tidak bisa mengulurkan tanganku jadi aku meminta bantuan orang lain.

Yang ku sesali adalah, orang itu adalah orang yang sama dengan orang yang berada di depan sofa tempatku duduk.

“Apa kabar Yoongi?”

“Baik, sangat baik Seulgi.”

“Aku tidak berpikir demikian.”

Aku hanya diam saat ia terus memberondongku dengan pernyataan pahitnya.

“Sayang apa yang kau lakukan di sini?”

Itu suara Jimin, dia sudah pulang?

“Oh aku menemui istrimu. Mungkin sedikit bernostalgia dengan masa kecil kami?”

Jimin berdecak kemudian suara aneh yang tidak ku ketahui terdengar. Ah kadang aku merasa ingin mati saja jika seperti ini, tapi tidak. Jimin akan ada di dalam daftar teratas alasan mengapa aku ingin hidup.










Tanpa sepengetahuan Yoongi, Jimin merangkul wanita yang merangkap kekasihnya. Musuh dalam selimut untuk Yoongi.

Ketika mereka kecil, Yoongi yang bersahabat karib dengan Seulgi meminta pertolongan dengan sangat karena cacatnya yang tidak memungkinkan untuk dapat menjaga seseorang yang ia sayangi.

Seulgi tentu saja tidak mengerti, lalu Yoongi menceritakan semuanya. Semua yang ia tahu tentang Jimin selama ini. Mendapatkan sendok perak di mulut bukan membuatnya menjadi pribadi yang jelek, ia meminta beberapa orangnya untuk mencari tahu tentang Jimin, semata agar ia mau menjadi temannya.

Bagaimana Yoongi tahu ia menyukai Jimin?

Pertama kali ia menginjakkan kaki di sekolahnya, suara yang terdengar indah di telinganya yang sedang berbicara tak jauh darinya itu membuat atensinya berpusat. Ia kemudian melatih lebih baik lagi indera pendengarannya dari hari ke hari untuk mendengar lebih jelas suara itu. Mulai tawanya, candanya, merajuknya, ia tahu segalanya. Dan nama itu terucap saat ia menjatuhkan bukunya sendiri.

“Namaku Park Jimin.”

Kemudian ia menyatakan bahwa Jimin adalah alasannya bertahan meski caci maki terlontar dari bibir Jimin.

Perasaan menggebu ketika menceritakan tentang Jimin padanya cukup membuat Seulgi tersenyum. Sahabatnya sedang jatuh cinta, cinta monyet di masa kecil.

Tapi semua berubah ketika ia tahu bagaimana rupa Park Jimin dan kebaikan hatinya pada dirinya sendiri namun berlaku seenaknya untuk sahabatnya Yoongi, mulanya ia membela hingga titik terakhir, namun benar kata orang. Cinta membuat semuanya buta.

Ia jatuh dalam pesona Jimin ketika remaja dan memutuskan untuk mendekatinya tanpa Yoongi tahu.

Seolah bom yang meledak, Yoongi menangis ketika tahu dari orang terpercayanya yang lain bahwa Seulgi menjalin hubungan dengan Jimin. Hati baiknya meminta untuk keduanya saling bertemu dan bicara tapi rasanya sudah tidak dapat dibicarakan lagi. Sikap Seulgi yang membencinya terucap dalam berbagai kata yang mereka rangkai.

Yoongi kini merasa sendiri.

Ia mulai mengalami masa sulitnya apalagi sebagai anak tunggal keluarga Min.

Pergi ke psikiater, mengonsumsi obat, lalu self injury sudah dilaluinya.

Kini mungkin Tuhan berbaik hati dengannya, membuat Jimin menjadi suaminya dengan kebangkrutan keluarga Park yang hampir saja terjadi apabila ayahnya tidak menolong.

Tunggal Min yang sejak kecil mendekati Jimin tentu membuat orang tua Jimin tahu bagaimana tabiatnya. Ia orang yang baik meski tidak dapat melihat, usaha apapun yang Yoongi lakukan sejak dulu tidak pernah tidak diketahui oleh mereka. Termasuk Yoongi yang babak belur karena melindungi Jimin dahulu.

Yoongi ingat sekali, ia yang sedang dalam perjalanan menuju gerbang mendengar Jimin yang akan dipukuli, lalu ia membuat keributan yang mana musuh Jimin marah mendengarnya mengganggu kesenangan mereka. Mereka melepas Jimin dan memukuli Yoongi hingga hampir sekarat.

Jimin? Entahlah dia hanya pergi ketika Yoongi dipukuli.

“Kau mendengarku tidak?! Cepat buatkan kami minum!”

Yoongi tersentak, Jimin sejak tadi memanggilnya tapi ia justru mengingat masa lalu gelapnya. Tangan pucatnya memegangi tongkat yang menjadi teman setianya, lalu berjalan dengan perlahan menuju dapur. Tempat ini dirancang sedemikian rupa dan aman untuk tuna netra sepertinya. Ditambah ia dengan penuh semangat mempelajari letak rumahnya sejak beberapa bulan lalu agar menjadi istri yang baik untuk Jimin.

Ia hanya membuatkan teh, dan sekali lagi ia ingin mengutuk dirinya karena tidak tuli.

Suara itu, suara dua orang yang berciuman.

Yoongi ingin marah ingin sekali, mengumpat lalu menarik Jimin karena dia adalah milik Yoongi tapi tidak bisa, dia hanya terdiam terpaku dan meneteskan air matanya. Lagi dan lagi hanya untuk Jimin bodohnya.




To Be Continue

MAY I LOVE YOU?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang