Menerka

3 0 0
                                    

Hai

Rasanya sudah sangat lama tidak menuliskan untaian kata di lembar virtual putih ini
Apa ada yang rindu?
Apa ada yang * pada tulisanku?
Ahh, khayalan yasudahlah

Aku ingin bercerita sesuatu kali ini,
Kamu tahu rasanya menggenggam batang kayu yang kamu suka namun rapuh?
Rasanya seperti, kamu tahu, mungkin semakin kamu genggam akan semakin cepat hancur batang kayu tersebut.
Tapi, kamu tahu kamu belum bisa melepasnya karena ada rasa nyaman saat menggenggam batang yang rapuh itu, ada rasa terlindungi saat kamu memegang batang kayu itu, mungkin jika ada marabahaya kamu bisa memukul orang yang akan menjahati kamu dengan batang itu,
Yaa, walau kamu tahu dia rapuh.

Tapi, kadang juga kamu lelah menjaganya.
Kamu lelah untuk, harus selalu kamu yang memperhatikannya.
Kamu lelah menerka-nerka apakah batang kayu itu suka saat kamu menggenggamnya.
Kamu lelah bertanya dan bertanya-tanya apa batang itu merasa tidak nyaman saat kamu genggam, atau dia merasa hangat saat kamu genggam erat-erat.

Batang kayu itu tidak pernah berkata-kata apa-apa.
Batang kayu itu hanya diam.
Menunggu datangnya musuh untuk menjadi pertahanan terakhir untuk melindungimu.
Tapi, kamu tidak tahu kan musuh itu kapan datangnya.

Itu yang sedang rasakan.
Aku lelah menerka apakah saat-saat kemarin berarti baginya atau tidak.
Aku lelah menerka apakah masih ada perasaan orang lain yang ia jaga disana.
Aku lelah menerka apakah ada terbersit sedikit rasa untukku atau tidak.
Aku lelah menerka apakah dengan tidak ada sorot matanya yang bersinar saat bersamaku artinya tidak ada sedikitpun rasa untukku?

Tapi, kenapa kadang sikapnya aneh dan membingungkan.
Kenapa saat ada aku, dia, dan temannya, dan aku mengobrol lama dengan temannya dia malah keluar dari ruangan itu dan saat aku menghampirinya,
"Ihh kok pergi sihh? Aku kan masih ngobrol sama kak Zulma."
"Yaudha ngobrol aja lagi sama Zulma. Yaudah ayo kesana lagi."
Lalu dia kembali ke kamar Kak Zulma dan mengambil bungkus rokok, aku yang kesana merebur bungkus rokok tersebut dan membawanya ke kamar kak Nurul.

"Kak Nurulll, kak Ayam nakal mau ngerokok."
Lalu ikut datanglah dia kesana,
"Ihh gimana sihh katanya ga ngerokok, katanya ngerokoknya di puncak doang."

"Del, bagi korek, Del."
"Gaada aku korek."
Lalu aku ambil kembali bungkus rokoknya dan membukanya, ternyata isinya kosong.

Entah mengapa, aku jadi berpikir, dia mau ngerokok (bukan sedang berada di puncak) untuk menenangkan pikirannya yang pusing dan agak kesal (karena aku mengobrol lama dengan Kak Zulma? Karena tadinya hanya ingin meminta tandatangan) atau ingin pura-pura menipuku dan ingin melihat reaksiku bagaimana kalau aku melihatnya merokok.
.
.
.
.
.

Aku selesai skincare-an dan cuci muka di kamar Kak Kiki, Kak Kiki dan Pacarnya sedang mengobrol sambil makan salad buah dan sesekali suap-suapan. Aku merasa seperti nyamuk disana.

Setelah skincare-an aku masuk lagi ke kamar kak Nurul,
"Ahh parah huhu disebelah aku kayak nyamuk banget."

"Sini sini," suruh kak Ayam dan menunjuk tempat tidur. Disana ada kak Nurul yang sedang duduk di kursi belajar depan kasur sambil membuat salad buah dan didepannya kak Fadel duduk di kasur. Aku pun nyender disitu sambil mengerjakan tugas kimia di papan jalan. Aku nyender ke dinding beralaskan bantal dan dia di bantal yang lainnya namun tidak di dinding, handphone nya mati jadi tadinya dia memakai hp ku untuk membaca webtoon.

Entah kenapa karena mereka habis atau kata-kataan atau bagaimana. Posisinya pindah, kita jadi sama-sama nyebder di dinding bagian samping tapi. Terus kadang dia melihat kearah kak Nurul dan Kak Fadel yang sedang membuat salad atau melihat kearahku. Kadang jarak kami jadi sangat dekat dan itu menjadi bahan ledekan Kak Nurul dan Kak Fadel. Kadang menyubitnya sesekali karena kata-katanya yang ngeselin, lalu dia bilang sakit,
yaa memang sih agak merah hehe, lalu aku mengelus tangannya.

Aku juga tidak tahu, tapi entah mengapa hal-hal seperti itu membuat aku senang dan bahagia.

Hal-hal kecil seperti itu.

Dia cuek. Sangat cuek. Terutama di chat. Aku bahkan merasa seperti aku yang berada di posisi cowok, karena aku yang bertanya-tanya bukan dia.

Karena kecuekannya itu, yang tambah membuat asumsiku semakin kuat kalau dia tidak ada rasa denganku.

Ah sudahlah, biarkan saja seperti ini. Aku masih untuk saat-saat seperti ini. Dan aku berharap hari-hari aku keluar cari makan dengannya, diantar, pergi ke mcd, diajarin kalkulus dan fisika, dan hal-hal membahagiakan lainnya terus berlanjut.

Tidak tahu mengapa ya, rasanya aku malas sekali untuk menginap di kostan ku sendiri. Aku terus ingin menginap di kost-an lamaku dengan kak Nurul dan kak Kiki. Entah mengapa disana lebih membuatku nyaman. Apalagi kak Nurul dan Kak Fadel sedang gencar-gencarnya membuat salad buah, biasanya kak Ayam akan ikut.

Kotak SuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang